Setelah 2 bulan berlalu bekerja di perusahaan yg baru
berbagai perasaan aneh berkecamuk di dada saya. Saya semakin menyadari bahwa
bersentuhan dengan dunia baru teman baru memiliki sensasi yg berbeda. Sulit diuraikan. Mencari proses penyesuaian rasa
itu memang gampang-gampang susah. Tergantung
sikap saya menghadapi berbagai situasi. Apakah saya memakai rasa atau logika? Sikap
saya akan sangat menentukan efek atau dampaknya buat saya. Happy or sad? It’s your choice to make
What kind of attitude do you bring to your home or
workplace? I've found that if one person is in a bad mood, it affects the
morale of everyone.
Don't you think if we had better attitudes that our lives
would be less stressful? Our blood pressure might even go down. A positive
attitude is good for our health, too.
Adakalanya saya bisa bersikap positif dan berusaha
dengan baik melewati berbagai pressure yg masuk dan berjibaku menghadapi
berbagai kesulitan yg ada. Ini seperti bermain
roller coaster, up and down. Tapi mungkin inilah seni menjadi
orang baru di domain kerja yg baru. Penuh dengan dinamika. Dan saya sedang belajar melewatinya dengan energi positif yg saya miliki. Saya pun ingin keluar dari lingkaran negatif yg hanya menbuang waktu dan energi saya dengan sia-sia.
Semula ketika saya masuk ke perusahaan baru ini, saya
merasa bahwa para staffnya hidup sejahtera dan bergelimangan kemakmuran. Dilihat dari dandanan dan gaya hidup mereka, saya
berasumsi mereka hidup aman, damai, makmur dan sejahtera. Tak perlu ada keluh kesah. Sahabat-sahabat yg
saya temukan di sini,saat saya masuk
kerja pertengahan Mei 2013 masih sangat muda belia. Mungkin masih usia kepala
dua dan banyak yg baru lulus kuliah. Pasti mereka masih menikmati hidup sebagai
staff baru yg belum berambisi untuk menjadi seseorang dengan jabatan yg serba
berat dan rumit. Mereka masih menyukai dunia kerja yg santai dan dapat atasan
yg baik hati dan murah senyum pula. Lengkaplah hidup mereka tanpa tekanan yg
berarti. Sehingga bagi mereka uang bukan sesuatu kebutuhan yg sangat mendesak
selama mereka mendapatkan lingkungan kerja yg asyik dan atasan yg tahu
gaul dan tidak kepo kali yeee. hahaha
Saya pun sangat menikmati dunia baru ini. Bayangkan
selama karier saya, saya harus menjalani disiplin kerja yg sangat ketat di
perusahaan yg lama. Di perusahaan baru
ini, relative serba longgar dan tidak ada pressure yg berarti buat para
staffnya. Malah cenderung super santai
dan tidak perlu dikejar-kejar target dari pihak BOD. Saya bayangkan ini seperti
surga di bumi kali ye buat para staffnya ( sorry sedikit lebay nie yee) . Yah
gimana nga saya sebut surga di bumi ya, sama sekali nga ada target yg berarti
buat para staffnya. Bahkan datang telat
puluhan kali pun, tidak ada masalah, tidak ada yg menegur. Mantaffs. Tadinya
saya berpikir mungkin karena result oriented saja. Jadi fokus dengan hasil
kerja, tak perlu pusing dengan prosesnya. Saya sempat terkagum-kagum. Bagus
menurut saya, seperti perusahaan Amerika saja. Hmmm sungguh ini menjadi salah
satu impian saya bekerja dengan mengacu pada result oriented. Bosan saya
dengan gaya manajemen Jepang yg fokus pada process oriented.
Ternyata masa bulan madu saya di perusahaan ini hanya
berjalan 2 bulan saja. Setelah lewat 2
bulan, saya mulai melihat secara nyata gambaran besar perusahaan ini. Muncul riak-riak
baru dari penghuni lama yg merasakan perlakuan yg kurang adil karena masuknya
orang-orang baru. Mereka merasa orang baru diperlakukan lebih manis dan
mendapatkan porsi kue lebih besar dan manis pula dibandingkan orang lama. Tentu
saja hal ini memicu munculnya masalah baru. Seperti api dalam sekam, yg siap
terbakar kapan saja. Saya pun baru sadar kalau perusahaan ini sebenarnya baru
bergabung dengan perusahaan Jepang. Perusahaan ini semula dimiliki pengusaha
lokal yg menjalankan bisnisnya dengan gaya manajemen lokal. Staff hanya
mendapatkan instruksi satu arah dari atasan tanpa harus ada basa-basi atau
dengar pendapat dari para staffnya. Kalau suka silakan lanjut di perusahaan ini,
kalau tak suka, silakan angkat kaki saja. Dan itu sudah berjalan puluhan tahun
tanpa ada riak-riak yg berarti. Yg jelas pengusaha lokal lebih adil, maksudnya
adil adalah semua karyawan sama-sama dibayar murah meriah wah kalau nga mau
disebut minim.Sehingga terlihat lebih adil. Pokoknya semuanya dihargai sama
murahnya. Tak perlu bermimpi mendapatkan upah gaya Amerika. Orang dibayar
berdasarkan kemampuan konkrit yg dimiliki dan juga berazaskan tawar menawar
saat dilakukan rekruitmen.
Pengusaha lokal memang memiliki standar yg jauh-jauh
lebih rendah dari perusahaan joint venture tapi anehnya para staffnya ini
sangat betah dan tak pernah menuntut yg
macam-macam karena memang tak akan didengar sama sekali oleh pimpinannya. Tinggal
pilih take it or leave it. Yg lebih unik lagi, para petinggi yg punya akses
dengan sumbu kekuasaan akan sangat punya kebebasan yg lebih dari para staff
biasa, mereka boleh telat dan menggunakan fasilitas yg serba wah gitu. Tapi di
masa lalu, mungkin ini tidak menjadi persoalan besar buat mereka karena memang
sudah menjadi budaya di semua pengusaha lokal. Siapa yg dekat dengan
petingginya akan mendapatkan fasilitas khusus. Tapi kalau kelas bahwa harus
cukup puas dengan semua keputusan dari atas. Biasalah menggunakan gaya
manajemen lokal.
Kini masalah baru bergulir sejak perusahaan ini
bergabung dengan pengusaha asing dari Jepang. Kalau saya tak salah dapat info, perusahaan
ini baru bergabung sejak 2 tahun yg lalu. Dan sejak bergabung mereka banyak
merekrut para staff baru untuk mendukung bisnis barunya. Tampaknya mereka
membenahi habis-habisan manajemen dan berbagai departemen yg sangat strategis
untuk mendukung percepatan pertumbuhan bisnis mereka. Hampir setiap bulan
mereka merekrut staff baru. Mungkin saat ini jumlah staff baru dan staff lama
hampir sama jumlahnya. Sayangnya ketika mereka merekrut staff baru, maka gaji
yg diberlakukan adalah gaji saat tawar menawar. Jadi jangan heran kalau yg
direkrut bukan staff yg fresh graduate, sudah punya pengalaman yg banyak maka
tentu saja mereka sudah pasang tariff sesuai skills mereka. Staff yg direkrut
saat ini memang mixing, ada yg fresh graduate dan ada juga yg sudah punya
pengalaman. Untuk beberapa departemen yg sangat strategis dan butuh staff yg
punya skill khusus maka mereka memang merekrut staff yg punya pengalaman dan
dibayar dengan gaji yg memang khusus, kalau tak mau saya sebut sangat jomplang
dengan staff lama.
Masalah menjadi semakin runyam sejak bagian HR
meluncurkan grading system. Semula staff lama penuh harap bahwa grading system
ini akan mendongkrak gaji mereka yg memang masih minim atau minimal mengalami
penyesuaian yg lebih masuk akal. Sayang seribu sayang, harapan itu menjadi
kandas, setelah grading system ini diberlakukan tidak ada perubahan
terhadap take home pay mereka. Yg terjadi justru sebaliknya, semakin
mempertegas jurang yg dalam antara staff baru yg berpengalaman dan staff lama. Karena
yg diberlakukan justru mengacu ke nominal gaji yg diterima staff atau take home
pay yg mereka punya saat ini, lalu
diberikan label gradingnya. Tentu saja meskipun staff baru kalau take home
pay-nya besar maka gradingnya pun tinggi. Puncak masalah terjadi,ketika
slip gaji dibagikan, saat itu mereka sudah diberikan grading. Sayangnya saat
hal itu diberlakukan, para staff tidak mendapatkan penjelasan yg matang dan
mengkristal. Maka terjadilah chaos ketika selesai menerima gaji,para staff ini
mulai khasak-khusuk menanyakan grading ke sesama rekan kerjanya, nah inilah
sumber masalahnya, akhirnya berdasarkan grading ini mereka sadar bahwa gaji
mereka yg staff lama jauh lebih kecil dibandingkan staff baru. Saat itu juga
terjadi ledakan ketidakpuasan yg luar biasa. Sejak itu terjadi drama yg
menghebohkan. Setiap hari saya harus menghadapi kisah pilu grading system ini. Saat
makan bareng di kantin, saat ketemu di toilet, di restoran saat bukber,dll. Semua
marah dan kesal dengan bagian HR, yg membuat keputusan yg tak adil ini. Salah
satu pimpinan HR yg diduga sebagai biang kerok masalah ini, menjadi orang yg
paling banyak disumpahi. Luar biasa.
Saya pun turut prihatin dengan masalah ini. Saya
dengar dari beberapa orang bahwa para middle class ini terkesan menuding salah
satu petinggi lokal HR ini sebagai biang masalah. Tapi saya yg sudah lama
bekerja di perusahaan Jepang, tahu betul dengan akal-akalan para petinggi asing
ini. Mereka selalu berhasil menciptakan orang yg bisa dijadikan kambinghitam
alias pengkhianat. Saya tahu betul bahwa semua ini sudah diperhitungkan dengan
matang oleh petinggi asingnya. Kalau saat ini mereka terkesan cuci-tangan dan
berlagak pilon dan terkesan tidak tahu-menahu dengan masalah ini, itu buat saya
bullshit. Gila, mana mungkin mereka tidak tahu. 1000% mereka sudah tahu.
Yah memang biasalah kalau sudah chaos begini katanya bingung dan tak tahu
menahu. Kalau nga tahu, jangan jadi pejabat dong. Kebayang tidak, berapa besar
biaya yg harus dikeluarkan pihak perusahaan untuk pejabat asing ini, hanya satu
kata MAHAL. Dan mereka diberikan fasilitas yg WAH tapi dengan kinerja yg saya
yakin tak lebih smart dari staff kelas
menengah di Indonesia. Tapi karena beda kulit dan warga negara, mereka berhak
untuk porsi kue yg lebih besar. Yg paling miris adalah staff lama justru tak
puas dengan THP staff yg baru, yg katanya lebih makmur dari mereka yg sudah
mengabdi bertahun-tahun di perusahaan ini. Kini yg terjadi sesama orang lokal
saling memaki dan panas. Menyedihkan.
Kini bulan madu saya selama dua bulan sudah hancur
lebur. Apa yg semula saya lihat indah dan menjanjikan, sirna sudah. Yg tersisa
hanya euphoria tentang hidup makmur dan sentosa. Dunia baru yg semula saya impikan, kini sudah terbang bersama
angin. Saya kembali berpijak dengan realita. Ternyata kemana pun saya pergi, masalah
begini akan selalu ada. Dari dulu sampai kini, sejak berabad-abad yg lalu, sejak
Belanda mulai menjajah negeri ini selama 350 tahun karena terpesona dengan
keindahan dan kekayaan negeri ini dengan segala rempah-rempah dan segala sumber
daya alam yg luar biasa. Belanda membuat negeri ini hancur lebur dan memperkosa
negeri ini sampai tak punya harga diri dan tak punya kepercayaan diri sama
sekali. Bahkan setelah dinyatakan merdeka pun sejak 17 Aug 1945 sampai detik
ini, negeri ini tak pernah benar-benar bangkit dan menjadi negeri yg makmur. Sekarang
pun negeri ini dijajah secara ekonomi oleh negeri asing. Makanya orang
Indonesia selalu dibayar lebih rendah daripada orang asing. Pengusaha asing
selalu dibayar mahal dan orang Indonesia ini sebagian latah, menganggap orang
asing pasti pintar. Padahal orang asing yg tinggal dan bekerja di negeri ini, umumnya
adalah para staff KW3 yg tak laku dipekerjakan di negerinya sendiri, lalu
mengadu nasib di negeri ini. Anehnya mereka diperlakukan bak TUAN TANAH atau
TUAN BESAR di negeri ini. Diberikan fasilitas mobil plus supir, plus apartemen
mewah di seputar segitiga emas Jakarta. Wah ini bak surga buat para orang asing
ini. Luar biasa dari dulu hingga kini kita tak lepas dari penjajah asing. Menyedihkan.
Moral dari cerita ini :
- Buat kamu yg merasa orang Indonesia, belajarlah menjadi yg terbaik. Maksudnya bangun mind-set kamu jauh lebih baik dari bangsa mana pun di dunia ini.
- Jangan pernah merasa rendah diri. Bangun rasa percaya diri kamu dan berpikir bahwa kamu sama baik dan bagusnya dengan bangsa manapun di jagat raya ini.
- Belajarlah bahasa asing. Terserah bahasa asing apa. Sebaiknya kamu minimal bisa bahasa Inggris, itu sudah WAJIB. Bahasa Inggris adalah bahasa yg paling populer di dunia. Dan buku-buku terbaik dan terlarang pun selalu ditulis dalam bahasa Inggris. Dan itu adalah jendela kamu melihat dunia. Jangan alergi. Jangan suka buat alasan, kalau kamu nga bisa bahasa Inggris. Kalau sudah tahu nga bisa, belajar dong. Jangan hanya menghabiskan gaji kamu yg super minim itu buat make-up. Make up hanya mempercantik wajah kamu yg hanya seuprit itu. Tadi tidak mempercantik otak/brain kamu.Kecantikan wajah itu tidak abadi. Waktu akan membuat kamu menjadi tua dan keriput. Tapi kalau kamu mengasah otak kamu dengan indah dgn berbagai ilmu, maka minimal kamu tidak jadi pikun meskipun sudah menua usianya.
- Jangan cemburu dengan teman sesama sebangsa kamu sendiri. Jangan cemburu karena teman kamu dibayar lebih mahal saat ini. Introspeksi diri dong. Tanya sama diri kamu sendiri, apa kemampuan unik atau skill khusus yg kamu punya, yg bisa buat kamu berbeda dengan yg lainnya. Ciptakan brand kamu sendiri. Pastikan orang lain tak bisa menolak lagi ketika kamu melabel value kamu dengan special price. Jangan bersungut-sungut, itu bukan solusi. Cuma memperlihatkan kelas kamu semakin rendah dan tak bermutu. Bangkit dan tunjukkan kalau kamu memang BEDA.“Champion the right to be yourself; dare to be different and to set your own pattern; live your own life and follow your own star.”
- Bersyukurlah dalam setiap keadaan. Maka Tuhan akan selalu besertamu.
nuchan@08-08-2013
Lebaran 2013
No comments:
Post a Comment