Thursday, September 8, 2011

Napak Tilas Nommensen, sang Apostel di Tanah Batak

Sumber :  Irawati Diah Astuti) Suara Pembaruan
 

Makam I L Nommensen, tokoh penyebar agama Kristen di Tanah Batak, di Sigumpar, Tobasa, Sumatera Utara. Ia dianggap sebagai Apostel atau Rasul bagi masyarakat Batak Kristen, dan tokoh panutan bagi masyarakat Batak Muslim. 

Bagi TB Silalahi, Pendeta Ingwer Ludwig Nommensen adalah tokoh yang sangat berjasa bagi majunya masyarakat suku Batak. Bahkan, Silalahi mengungkapkan, tanpa Nommensen, mungkin ia dan warga Batak lainnya masih berada dalam masa kegelapan, seperti yang terjadi 150 tahun lalu.
“Mungkin saja, kalau Nommensen tidak hadir di Batak, hingga kini saya masih bercawat seperti orang zaman dulu,” seloroh mantan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara itu di sela-sela acara Napak Tilas Nommensen, Sabtu (7/4) di Sigumpar, Tobasa, Sumatera Utara.

Acara Napak Tilas berlangsung sejak Kamis (5/4) hingga Minggu (8/4), ke tujuh titik yang pernah disinggahi Nommensen selama menyebarkan agama Kristen di Tanah Batak. Kegiatan ini bertujuan untuk bisa meneladani Nommensen yang tak hanya sukses menyebarkan agama, namun juga berhasil mengajarkan nilai-nilai pendidikan, kesehatan dan ekonomi kepada masyarakat Batak secara umum.

Meski baru pertama kali digelar, Napak Tilas Nommensen berlangsung dengan meriah. Menurut panitia, tak kurang dari 100 mobil mengikuti ajang ini. Mereka yang hadir tak hanya datang dari kawasan sekitar, namun juga dari daerah lain seperti Jakarta. Beberapa tokoh Batak ternama seperti TB Silalahi, Sabam Sirait, hingga artis Ibukota seperti Diana Nasution juga terlihat.

Napak Tilas sendiri digelar mulai dari Desa Tukka di Humbang Hasundutan, Desa Bor di Kecamatan Barus Tapanuli Selatan, Kota Sibolga, Kecamatan Parausorat dan Bungabondar Tapanuli Selatan, Salib Kasih Tarutung Tapanuli Utara dan berakhir di Gereja Nommensen Sigumpar, Tobasa. Tempat-tempat tersebut dipilih karena merupakan tempat penuh kenangan akan Nommensen. Di Desa Tukka, misalnya, Nommensen pernah mendirikan gereja. Sementara di Sibolga, terdapat sebuah gereja tempat ia mendapatkan pemberkatan pernikahan dengan sang istri.

Yang unik, menurut Liberty Pasaribu, Sekretaris Daerah Kabupaten Tobasa yang juga menjadi panitia penyelenggara, meski acara ini bernuansa Kristiani, masyarakat Batak beragama Islam juga berpartisipasi di dalamnya. Seperti di Kecamatan Tapanuli Selatan yang mayoritas dihuni masyarakat Batak Muslim, para panitianya sebagian besar beragama Islam. Dengan sepenuh hati, mereka mau membantu pelaksanaan acara ini hingga sukses.

Maklum, Nommensen memang tak sekadar menunaikan tugasnya sebagai seorang misionaris. Namun ia juga dikenal sebagai seorang humanis yang berjasa dalam memberikan bantuan pendidikan, kesehatan, ekonomi dan pertanian kepada semua masyarakat Batak, tanpa pandang bulu. Bahkan, atas jasa-jasanya, ia digelari sebutan terhormat Ompu i.

“Tanpa Nommensen, orang Batak takkan maju seperti sekarang ini. Bagi orang Batak Kristen, ia dianggap sebagai Apostel atau Rasul. Sementara bagi masyarakat Batak Muslim, ia dianggap sebagai tokoh panutan masyarakat,” kata Liberty.

Pada Sabtu, digelar berbagai rangkaian acara bernuansa rohani dan juga hiburan di Gereja Nommensen Sigumpar. Sebuah video operet mengenai kisah hidup Nommensen yang ditulis T.B Silalahi dipertontonkan bagi khalayak ramai. Ribuan orang dari daerah sekitar berduyun-duyun memenuhi lokasi, membuatnya bak arena pasar malam. Para pedagang makanan dan barang-barang suvenir pun ikut memenuhi lokasi acara, memanfaatkan situasi. Kian malam, masyarakat yang datang tak kunjung berhenti mengalir. Apalagi, hiburan dari artis-artis Batak ibukota juga ditampilkan. Semua menjadikan Sigumpar bak kota metropolitan meski hanya semalam.

Minggu yang menjadi hari penutup rangkaian Napak Tilas diawali dengan kebaktian di Gereja Nommensen. Pendeta Simarmata yang memberikan khotbah mengajak umat untuk meneladani jejak langkah yang ditinggalkan Nommensen agar masyarakat Batak kian maju, melanjutkan upaya sang apostel. Ketua DPR RI, Agung Laksono yang baru melakukan prosesi pemberian marga Sianipar, juga menjadi peserta, bersama-sama dengan ribuan masyarakat lainnya.
Liberty berpendapat, di masa mendatang ia berharap acara tersebut bisa digelar kembali dan masuk sebagai agenda wisata rohani. Dengan demikian, Sumatera Utara bisa memiliki satu agenda wisata alternatif setelah merosotnya jum- lah wisatawan ke Danau Toba. Lagi pula, Kabupaten Tapanuli Selatan sudah menyatakan kesiapannya untuk menjadi panitia penyelenggara.
“Inilah yang membuat kami salut. Di daerah tersebut, mayoritas penduduknya adalah Muslim. Namun mereka justru antusias dengan acara Napak Tilas Nommensen ini. Ini membuktikan, kerukunan umat beragama di Tanah Batak tak bisa dipungkiri lagi,” ungkapnya.
Akulturasi Budaya
Nommensen masuk ke kawasan Batak pada 16 Mei 1862 lewat Padang, Sumatera Barat. Dari situ, ia memulai misinya lewat pelabuhan Sibolga dan Barus, hingga ke daerah Tapanuli. Berbeda dengan para misionaris pendahulunya yang mati dibunuh raja-raja Batak, Nommensen menuai sukses karena mempelajari terlebih dahulu adat istiadat setempat. Ia tidak berupaya mengubah kebiasaan masyarakat Batak lewat ajaran-ajaran Kristiani ala Eropa. Justru, ia melakukan pendekatan dengan membiarkan adat mereka untuk mulai memperkenalkan agama Kristen.

Ajaran-ajaran Nommensen pun diterima dengan damai. Apalagi, ia memasukkan unsur pedagogi ke setiap gereja yang ia bangun. Setiap gereja juga berfungsi sebagai sekolah, dimana Nommensen sendirilah yang menjadi guru. Setelah cukup sukses, barulah beberapa pendeta lain didatangkan khusus untuk menjadi staf pengajar.

Dari langkah kecil itu, agama Kristen pun menyebar ke seluruh Tanah Batak yang belum tersentuh oleh agama Islam. Bahkan, saking cintanya pada Tanah Batak, suatu kali usai disakiti oleh warga setempat, menurut sejarah, Nommensen justru sempat bernazar, akan mendedikasikan seluruh hidup dan matinya dengan bangsa tersebut.

Padahal, di tubuhnya tak mengalir setetes darah Batak pun. Nommensen lahir dan besar di Schleswig-Holstein, sebuah distrik antara Denmark dan Jerman, pada 1834. Sejak kecil, ia hidup dalam kemiskinan, namun dibesarkan dalam keluarga yang mencintai Tuhan. Usai melaksanakan pelatihan sebagai pendeta, ia memulai perjalanannya ke Sumatera.
Nommensen meninggal di Tanah Batak pada 23 Mei 1918 dan dimakamkan di belakang Gereja Nommensen bersama istri, anak dan anjing kesayangannya. Hingga kini, makamnya masih menjadi pusat ziarah masyarakat Batak Kristen, bahkan warga Jerman yang memahami perjuangannya sebagai seorang misionaris dan tokoh masyarakat.

Boleh dibilang, menyebarnya agama Kristen ke seluruh masyarakat Batak hingga kini merupakan buah perjuangan kerasnya. Entah itu di bawah Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), Huria Kristen Indonesia (HKI), atau lainnya, semua sama-sama bermuara pada satu nama, yaitu Nommensen. Bahkan, ialah yang pertama kali menerjemahkan Injil dari bahasa Yunani ke dalam aksara Batak agar lebih mudah dipahami para gembalanya.

“Bayangkan, Nommensen menghabiskan lebih dari separuh hidupnya di Tanah Batak untuk mengajari kami tentang agama, moral, kesehatan, pendidikan dan ekonomi. Itu adalah dedikasi yang luar biasa, apalagi ia menghadapi banyak sekali tantangan.

Karena itu, saya mencoba membuat operet tentang perjalanan hidupnya agar bisa memotivasi dan menginspirasi generasi muda Batak. Jika Nommensen pantang menyerah dan kuat hadapi penderitaan, mengapa kita tidak bisa?” kata TB Silalahi

No comments:

Post a Comment