Wednesday, August 7, 2013

Happy or sad? It’s your choice to make


Setelah 2 bulan berlalu bekerja di perusahaan yg baru berbagai perasaan aneh berkecamuk di dada saya. Saya semakin menyadari bahwa bersentuhan dengan dunia baru teman baru memiliki sensasi yg berbeda. Sulit  diuraikan. Mencari proses penyesuaian rasa itu memang gampang-gampang susah.  Tergantung sikap saya menghadapi berbagai situasi. Apakah saya memakai rasa atau logika? Sikap saya akan sangat menentukan efek atau dampaknya buat saya. Happy or sad? It’s your choice to make

What kind of attitude do you bring to your home or workplace? I've found that if one person is in a bad mood, it affects the morale of everyone.
Don't you think if we had better attitudes that our lives would be less stressful? Our blood pressure might even go down. A positive attitude is good for our health, too.

Adakalanya saya bisa bersikap positif dan berusaha dengan baik melewati berbagai pressure yg masuk dan berjibaku menghadapi berbagai kesulitan yg ada. Ini seperti bermain  roller coaster, up and down. Tapi mungkin inilah seni menjadi orang baru di domain kerja yg baru. Penuh dengan dinamika. Dan saya sedang belajar melewatinya dengan energi positif yg saya miliki. Saya pun ingin keluar dari lingkaran negatif yg hanya menbuang waktu dan energi saya dengan sia-sia.

Semula ketika saya masuk ke perusahaan baru ini, saya merasa bahwa para staffnya hidup sejahtera dan bergelimangan kemakmuran.  Dilihat dari dandanan dan gaya hidup mereka, saya berasumsi mereka hidup aman, damai, makmur dan sejahtera.  Tak perlu ada keluh kesah. Sahabat-sahabat yg saya temukan di sini,saat  saya masuk kerja pertengahan Mei 2013 masih sangat muda belia. Mungkin masih usia kepala dua dan banyak yg baru lulus kuliah. Pasti mereka masih menikmati hidup sebagai staff baru yg belum berambisi untuk menjadi seseorang dengan jabatan yg serba berat dan rumit. Mereka masih menyukai dunia kerja yg santai dan dapat atasan yg baik hati dan murah senyum pula. Lengkaplah hidup mereka tanpa tekanan yg berarti. Sehingga bagi mereka uang bukan sesuatu kebutuhan yg sangat mendesak selama mereka mendapatkan lingkungan kerja yg asyik dan atasan yg tahu gaul  dan tidak kepo kali yeee. hahaha

Saya pun sangat menikmati dunia baru ini. Bayangkan selama karier saya, saya harus menjalani disiplin kerja yg sangat ketat di perusahaan yg lama.  Di perusahaan baru ini, relative serba longgar dan tidak ada pressure yg berarti buat para staffnya.  Malah cenderung super santai dan tidak perlu dikejar-kejar target dari pihak BOD. Saya bayangkan ini seperti surga di bumi kali ye buat para staffnya ( sorry sedikit lebay nie yee) . Yah gimana nga saya sebut surga di bumi ya, sama sekali nga ada target yg berarti buat para staffnya.  Bahkan datang telat puluhan kali pun, tidak ada masalah, tidak ada yg menegur. Mantaffs. Tadinya saya berpikir mungkin karena result oriented saja. Jadi fokus dengan hasil kerja, tak perlu pusing dengan prosesnya. Saya sempat terkagum-kagum. Bagus menurut saya, seperti perusahaan Amerika saja. Hmmm sungguh ini menjadi salah satu impian saya bekerja dengan mengacu pada result oriented. Bosan saya dengan gaya manajemen Jepang yg fokus pada process oriented.

Ternyata masa bulan madu saya di perusahaan ini hanya berjalan  2 bulan saja. Setelah lewat 2 bulan, saya mulai melihat secara nyata gambaran besar perusahaan ini. Muncul riak-riak baru dari penghuni lama yg merasakan perlakuan yg kurang adil karena masuknya orang-orang baru. Mereka merasa orang baru diperlakukan lebih manis dan mendapatkan porsi kue lebih besar dan manis pula dibandingkan orang lama. Tentu saja hal ini memicu munculnya masalah baru. Seperti api dalam sekam, yg siap terbakar kapan saja. Saya pun baru sadar kalau perusahaan ini sebenarnya baru bergabung dengan perusahaan Jepang. Perusahaan ini semula dimiliki pengusaha lokal yg menjalankan bisnisnya dengan gaya manajemen lokal. Staff hanya mendapatkan instruksi satu arah dari atasan tanpa harus ada basa-basi atau dengar pendapat dari para staffnya. Kalau suka silakan lanjut di perusahaan ini, kalau tak suka, silakan angkat kaki saja. Dan itu sudah berjalan puluhan tahun tanpa ada riak-riak yg berarti. Yg jelas pengusaha lokal lebih adil, maksudnya adil adalah semua karyawan sama-sama dibayar murah meriah wah kalau nga mau disebut minim.Sehingga terlihat lebih adil. Pokoknya semuanya dihargai sama murahnya. Tak perlu bermimpi mendapatkan upah gaya Amerika. Orang dibayar berdasarkan kemampuan konkrit yg dimiliki dan juga berazaskan tawar menawar saat dilakukan rekruitmen.

Pengusaha lokal memang memiliki standar yg jauh-jauh lebih rendah dari perusahaan joint venture tapi anehnya para staffnya ini sangat betah  dan tak pernah menuntut yg macam-macam karena memang tak akan didengar sama sekali oleh pimpinannya. Tinggal pilih take it or leave it. Yg lebih unik lagi, para petinggi yg punya akses dengan sumbu kekuasaan akan sangat punya kebebasan yg lebih dari para staff biasa, mereka boleh telat dan menggunakan fasilitas yg serba wah gitu. Tapi di masa lalu, mungkin ini tidak menjadi persoalan besar buat mereka karena memang sudah menjadi budaya di semua pengusaha lokal. Siapa yg dekat dengan petingginya akan mendapatkan fasilitas khusus. Tapi kalau kelas bahwa harus cukup puas dengan semua keputusan dari atas. Biasalah menggunakan gaya manajemen lokal.

Kini masalah baru bergulir sejak perusahaan ini bergabung dengan pengusaha asing dari Jepang. Kalau saya tak salah dapat info, perusahaan ini baru bergabung sejak 2 tahun yg lalu. Dan sejak bergabung mereka banyak merekrut para staff baru untuk mendukung bisnis barunya. Tampaknya mereka membenahi habis-habisan manajemen dan berbagai departemen yg sangat strategis untuk mendukung percepatan pertumbuhan bisnis mereka. Hampir setiap bulan mereka merekrut staff baru. Mungkin saat ini jumlah staff baru dan staff lama hampir sama jumlahnya. Sayangnya ketika mereka merekrut staff baru, maka gaji yg diberlakukan adalah gaji saat tawar menawar. Jadi jangan heran kalau yg direkrut bukan staff yg fresh graduate, sudah punya pengalaman yg banyak maka tentu saja mereka sudah pasang tariff sesuai skills mereka. Staff yg direkrut saat ini memang mixing, ada yg fresh graduate dan ada juga yg sudah punya pengalaman. Untuk beberapa departemen yg sangat strategis dan butuh staff yg punya skill khusus maka mereka memang merekrut staff yg punya pengalaman dan dibayar dengan gaji yg memang khusus, kalau tak mau saya sebut sangat jomplang dengan staff lama.

Masalah menjadi semakin runyam sejak bagian HR meluncurkan grading system. Semula staff lama penuh harap bahwa grading system ini akan mendongkrak gaji mereka yg memang masih minim atau minimal mengalami penyesuaian yg lebih masuk akal. Sayang seribu sayang, harapan itu menjadi kandas, setelah grading system ini diberlakukan tidak ada perubahan terhadap take home pay mereka. Yg terjadi justru sebaliknya, semakin mempertegas jurang yg dalam antara staff baru yg berpengalaman dan staff lama. Karena yg diberlakukan justru mengacu ke nominal gaji yg diterima staff atau take home pay yg mereka punya saat ini,  lalu diberikan label gradingnya. Tentu saja meskipun staff baru kalau take home pay-nya besar maka gradingnya pun tinggi. Puncak masalah terjadi,ketika slip gaji dibagikan, saat itu mereka sudah diberikan grading. Sayangnya saat hal itu diberlakukan, para staff tidak mendapatkan penjelasan yg matang dan mengkristal. Maka terjadilah chaos ketika selesai menerima gaji,para staff ini mulai khasak-khusuk menanyakan grading ke sesama rekan kerjanya, nah inilah sumber masalahnya, akhirnya berdasarkan grading ini mereka sadar bahwa gaji mereka yg staff lama jauh lebih kecil dibandingkan staff baru. Saat itu juga terjadi ledakan ketidakpuasan yg luar biasa. Sejak itu terjadi drama yg menghebohkan. Setiap hari saya harus menghadapi kisah pilu grading system ini. Saat makan bareng di kantin, saat ketemu di toilet, di restoran saat bukber,dll. Semua marah dan kesal dengan bagian HR, yg membuat keputusan yg tak adil ini. Salah satu pimpinan HR yg diduga sebagai biang kerok masalah ini, menjadi orang yg paling banyak disumpahi. Luar biasa.

Saya pun turut prihatin dengan masalah ini. Saya dengar dari beberapa orang bahwa para middle class ini terkesan menuding salah satu petinggi lokal HR ini sebagai biang masalah. Tapi saya yg sudah lama bekerja di perusahaan Jepang, tahu betul dengan akal-akalan para petinggi asing ini. Mereka selalu berhasil menciptakan orang yg bisa dijadikan kambinghitam alias pengkhianat. Saya tahu betul bahwa semua ini sudah diperhitungkan dengan matang oleh petinggi asingnya. Kalau saat ini mereka terkesan cuci-tangan dan berlagak pilon dan terkesan tidak tahu-menahu dengan masalah ini, itu buat saya bullshit. Gila, mana mungkin mereka tidak tahu. 1000% mereka sudah tahu. Yah memang biasalah kalau sudah chaos begini katanya bingung dan tak tahu menahu. Kalau nga tahu, jangan jadi pejabat dong. Kebayang tidak, berapa besar biaya yg harus dikeluarkan pihak perusahaan untuk pejabat asing ini, hanya satu kata MAHAL. Dan mereka diberikan fasilitas yg WAH tapi dengan kinerja yg saya yakin tak lebih smart dari  staff kelas menengah di Indonesia. Tapi karena beda kulit dan warga negara, mereka berhak untuk porsi kue yg lebih besar. Yg paling miris adalah staff lama justru tak puas dengan THP staff yg baru, yg katanya lebih makmur dari mereka yg sudah mengabdi bertahun-tahun di perusahaan ini. Kini yg terjadi sesama orang lokal saling memaki dan panas. Menyedihkan.

Kini bulan madu saya selama dua bulan sudah hancur lebur. Apa yg semula saya lihat indah dan menjanjikan, sirna sudah. Yg tersisa hanya euphoria tentang hidup makmur dan sentosa. Dunia baru yg semula  saya impikan, kini sudah terbang bersama angin. Saya kembali berpijak dengan realita. Ternyata kemana pun saya pergi, masalah begini akan selalu ada. Dari dulu sampai kini, sejak berabad-abad yg lalu, sejak Belanda mulai menjajah negeri ini selama 350 tahun karena terpesona dengan keindahan dan kekayaan negeri ini dengan segala rempah-rempah dan segala sumber daya alam yg luar biasa. Belanda membuat negeri ini hancur lebur dan memperkosa negeri ini sampai tak punya harga diri dan tak punya kepercayaan diri sama sekali. Bahkan setelah dinyatakan merdeka pun sejak 17 Aug 1945 sampai detik ini, negeri ini tak pernah benar-benar bangkit dan menjadi negeri yg makmur. Sekarang pun negeri ini dijajah secara ekonomi oleh negeri asing. Makanya orang Indonesia selalu dibayar lebih rendah daripada orang asing. Pengusaha asing selalu dibayar mahal dan orang Indonesia ini sebagian latah, menganggap orang asing pasti pintar. Padahal orang asing yg tinggal dan bekerja di negeri ini, umumnya adalah para staff KW3 yg tak laku dipekerjakan di negerinya sendiri, lalu mengadu nasib di negeri ini. Anehnya mereka diperlakukan bak TUAN TANAH atau TUAN BESAR di negeri ini. Diberikan fasilitas mobil plus supir, plus apartemen mewah di seputar segitiga emas Jakarta. Wah ini bak surga buat para orang asing ini. Luar biasa dari dulu hingga kini kita tak lepas dari penjajah asing. Menyedihkan.

Moral dari cerita ini :
  1. Buat kamu yg merasa orang Indonesia, belajarlah menjadi yg terbaik. Maksudnya bangun mind-set kamu jauh lebih baik dari bangsa mana pun di dunia ini.
  2. Jangan pernah merasa rendah diri. Bangun rasa percaya diri kamu dan berpikir bahwa kamu sama baik dan bagusnya dengan bangsa manapun di jagat raya ini.
  3. Belajarlah bahasa asing. Terserah bahasa asing apa. Sebaiknya kamu minimal bisa bahasa Inggris, itu sudah WAJIB. Bahasa Inggris adalah bahasa yg paling populer di dunia. Dan buku-buku terbaik dan terlarang pun selalu ditulis dalam bahasa Inggris. Dan itu adalah jendela kamu melihat dunia. Jangan alergi. Jangan suka buat alasan, kalau kamu nga bisa bahasa Inggris. Kalau sudah tahu nga bisa, belajar dong. Jangan hanya menghabiskan gaji kamu yg super minim itu buat make-up. Make up hanya mempercantik wajah kamu yg hanya seuprit itu. Tadi tidak mempercantik otak/brain kamu.Kecantikan wajah itu tidak abadi. Waktu akan membuat kamu menjadi tua dan keriput. Tapi kalau kamu mengasah otak kamu dengan indah dgn berbagai ilmu, maka minimal kamu tidak jadi pikun meskipun sudah menua usianya.
  4. Jangan cemburu dengan teman sesama sebangsa kamu sendiri. Jangan cemburu karena teman kamu dibayar lebih mahal saat ini. Introspeksi diri dong. Tanya sama diri kamu sendiri, apa kemampuan unik atau skill khusus yg kamu punya, yg bisa buat kamu berbeda dengan yg lainnya. Ciptakan brand kamu sendiri. Pastikan orang lain tak bisa menolak lagi ketika kamu melabel value kamu dengan special price. Jangan bersungut-sungut, itu bukan solusi. Cuma memperlihatkan kelas kamu semakin rendah dan tak bermutu. Bangkit dan tunjukkan kalau kamu memang BEDA.“Champion the right to be yourself; dare to be different and to set your own pattern; live your own life and follow your own star.”
  5. Bersyukurlah dalam setiap keadaan. Maka Tuhan akan selalu besertamu.

nuchan@08-08-2013
Lebaran 2013