Wednesday, August 29, 2012

Pesona malam di Shinsaibashi - Osaka

Diantara megah dan meriahnya Shinsaibahi ini, saya masih menemukan sebuah kuil di sekitar sana. Saya melihat beberapa penduduk local melakukan sembahyang di sana. Kuil yg dihiasi dengan lampion yg sedang menyala  ini terlihat sangat indah di malam hari. Lampion-lampion yg disusun rapat dan sedang menyala,  dengan warna warm white ini, menimbulkan sensasi kehangatan dan keindahan di malam hari. Suasana temaram, mencegah kaki saya untuk beranjak ke tempat lain. Saya mengamati tamu-tamu yg datang dan pergi setelah sembahyang di kuil ini. Mereka terlihat mengagumi arsitektur bangunan kuil ini. Saya mencoba memotret dan mengambil beberapa photo yg menarik di sekitar kuil ini. Bagi saya kuil ini seperti pemandangan Jepang di masala lalu. Saya pernah menonton film Memoirs of  a Geisha yg sangat popular di tahun 2005 dan dibintangi oleh Zhang Ziyi, Ken Watanabe dan Michelle Yeoh. Film ini membuat saya terhanyut pada romantisme Jepang di masa lalu. Arsitektur bangunan Jepang di masa lalu ini, seolah-olah masih tersisa di beberapa lokasi yg ada di Shinsaibashi ini. Masa lalu memang seringkali membuat saya menjadi melo dan cengeng.

Saya menyusuri gang demi gang yg ada di seputar Shinsaibashi ini. Saya menemukan berbagai restoran kecil di sudut-sudut gang tersebut yg sedang dipenuhi para pengunjung yg sedang minum-minum. Yah ini bener-bener Jepang. Aktivitas mereka yg paling umum adalah minum-minum beer atau sake selepas rutinitas kerja. Biasanya di kantor-kantor tertentu mereka punya acara yg disebut ”nomikai” atau acara minum-minum bareng. Kalau di Jakarta ini mirip kayak acara clubbing atau hangout bareng teman-teman dekat. Saat saya tinggal di Niigata tahun 2010 selama 2 bulan, saya tak punya kesempatan sama sekali menyusuri lekak-lekuk dunia malam di sana, karena saat itu sedang musim dingin. Dimana-mana salju. Rasanya saat musim dingin lebih menarik bergulung dibawah selimut dan menyembunyikan sebagian kaki saya dibawah ”kotatsu” atau meja yg dilengkapi alat pemanas listrik.Bukan kelayapan begini. Setiap gang yg dihiasi lampu-lampu yg sedang menyala temaram membuat saya betah menjepret sana-sini. Saya mencoba mengabadikan pesona malam di seputar Shinsaibashi Shopping Arcade ini.
nuchan@072012
Suasana malam di Shinsaibashi


Tuesday, August 28, 2012

Bule sialan menguji kesabaranku

Suatu kali setelah selesai market survey di Sikka Maumere, saya dan 2 orang adviser dari Jepang  naik salah satu penerbangan nasional kita dari Bali menuju Jakarta. Saat itu karena keadaan sangat darurat, maka  saya dan mereka, mempercepat jadwal penerbangan kami 2 hari lebih cepat dari tanggal yg tertera di tiket, menyesuaikan jadwal terbang Lion Air yg 3X dalam seminggu antara Bali dan Sikka-Maumere.

Sebab utamanya karena salah satu adviser saya mengalami cedera pada kaki kirinya, dan cara perawatan,obat-obatan serta peralatan yg ada di  rumah sakit umum Sikka-Maumere ini  kurang memadai. Maka kami memutuskan mempercepat jadwal kepulangan kami ke Jakarta. Karena penerbangan Jakarta –Maumere tidak ada yg langsung, maka kami harus melakukan penerbangan dari Jakarta-Bali-Sikka-Bali-Jakarta. Itu pun dengan menggunakan 2 maskapai penerbangan  yg berbeda  Jadi kami naik Lion Air dulu ke Bali, setelah itu  saya ganti pesawat nasional kita dari Bali ke Jakarta.

Ketika  pesawat kami mendarat di Ngurah Rai Airport, saya pun buru-buru menuju salah satu counter pesawat nasional kita  ini, untuk mengecek apakah ada pesawat yg paling cepat yg akan berangkat menuju Jakarta. Adviser saya yg sedang cedera kaki kiri ini harus segera dibawa ke salah satu rumah sakit khusus buat orang asing namanya SOS di daerah Kuningan. Beliau harus mendapatkan perawatan yg layak di Jakarta. Karena beberapa hari kemudian beliau harus melakukan penerbangan kembali ke Jepang. Dan semua tiket pesawat sudah dibeli dan reservasi kamar hotel di Jakarta juga sudah dipesan. Untuk mengantisipasi bahwa luka parah di kakinya ini tidak semakin memburuk, maka kami memutuskan untuk segera membawa beliau berobat di Jakarta. Dan rekan kerja  yg di Jakarta sudah menghubungi pihak RS dan dokter agar segera disiapkan. Semuanya sudah diatur. Saya hanya perlu segera mencari pesawat paling pagi yg harus terbang dari Bali ke Jakarta.

Pesawat Lion Air yg dari Sikka mendarat di Ngurah Rai Airport pukul 9:30pagi. Dan saya segera berlari menuju counter penjualan tiket pesawat, saya segera memberikan tiket saya untuk dilakukan re-schedule dengan penerbangan yg tercepat. Setelah dicek akhirnya petugas bilang ada pesawat berikutnya jam 11 siang atau masih ada yg jam 12:30. Saat itu saya putuskan untuk terbang dengan penerbangan yg  jam 11 siang saja, agar bisa cepat tiba di RS. Kebayang macetnya di Jakarta maka saya pikir lebih cepat lebih baik. Saya khawatir adviser saya yg sakit ini akan makin parah. Saya bener-bener dikejar waktu. Akhirnya setelah berpacu dengan waktu dan jantung deg-degan karena ternyata petugas yg sedang melakukan re-schedule pesawat kami ini masih dalam tahap training, sehingga proses penggantian jadwal dan re-issue ticket ini jadi lama dan beberapa kali error. Saya pengen maklum dengan kondisi mereka ini, tapi situasi saya yg sudah dikejar waktu bikin saya tak tahan melihat pelayanan di counter ini yg lelet dan menjengkelkan. Saya sampai hampir hilang kesabaran. Sudah pukul 10:30 tapi mereka belum selesai juga. Saya berulang-ulang bilang bahwa kami masing-masing punya bagasi. Apakah cukup waktunya untuk check-in. Tapi petugas ini tetap bilang oke-oke. Saya yg sedang diburu waktu dan juga terjebak dengan stigma bahwa orang Indonesia ini cenderung tidak bisa dipercaya maka saya jadi dilanda rasa khawatir dan degdegan. Saya khawatir mereka salah dan akibatnya saya tak bisa terbang, atau bisa terbang tapi ada masalah. Suasana ini membuat saya harus mengatur nafas saya dengan benar kalau tak mau saya lepas kontrol dan marah. Setelah dengan berbagai drama yg menguji kesabaran saya, akhirnya tiket kami selesai juga dicetak. Meskipun tiket kami akhirnya 2X dicetak ulang karena salah nama dan juga ada kesalahan dalam penghitungan untuk biaya tambahannya sehingga credit card saya harus dilakukan ”void” 2X. Ckckck.Tapi akhirnya kami bisa check-in meskipun terburu-buru banget. Tapi setidaknya kami bisa masuk pesawat  tepat waktu.

Mungkin karena kami melakukan reschedule ticket, maka kami akhirnya mendapat kursi di paling belakang, mentok di dekat toilet. Sebenarnya buat saya pribadi duduk di mana saja tidak terlalu masalah banget. Apalagi kalau hanya terbang kurang lebih 2 jam. No problemo. Posisi kursi tidak penting. Paling-paling saya lebih sering tertidur di pesawat.

Setelah pesawat kami take off dan pesawat sudah berada di ketinggian mencapai 37,000 kaki, maka terdengar pengumuman bahwa lampu tanda sabuk pengaman sudah dimatikan. Artinya kami bebas mau pakai sabuk pengaman atau tidak. Atau boleh ke toilet atau tidak. Saya memilih duduk tenang dan memainkan game di smartphones saya. Satu orang  adviser saya memilih memandang awan-awan yg sedang berarak melalui jendela pesawat dan satu orang lagi yg sakit memilih tiduran.

Tak lama kemudian petugas pesawat sudah datang membawa troli makanan dan sibuk menawarkan berbagai jenis makanan karena memang sudah jadwal makan siang. Terdengar bunyi-bunyi  meja lipat di pesawat dibuka dan penumpang bersiap-siap untuk  makan siang. Kami pun bertiga  ikutan membuka meja lipat. Tapi sayang sekali salah seorang adviser saya agak  kesulitan membuka meja lipat tersebut karena seorang penumpang di depannya itu sedang mendorong kursinya ke belakang dan dalam posisi berbaring. Lalu dengan sangat sopan, adviser saya meminta tolong agar posisi kursi yg di depan itu dikembalikan dulu ke posisi standar. Karena beliau sulit mengatur meja lipatnya.

Tapi entah kenapa penumpang yg di depan tersebut dengan kasar menolak permintaan tersebut. Saya yg saat itu melihat kejadian itu kaget. Kaget karena memang saat itu sudah terlihat semua orang sedang mau makan siang. Bahkan penumpang yg kasar itu pun sedang membuka meja lipatnya. Pasti dia tahu dong, kalau dia mendorong kursi ke belakang saat jadwal makan siang begini akan membuat penumpang yg dibagian belakang dia, kesulitan mengatur meja lipatnya.  Kejadian ini  hampir membuat emosi saya meledak. Tapi karena sejak pagi dari Sikka-Maumere saya sudah mengalami berbagai drama, dari satu drama ke drama berikutnya, saya masih  mencoba mengontrol emosi saya. Jam 5 pagi saya sudah bangun dan mengatur persiapan agar kami bisa mendapatkan pesawat yg paling pagi dari Sikka. Karena Lion Air yg terbang dari Sikka ke Denpasar itu hanya 3X seminggu. Dan saya tak bisa membayangkan kalau saya tidak bisa mendapatkan pesawat paling pagi di hari itu, maka saya harus menunggu 2 hari lagi. Dan itu tak akan bisa menyelamatkan kaki adviser saya yg luka parah dan harus ditangani dokter  ahli di Jakarta. Maka pagi itu saya harus berkejaran dengan waktu dan harus konsentrasi penuh agar saya bisa menyelesaikan tugas saya dengan tepat dan benar. Tapi sayangnya ada saja peristiwa sepele yg disebabkan human error dari petugas hotel atau supir mobil yg disewa, dan  membuat segala sesuatunya serba menegangkan, adrenalin di jantung saya meningkat tajam. Meskipun pada akhirnya berbagai drama ini bisa dilalui dan tiket pesawat paling pagi tersedia dan bisa terbeli dan kami terbang dengan selamat sampai di Bali tapi drama itu cukup menguji kesabaran saya. Saya memang berhasil lolos dari amukan amarah saya. Berulang-ulang saya meredam amarah saya. Karena tugas utama saya saat ini adalah fokus menerbangkan adviser saya secepatnya ke Jakarta dan mendapat pengobatan terbaik di SOS Kuningan.

Maka drama  penolakan agar  sandaran kursi yg di dorong ke belakang ini bisa dinormalkan tapi dengan kasar ditolak oleh penumpang lainnya, bikin saya bener-bener pengen memaki si penumpang sialan ini. Saat itu saya masih menahan diri. Saya berdiri dan melihat penumpang tersebut ternyata orang asing alias bule. Tubuhnya tinggi besar dan kakinya panjang. Mungkin karena kakinya panjang maka dia berusaha mendorong kursi ke belakang agar dia bisa duduk nyaman. Sayang sekali kenyamanan yg diharapkannya itu menyebabkan kesengsaraan buat orang lain. Penolakannya ini pun menurut saya sebagai wujud dari sikapnya yg mau enaknya sendiri tanpa peduli orang lain sengsara atau tidak. Dilihat dari tampangnya sih dia cukup terdidik, ditambah lagi dia orang asing. Menurut saya, dia pasti tahu etika di pesawat dong.

Tiba-tiba saja segala jenis  sumpah serapah dan kutukan dan kalimat makian sudah menari-nari di benak saya. Rasanya lidah saya sudah gemes pengen memuntahkan segala sumpah serapah dan  dan makian ini. Ingin rasanya saya memaki untuk memuaskan amarah saya yg sudah akan meledak. Tapi sekali lagi saya mencoba tenang dan berpikir lebih jernih. Saya  menutup mata saya dan menarik nafas sejenak. Setelah itu saya bangkit dan memanggil seorang pramugrasi wanita. Saya minta tolong sang pramugari  agar meminta si penumpang yg di depan adviser saya ini mengembalikan posisi kursinya menjadi tegak dan kembali normal.  Sang pramugari datang dan dengan wajah  tegas meminta sang penumpang mengembalikan posisi kursinya menjadi tegak. Terlihat sang penumpang sialan ini  menggerutu tapi dengan terpaksa dia mengembalikan kursinya posisi tegak kembali. Mungkin karena masih tak puas, mulut penumpang si bule tadi masih bersungut-sungut.

Mendengar mulutnya masih bersungut-sungut, lalu saya bilang ke adviser saya begini dengan sedikit meninggikan suara saya, kalau dia masih tetap menggerutu terus, nanti saya akan memaki-maki dia. Sembari mengucapkan kalimat itu, rasanya seperti ada adegan film di kepala saya, yg menampilkan kalau saya sedang menampar si bule ini dengan tangan saya. Rasanya gambaran itu sedang menari-nari di benak saya. Hasrat ingin menampar si bule sialan ini begitu mendesak di otak saya. Tapi saya berusaha meredakan kemarahan saya sembari menutup mata saya. Saya ingin membunuh rasa galau di dada saya, karena menahan kesal. Cukup sudah drama hari ini saya bilang ke adviser saya ini. Adviser saya tersenyum simpul. Lalu dia bilang begini, saya tidak suka dia, sangat kasar. Tidak punya etika. Ini pertama kalinya saya terbang dan bertemu dengan orang yg kasar begini katanya.

Tak pernah terlintas di benak saya ada juga orang bule dengan balutan baju yg kelihatannya seperti orang terdidik begitu, tapi kurang punya etika. Tadinya kalau orang Indonesia, mungkin saya masih maklum kali ya. Mungkin baru pertama kali  naik pesawat jadi belum paham soal etika di dalam pesawat yg nota bene tetap angkutan umum dan sesama penumpang harus punya etika dan toleransi, karena ini bukan pesawat pribadi. . Tapi rasanya orang bule begini, hampir nga nyangkut di otak saya, nga mungkin banget deh. Lagian dia terbang di negara saya di pesawat nasional negara saya, bukan di negara dia. Kalau saya sedang terbang di negara mereka, terus dia memandang sebelah mata karena kami orang Asia, saya anggap dia mungkin bule rasis. Tapi ini di luar negaranya, bener-bener tidak sopan dan kurang ajar. Ini orang bule memang mau seenaknya dhewe aja. Perlu dihajar juga tuch bule sialan. Ampun dah. 

nuchan@082012
uji kesabaran

Sunday, August 19, 2012

Tennōji, Shinsaibashi and Dōtonbori River in Osaka

Saya balik ke Toyo Hotel, dan berniat segera check-in. Saya ingin mandi dan tubuh saya terasa lengket karena berkeringat. Udaranya memang sangat lembab. Berada di ruang tunggu Hotel Toyo ini memang bisa membuat tubuh saya merasa sejuk. Setelah menunggu seorang tamu yg sedang check-in, akhirnya tiba giliran saya. Saya meminta sang resepsionis untuk segera menerbitkan tagihan untuk malam ini dan juga untuk 24 Juli 2012. Saya memang sudah memutuskan akan tidur di hotel ini, saat akan kembali ke Indonesia. Karena menurut saya lokasinya cukup praktis saat akan menuju bandara KIX. Walaupun sebenarnya di mana saja di Osaka ini pasti sangat praktis menuju bandara KIX. Sistem transportasi kereta api yg luar biasa maju dan juga jumlah jalur kereta api juga sangat banyak. Hampir setiap 10-20 menit pasti ada kereta api yg melintas di sini. Jadi sebenarnya tak ada yg perlu saya khawatirkan, kecuali saya harus konsentrasi memikirkan kocek saya, yg dalam sekejab saja bisa terkuras karena biaya transportasi yg super-duber MAHAL.

Petugas hotel menjelaskan aturan dan juga fasilitas yg tersedia di sini. Dia juga menyerahkan password untuk WIFI, kunci kamar, sprei putih dan selimut tipis. Dia mengajak saya menuju kamar saya di lantai 2 No.225. Kamarnya tidak terlalu besar hanya ukuran 2.5MX1.5M. Hanya ada kasur, AC dan TV model lama yg 15 inch. Tapi ini lebih dari cukup buat saya. Saya puas karena bisa bebas tidur sendiri. Bisa buka baju dengan bebas tanpa pusing memikirkan teman sekamar. Bagus. Sederhana tapi bersifat pribadi. Petugas meninggalkan saya sendirian. Saya mulai merapikan kamar dan menyusun baju di hanger yg tersedia di sana. Membongkar ransel saya. Saya ingin merapikan kamar ini dan terus mandi menghilangkan rasa gerah di badan saya.

Saya turun ke lantai 1 kembali, karena kamar mandi hanya ada di lantai 1 dekat dengan ruang tamu dan dapur bersama. Kamar mandi yg digunakan bersama ini hanya ada dua buah. Untung masih jam 15an sore jadi hanya saya saja yg masih pengen mandi. Kamar mandinya pun sangat sederhana. Tapi lumayan ada sabun mandi cair, shampoo dan conditioner pelembut rambut, itu cukup membantu saya tak perlu membawa alat mandi. Saya memuaskan diri mandi dengan air hangat, rasanya ingin menghilangkan keringat dan daki yg menempel di tubuh saya. Wangi sabun cairnya membuat saya betah berlama-lama menggosok tubuh saya. Puas rasanya.

Habis mandi saya belum punya rencana sore ini. Tadinya saya mau ke kuil Tennoji, tapi kalau sore begini pasti sudah tutup. Saya turun ke resepsionis lagi,ingin  bertanya di mana shopping mall terdekat. Hasil info dari resepsionis bahwa di Tennoji Station juga ada shopping mall yg lumayan besar. Pilihannya bisa jalan kaki atau naik subway. Kalau jalan kaki kira-kira 15-20 menit saja katanya. Atau saya bisa ke sana dengan subway. Kalau naik subway dari Dobutsuenmae Station hanya one stop saja katanya. Not bad. Saya baru habis mandi jadi saya lebih suka naik subway untuk menghemat waktu saya. Saya pikir saya harus jalan-jalan untuk window shopping di sana.

Dari Dobutsuenmae Station(M22), saya naik subway Midōsuji Line ke Tennōji Station (M23). Sebelum naik subway, saya tanya petugas di sana, apakah saya bisa pakai Kansai Thru Pass saya ke Tennōji Station? Dia jawab, “Bisa”. Saya bisa pakai subway ke mana saja dengan Midōsuji Line ini. Wow, berita baik dong. Saya tak perlu bayar lagi. Bagus. Saya pun naik subway ke Tennōji Station. Suasana sore itu tidak terlalu padat, jadi saya bisa dapat duduk. Tapi yg menarik hati saya saat naik subway atau train di Osaka ini, para penumpangnya cukup suka berdiri. Walaupun ada kursi yg kosong, mereka akan dengan senang hati berdiri saja. Tidak gila rebutan kursi kayak di negeri saya. Menarik bukan?hahaha

Hanya satu stop saja, saya sudah tiba di Tennōji Station, tak lebih dari 1 menit saja. Saya keluar dari subway dan naik tangga menuju keluar. Saya baru sadar bahwa shopping mall di Tennōji Station ini terintegrasi dengan lokasi train dan subway. Dan memang hampir semua railway station di Jepang ini menyatu dengan pusat perbelanjaan. Ini memang ide yg baik, jadi saat mau belanja atau pulang dari pusat perbelanjaan kita bisa langsung naik train, atau subway atau bus.Praktis. Kalau kamu suka dengan segala sesuatu yg serba praktis, memang pilihan liburan yg tepat, saya pikir salah satunya adalah Jepang. Saya suka dengan segala kemudahan transportasi yg ada di sini. Semua tempat bersih dan teratur. Tidak ribet dan tidak ruwet kayak di negeri saya. Tapi memang semua kemudahan itu dibayar dengan harga yg pantas kalau tak mau saya sebut MAHAL.

Saya melakukan window shopping di seputar shopping mall yg ada di Tennōji Station ini. Tangan saya sibuk memotret semua lokasi yg ada di sana. Saya hanya berputar-putar tanpa memiliki minat untuk belanja. Saya memutuskan tidak akan belanja apapun, murni hanya window shopping. Kalau mengecek harganya saja, sudah hampir 3-4X lipat harga barang yg ada di Jakarta.Ckckck mahal.
Sebuah Yukata atau pakaian tradisional wanita Jepang di masa lalu, sedang dijual murah alias ada bargain sale.
Jangan heran kalau kamu ada di Jepang mereka tak merasa sungkan memadukan sepatu high-heels dengan kaoskaki yg serba casual ini...Modelnya lucu-lucu.
Bukan hanya mall saja yg ada di Tennōji ini, tapi banyak resto-resto yg menyediakan makanan Jepang dan arak di sana. Hampir setiap resto dipenuhi pengunjung yg sedang minum arak. Memang sepulang kerja pemandangan umum yg saya lihat di Jepang ini adalah resto dipenuhi pengunjung yg makan sambil minum arak.
Ada juga yg jual bunga-bunga yg ukuran kecil...Bagus dan cantik. Tapi jangan cek harganya yah...
Suasana mall yg menjual pakaian wanita saya pikir tidak ada yg istimewa mirip kayak mall di negeri saya. Nothing special.


Tak ada yg bisa menahan hati saya di  Tennōji ini, maka saya ingin melanjutkan jalan-jalan saya ke Shinsaibashi saja. Saya pilih naik subway lagi dari Tennōji Station ke Shinsaibashi Station. Subway membawa saya melaju menuju Shinsaibashi Station. Jarak tempuh dengan subway hanya 5 menit saja, setelah melintasi Dobutsuenmae, Daikokucho, Namba dan kemudian  Shinsaibashi Station(M19). Kini saya tiba di Shinsaibashi Station. Kembali menaiki anak tangga untuk keluar dari Shinsaibashi station. Tiba di luar saya kembali melihat pusat perbelanjaan. Kali ini suasananya jauh lebih ramai dari yg sebelumnya. Sore itu lampu-lampu jalan belum menyala semuanya. Lokasi ini didominasi gedung-gedung tinggi tapi warna-warni catnya tidak begitu menyolok. Semuanya cenderung menggunakan warna alam dan datar. Jalanan sebagian terlihat basah karena disiram hujan gerimis sebentar. Saat ini di Jepang memang sudah memasuki Tsuyu. Tsuyu adalah musim hujan diawal musim panas.

Sekitar awal Juni hingga pertengahan Juli, biasanya musim hujan menyirami hampir seluruh wilayah Jepang, dan disebut dengan Tsuyu (梅雨). Wilayah utara Jepang seperti Hokkaido memang tidak mengalami tsuyu, dan wilayah selatan Jepang seperti Okinawa mengalami tsuyu lebih awal dibanding daerah Kanto (Tokyo dan sekitarnya). Tsuyu ini diakibatkan oleh tumbukan massa udara antara udara dingin dari utara dan udara hangat dari selatan. Ketika memasuki bulan Juni,Juli dan Agustus, front udara hangat dari selatan semakin menguat dan akhirnya berhasil menekan mundur front udara dingin sehingga datanglah musim panas di Jepang yang lembab dan gerah. Dengan demikian, tsuyu adalah indikasi perubahan dari musim semi menjadi musim panas. Selama beberapa pekan selama tsuyu, hampir setiap hari selalu turun hujan. Hujan di Jepang agak berbeda dengan hujan di Indonesia. Hujan di daerah tropis seperti Indonesia biasanya cukup lebat dan berlangsung singkat seperti satu, dua atau tiga jam, sedangkan hujan di Jepang biasanya hanya hujan gerimis tapi dapat berlangsung selama berjam-jam atau bahkan seharian.

Saya berjalan-jalan sore itu menikmati suasana senja yg sedikit basah di seputar Shinsaibashi. Gedung pertama yg membuat saya tertarik adalah sebuah gedung bertingkat dan didominasi warna merah cerah. Setelah saya cek sampai ke dalam gedungnya, ternyata bangunan ini adalah arena bermain Pachinko. Pachinko adalah sejenis game yg sangat populer di Jepang.Begitu banyak mesin-mesin Pachinko yg berjajar rapi di sana. Para pelanggan yg ada di sana begitu ramai sekali. Bunyi yg sangat riuh dari bola-bola yg dipakai saat bermain Pachinko ini begitu menimbulkan bunyi-bunyi yg sungguh  gaduh di dalam gedung ini. Para petugas yg memakai baju serbahitam dan rambutnya dicat highlight warna-warni dan ditata sangat funky sekali. Celana dan kemeja hitam yg membalut tubuhnya begitu rapi dan parlente sekali. Mereka terlihat sangat sibuk mengatur dan mengantar bola-bola berwarna silver ini kepada para pelanggan yg memberikan sinyal agar petugas mendekat dan memberikan sekotak bola-bola Pachinko ini. Saya sampai terkagum-kagum melihat cara kerja para petugas yg sangat lincah dan cekatan sekali. Mereka berlari dari satu lorong ke lorong berikutnya bak sedang melakukan atraksi saja.Hebat.

Saya sibuk mengamati permainan ini dengan seksama. Melihat kemeriahan para pemain yg sangat serius nongkrong di depan mesin Pachinko masing-masing. Mereka bahkan tak peduli dengan kehadiran saya yg sedang mengamati tangan mereka yg bergerak menggoyang-goyangkan tuas di mesin Pachinko itu. Pelanggan yg ada itu campur baur, ada yg tua, ada yg muda, ada yg laki dan ada yg perempuan. Ramai sekali. Apa yg menarik dari game ini? Seluruh lantai gedung ini semuanya diisi dengan mesin Pachinko...Dan berita hebohnya, semua kursi di depan mesin Pachinko ini penuh terisi oleh para pelanggan yg sedang bermain di sana. Kira-kira berapa juta omzet mereka per hari kalau melihat semuanya ini. Bulu kuduk saya sampai merinding membayangkan betapa huge-nya bisnis Pachinko ini. Hmm saya hanya mendesah saja tak sanggup memikirkannya.
Pintu masuk menuju ruangan mesin Pachinko dihiasi dengan mawar merah yg ditata rapi dan cantik sekali. Merah seluruhnya persis seperti cat gedung ini merah menyala.
Setelah memasuki gedung ini, saya melihat beberapa pajangan yg disusun rapi di depan lobbi. Kalau tak salah itu semacam pajangan yg menuliskan berbagai jenis hadiah yg ditawarkan di sana. Semuanya merah menyala. Tampaknya pemiliknya menyukai semuanya serba merah...

nuchan@072012
to be continued

Friday, August 17, 2012

Okonomiyaki in Chitose's Resto - Osaka

Perut gue sudah lapar berat. Saran petugas Toyo Hotel yg menyarankan gue makan siang di resto kecil yg tak jauh letaknya dari hotel tersebut gue terima sepenuhnya. Gue hanya ingin makan siang yg serbamurah dan cepat. Setelah menitipkan tas dan ransel gue ke resepsionis, gue jalan kaki menuju resto itu. Baru jalan 5 menit, gue udah bingung dengan banyaknya jalan dan perempatan di sekitar sini, yg mana jalan menuju resto ini? Saat begini, gue semakin menyadari kalau gue kurang bisa baca peta dengan baik. Malas terjebak kebingungan gue menghampiri seorang petugas hotel lain yg ada di sekitar area ini, gue melihat begitu banyak bangunan hotel di sekitar sini. Hampir semuanya hotel.ckckck. Bahkan masih banyak hotel yg menawarkan harga yg lebih murah daripada Toyo Hotel ini. Padahal hasil pelacakan gue di website, gue hanya menemukan Toyo Hotel ini yg memberikan harga yg sangat kompetitif. Nyatanya di sini banyak yg lebih murah. Ampun dah.

Gue lalu menunjukkan peta dan nama restonya. Dia tersenyum manis sambil memberikan petunjuk, jalan mana yg harus gue tuju. Gue meneruskan jalan lagi menyusuri jalan kecil ini. Satu dua orang penduduk lokal saya temui sedang asyik berleyeh-leyeh di gang  tersebut . Tempat ini lumayan sepi di siang hari. Gue melihat gedung yg berjajar rapat sekali dengan jalan-jalan yg tidak terlalu lebar. Ini bener-bener pertama kalinya gue menyusuri gang-gang yg ada di Osaka. Gue melihat sisi lain dari kehidupan penduduk lokal di sini. Tiba-tiba gue merasakan pengalaman lain yg berbeda. Gue memang berharap melihat lebih banyak aktivitas sehari-hari penduduk lokal di sini. Supaya gue tahu apa yg mereka lakukan sehari-hari, tidak hanya sekedar mencari daerah turis saja. Rasanya lebih menarik kalau gue bisa melihat langsung kebiasaan penduduk lokalnya. Gue suka saat bertanya dan mereka dengan mimik penuh perhatian menolong dan menjelaskan ke gue. Mungkin ada untungnya gue bisa bahasa Jepang jadi tak ada perasaan khawatir saat memulai komunikasi dengan penduduk lokalnya. Mereka pun merasa nyaman karena gue bisa bahasa Jepang, sehingga mereka bisa menolong lebih mudah tanpa kendala bahasa sama sekali.  Ini perjalanan yg relatif tidak menimbulkan debaran yg terlalu banyak karena gue merasa yakin dan nyaman tak memiliki kendala bahasa saat berada di sini. Saat gue butuh dan pengen bertanya semuanya berjalan lancar saja. Akhirnya setelah 2X bertanya, gue tiba juga di sebuah resto kecil ini yg bernama Chitose.
Resto Chitose ini hampir sama saja dengan umumnya resto kecil yg ada di Jepang yg saya temui. Kecil dan efisien penataan kursi-kursinya. Saat gue masuk ke dalam ruangan resto ini tak ada seorang tamu pun di sana. Gue hanya sendiri. Pemiliknya seorang pria setengah baya tersenyum manis menyambut gue. Mungkin dia aneh melihat perempuan asing berkulit sawo matang memasuki restonya. Gue pun tersenyum manis mengimbangi keramahannya. Gue bilang mau mengecek menu dulu. Beliau lalu menyerahkan menu ke tangan gue. Ada beberapa menu dengan nama Jepang tapi tak jelas isinya apa ya? Satu persatu nama menu dan isinya gue tanya ke ownernya,dia lalu menjelaskan isinya dan rasanya. Beberapa saat gue ragu-ragu mau memilih menu yg mana ya, setelah dipertimbangkan maka gue memilih makan ”modan yaki” yg isinya campuran beef dan noodle beserta bumbu lainnya yg dibuat sendiri recipenya sama sang owner. Sembari beliau memasak, gue malah sibuk menonton acara drama siang yg ada di TV saat itu. Soalnya posisi gue duduk itu persis menghadap layar TV dan juga dekat dengan tempat memasak okonomiyaki itu. Sang owner sembari memasak, mengajak gue bercakap-cakap.

”Datang dari negara mana?”
”Indonesia”.
”Di kota mana?”
”Jakarta. ”
”Anda kenal negara saya?Indonesia.”
”Yeah, saya tahu negara Anda Indonesia dari TV. Saya melihat beberapa kali tentang Indonesia di TV.”
”Yeah, biasanya orang Jepang kenal negara saya karena Pulau Bali.
Apakah Anda pernah dengar Pulau Bali?”
”Yeah, orang Jepang senang berlibur ke Bali. Katanya indah sekali.”
”Ya, saya pikir Pulau Bali memang indah. Anda pernah ke Bali?”
”Belum.”
”Saya harap Anda harus coba berlibur ke sana.”
”Yeah. Saya sangat ingin berlibur. Tapi sulit rasanya meninggalkan resto ini karena kalau tutup terlalu lama pelanggan akan kesulitan.”
”Berapa lama Anda akan tinggal di Osaka? Apakah Anda bekerja di sini atau belajar?”
”Oh tidak. Saya hanya berlibur selama 2 minggu saja.”
”2 minggu? Singkat sekali.”
”Apakah Anda sendiri?”
”Ya, saya sendirian.”
”Oh Anda sangat berani.”
”Hahaha ya, itu biasa untuk beberapa wanita di Indonesia. Sekarang banyak wanita dari berbagai negara yg travelling sendirian.”
”Ya..banyak yang sudah berubah saat ini.”
”Tapi kenapa Anda bisa bahasa Jepang?Anda belajar di mana?”
”Karena saya bekerja di perusahaan Jepang di Indonesia. Saya memang pernah belajar bahasa Jepang. Dan atasan saya hampir semuanya orang Jepang. Kami biasanya berkomunikasi pakai bahasa Jepang. Jadi mungkin saya sedikit terlatih karena mereka.”
”Oh,pantesan Anda bisa bicara lancar sekali. Saya suka mendengarnya.
Bagaimana menyebutkan ”Anata ga suki desu. Matawa Ai shite iru” dalam bahasa Indonesia?”
”Aku cinta padamu.”
”Oh kalau begitu Aku cinta padamu!”

Mimik wajahnya yg serius saat menyebutkan ”Aku cinta padamu” ini dengan lafal yg pas, membuat gue tertawa terpingkal-pingkal. Gue bener-bener tersenyum karena dia begitu lucu. Gue sangat senang karena dia ramah sekali. Gue menyaksikan tangannya yg lincah menari-nari membuat campuran bumbu modan yaki ini. Lalu gue bilang biasanya orang Jepang menyukai rasa yg sangat datar ya, tidak suka dengan rasa dengan bumbu yg sangat kuat. Di negara saya, kami sangat menyukai makanan dengan bumbu yg sangat kuat dan pedas. Kadang-kadang lidah saya, serasa kayak terbakar sesaat saat memakan cabe atau bumbu yg sangat pedas. Kadang karena terlalu pedas, saya sampai menangis hahaha.  Dia tersenyum mendengar cerita saya. Lalu dia menawarkan untuk membagi dua modan yaki saya dengan dua rasa yg berbeda. Setengah dengan rasa yg original di Osaka ini dan setengahnya lagi dia akan menambahkan bumbu dengan rasa dan bumbu yg lebih kuat. Saya menjawab, ”Oh terima kasih banyak, kalau itu bisa dilakukan. Saya akan senang sekali. Silakan.” Akhirnya dia membaginya menjadi dua rasa yg berbeda. Oh gue begitu terharu dengan kemurahan hatinya melayani gue. Saat kami berbincang-bincang, ada seorang pria masuk dan kelihatannya dia pun ingin makan siang di sini. Gue lihat dia memesan Asahi Beer dan memesan okonomiyaki juga. Gue  meliriknya sejenak, dia terlihat sibuk sedang membaca koran yg ada di tangannya. Kami meneruskan berbincang-bincang. Dan sesekali pria itu melirik kami berdua. 
Setelah asyik berbincang, tak terasa menu modan yaki gue sudah matang dan siap disantap. Aduh air liur gue sudah mau menetes melihat modan yaki ini. Lalu gue tanya ke sang owner gimana cara memakannya, karena ini pertama kalinya gue makan modan yaki. Jadi nga punya clue sama sekali. Lalu dia mengajarkan saya cara memotong dan mengunakan sendoknya. Katanya kudu dimakan saat panas jadi rasanya bisa terasa di lidah gue.Hmmm semoga gue berhasil melakukannya. Pelan-pelan gue potong modan yaki yg rasanya kuat, dan mendekatkannya ke mulut gue sambil menghembuskan nafas gue ke modan yaki ini, untuk mengurangi rasa panasnya, perlahan-lahan masuk ke mulut gue dan rasa bumbunya memang sangat kuat, rasa noodle-nya yg digoreng juga terasa gurih dan ada slice beef-nya ini pun terasa nikmat ditambah taburan cheese yg menempel di sana menimbulkan sensasi rasa yg baru di lidah gue.Gurih dan enak. 

Rupanya melihat mimik muka gue yg coba menikmati modan yaki ini, dia, sang owner ini penasaran dan ingin mendengar komentar gue. Dia tanya, bagaimana rasanya? Gue tersenyum bilang ”weenak” Dia balas tersenyum. Kelihatannya dia puas mendengar komentar  gue. Pasti dia takut kalau gue tak menyukai rasanya hehehe. Walaupun ini pertama kalinya gue makan modan yaki dan masih merasa kagok dengan rasanya tapi gue yakin ini memang gegar budaya baru buat gue. Gue tetap suka dengan rasanya yg gurih. Gue mencoba mencicipi  kedua rasa yg disajikannya, dua-duanya memang enak. Masing-masing punya kenikmatan sendiri. Gue meneruskan makan modan yaki gue, sembari kadang-kadang kami berbincang-bincang. Gue merasa nyaman berada di sana. Gue bener-bener menikmati makan siang yg nikmat dan ketemu dengan sang owner yg menyajikan masakannya dengan resep sendiri dan juga memasak dengan hati tulus. Gue bisa lihat di matanya. Resto ini kecil banget tapi bersih dan menyajikan okonomiyaki yg enak sekali. Gue bener-bener jatuh cinta dengan resto ini. Berulang-ulang gue tersenyum melihat sang owner yg sedang sibuk meracik bumbu di dekat dapur ini. Tak terasa waktu berlalu begitu cepat karena jam tangan gue sudah menunjukkan pukul 14:00 siang. Gue harus balik ke Toyo Hotel dan check in. Gue lalu permisi minta tagihannya berapa. Dia lalu bilang semuanya 700 yen. Gue menyerahkan uang seribu yen ke tangannya. 
Ketika mengembalikan uang kembaliannya ke gue, dia tiba-tiba bilang ingin kasih hadiah kipas tangan ke gue. Dia menyerahkan sebuah kipas tangan yg masih baru dan terbungkus rapi. Gue kaget dan tak tahu harus bilang apa ya. Gue hanya tersenyum sumringah dan bilang terima kasih banyak untuk kebaikan Anda.  ”Saya suka dengan okonomiyaki yang Anda masak. Enak sekali. Terima kasih banyak ya.” Aduh mimpi apa saya diberikan kipas tangan sebagus ini. Dia bilang lagi ” Aku cinta padamu” hahaha Gue balas tersenyum juga hahaha ”Yah yah aku cinta padamu juga” hahaha. Ini memang kejadian yg gue tak pernah duga sebelumnya. Lalu gue tanya nama Anda siapa? Dia jawab, ”Hideki Maeda” Terima Kasih Maeda-san. Saya akan ingat terus nama Anda. Terima kasih ya Anda sangat ramah sekali. Mungkin bukan harga kipasnya atau keindahan kipasnya yg membuat gue terharu sekali, tapi pemberian itu memang tulus dari beliau. Mungkin dia juga bahagia berbincang-bincang dengan gue. Selalu memang mengharukan kalau kita bertemu dengan seorang  asing di negara lain dan mereka bisa pakai bahasa ibu kita sendiri, akan memberikan kebahagiaan dan kesenangan tersendiri. Seperti ada kedekatan emosional tersendiri. Dan kita menjadi merasa dekat karena dijembatani bahasa yg sama. Ahhh hidup memang penuh kejutan.


Gue lalu mencoba memotret dia kembali dengan kamera Canon gue. Gue merasa terharu dengan semua kebaikannya ini. Gue hanya bisa memberikan senyuman manis saja. Gue masih surprise, jadi hanya bisa senyum saja. Gue pun pamit pisah dan mau balik ke hotel. Maeda-san bilang "sampai bertemu lagi dan hati-hati di jalan.Gue pun bilang terima kasih banyak. Dan kami pun harus berpisah. Mengapa setiap kali kita jatuh cinta dengan sebuah tempat dan kemudian harus diakhiri dengan perpisahan.  Rasanya berat tapi memang harus dilakukan. Gue akan membawa kenangan ini sepanjang jalan bertamasya di Jepang.

Hari pertama di Osaka, gue sudah diberkati dengan kebaikan seseorang yg baru gue kenal. Bukankah ini sering membuat kita jatuh cinta dan mencintai hidup ini karena diberikan kesempatan bertemu dengan orang-orang yg baik hati. Ini pula yg gue sukai dari travelling, gue selalu punya kesempatan bertemu dan menemukan berbagai kebaikan dari seseorang dari berbagai belahan dunia dengan cara yg sangat mengejutkan. Gue tak pernah menduga bahwa gue akan bisa berjumpa dengan segala keajaiban yg ada di muka bumi. Life is beautiful indeed. Aku cinta padamu Maeda-san. Kamu memang baik sekali! hahahaha. Artikel ini khusus gue tulis untuk mengenang kebaikan,keramahan dan nikmatnya masakan okonomiyaki buatan kamu. Sampai jumpa lagi di lain hari! Osaka, I am in love.

nuchan@072012
Osaka, I am in love.