Friday, July 9, 2010

Seorang ayah munafik

Ayah munafik

Semasa duduk dibangku SMP kelas 3 saya punya seorang sahabat dekat yg sangat periang. Pergi sekolah bareng, pulang sekolah juga bareng. Kalau ada PR dari sekolah pun kita berdua selalu mengerjakan bareng. Dan kami berdua selalu mengerjakan PR di rumahnya. Saya suka berada di rumahnya karena walaupun mereka 5 bersaudara 3 adiknya masih kecil-kecil tapi di rumahnya itu selalu rapi dan tertib tidak berisik. Suasana rumahnya begitu tenang. Ayahnya seorang staff yg bekerja di Kantor Urusan Agama dan ibunya seorang guru di SMP Negeri 2.  Ayahnya seorang yg sangat disiplin dalam menegakkan peraturan di rumah mereka. Pertama, sembahyang 5 waktu tidak boleh terlambat, kalau habis pulang ke rumah, jangan lupa harus segera membersihkan diri alias mandi. Mandi sore paling lambat pukul 5 sore. Kalau sudah sore semua anak perempuan di larang duduk-duduk di teras depan rumah. Bila ada yg coba-coba melanggar aturan ini, alamat akan dipukul pantatnya pakai rotan.  Aturan yg sangat ketat ini, nyaris sempurna dipatuhi semua anggota  keluarganya. Jadi bisa dibayangkan betapa tertibnya rumah mereka. Selain tertib rumah sahabat saya ini pun sangat bersih dan resik, tak ada yg boleh buang sampah sembarangan, semua harus pada tempatnya, pokoknya TOP MARKOTOB. Kalau ayahnya berwibawa dan sangat disiplin, ibunya justru periang dan humoris sekali, mirip kayak sahabat saya, tiada hari tanpa tawa hehehe.

Ketika liburan sekolah tiba, sahabat saya dan keluarganya berencana pulang kampong untuk menjenguk neneknya.Rencananya mereka berlibur di kampong neneknya selama seminggu katanya. Sementara saya dan teman-teman saya yg lain juga punya rencana akan piknik ke air terjun yg tidak terlalu jauh dari kota tempat saya tinggal.  Dan kami akan berkemah satu malam di sana, pergi Sabtu pagi dan pulang Minggu sore. Semua persiapan piknik dan kemah sudah kami persiapkan dengan matang. Saya sudah membayangkan piknik yg menyenangkan. Berkemah di dekat bukit cemara, malamnya kami akan menyalakan  api unggun sambil bernyanyi riang, Minggu pagi-pagi kami akan hiking sejauh 2KM menuju air terjun. Ohh membayangkannya saja saya sudah exciting sekali. Apa yg saya angankan sebelumnya memang pada akhirnya hampir  terwujud semuanya,begitu menyenangkan, mengasyikkan dan tak terlupakan. Sayang seribu sayang liburan saya yg nyaris sempurna tersebut, tercoreng luka yg sangat menyakitkan dan tak pernah bisa saya lupakan bahkan sampai detik ini pun saya tak bisa lupa dengan kejadian yg menjijikan tersebut. Ceritanya ketika sudah selesai mandi-mandi di air terjun, saya dan teman-teman saya akan mengganti baju dan celana kami yg sudah basah dengan pakaian yg masih kering yg telah kami persiapkan di ransel masing-masing. Karena di sekitar air terjun saat itu masih ada beberapa anak lelaki yg masih mandi-mandi maka kami memutuskan untuk ganti baju, jalan sedikit naik  ke atas  bukit tapi dekat dengan rerimbunan pohon sambil menggunakan sarung kami bergiliran ganti baju. Tapi karena tubuh saya sudah kedinginan sekali, saya sudah tak sabar menunggu giliran saya, maka saya berinisiatif mau ganti baju sendiri  sajalah. Dari dekat tempat kami berdiri di depan sana kalau berjalan naik lagi sekitar 150m saya melihat ada pondok kecil yg dinding2nya terbuat dari nipah, maka tanpa pikir panjang saya berlari kecil menuju pondok tersebut, dan mendorong pintu penyekatnya, tapi ketika saya pintunya terbuka  betapa kagetnya saya ada sepasang manusia Adam dan Hawa  yg sedang asyik masiuk berciuman dan saling menindih tubuhnya, saya yg tak siap dan tak terpikir bahwa akan melihat pemandangan yg mengerikan ini langsung sontak kaget berteriak kecil sambil menutup mulut saya, mata saya melotot bingung dan marah, mereka pun kaget setengah mati melihat saya, mungkin mereka pun tak menduga kehadiran saya, tidak hanya kaget dgn pemandangan aneh ini, yg lebih bikin saya hampir jatuh pingsan adalah laki-laki itu laki-laki itu adalah ayah teman saya yg sehari-harinya terlihat berwibawa dan sangat disiplin itu sedang memuaskan nafsu bejat dan biadabnya dengan perempuan lain yg bukan istrinya, di sini  dipondok dekat air terjun ini. 

Saya karena panic luar biasa akhirnya lari terbirit-birit kayak dikejar syetan. Tubuh saya gemetar dan menggigil. Teman-teman saya bingung lihat muka saya pucat pasi. Dengan sedikit khawatir teman saya memegang dahi saya, takut kalau-kalau saya demam. Saya tak berani berterus-terang dengan teman yg lainnya. Saya Cuma diam membisu dan tak tahu harus berbuat apa. Saya seperti orang linglung, resah dan tak berdaya. Bagaimana saya harus bersikap? Bagaimana saya harus menghadapi sahabat karib saya? Apakah saya harus menceritakan kisah tolol ini kepada sahabat saya? Apakah saya sebaiknya diam saja? Apa yg harus saya lakukan? Saya merasa hancur berantakan, seperti batu yg dibenturkan ke dinding beton tebal dan tubuh saya rontok tak kuat menahan kejutan ini. Dua hari setelah liburan saya jatuh sakit dan tak nafsu makan.  Saya benci dengan ayah teman saya. Saya marah tak terbendung. Sejak selesai libur sekolah saya putuskan untuk tak berkunjung lagi ke rumahnya. Saya tak sudi melihat lelaki munafik dan menjijikan itu. Lelaki yg terlihat berwibawa dan suci itu tak lebih dari lelaki bejat yg memuak

To be continue
nuchan@08072010
copyright

No comments:

Post a Comment