Demo lagi demo lagi. Para buruh yg bekerja di pabrik, mulai memanas. Semakin hari semakin tak jelas nasib para buruh Indonesia. Bermunculan UU terbaru yg semakin memberatkan para buruh. Produk UU yg terbaru ini tentu hasil kolaborasi para pejabat dan pengambilan keputusan di pemerintahan dengan para pengusaha yg tak puas dengan segala UU Perburuhan yg lama yg menurut mereka sangat memberatkan para pengusaha.
Produk China yg murah meriah mulai mengempur habis-habisan pasar Indonesia dan pasar dunia. Siapa sih yg tidak tahu bahwa produk China ini seperti air yg bisa ditemukan dimana-mana. Murah meriah. Daya beli masyarakat yg semakin hari semakin rendah membuat para konsumen ini memilih membeli produk-produk China yg murah meriah ini. Walaupun secara kualitas dan keramahan lingkungan perlu diuji dan dipertanyakan ulang. Tapi siapa yg mau peduli. Pemerintah saja tidak mau tahu apalagi rakyat, yg hidupnya sudah Senin-Kamis. Bagi kebanyakan orang saat ini, lebih urgent adalah membeli barang murah dan terjangkau kocek mereka yg semakin hari semakin tipis.
Pabrik-pabrik yg tidak siap menghadapi gempuran produk China ini akan gulung-tikar hanya dalam hitungan bulan saja. Banyak buruh yg tiba-tiba menjadi pengangguran massal. Belum lagi para buruh ini tidak dilindungi oleh UU Perburuhan yg semakin hari semakin buruk. Jadilah mereka PHK tanpa pesangon sama sekali. Lihat saja beberapa pabrik tekstil yg bangkrut gara-gara terpukul habis oleh produk China ini. Pemerintah yg sedianya menjadi pelindung rakyatnya, malah cuci tangan, ikutan bengong menjadi penonton atas kemelaratan para rakyatnya yg semakin menjadi. Perjanjian CAFTA yg didengungkan akan mengangkat ekonomi rakyat justru menggilas habis ekonomi rakyat. Semua bingung.Pengambilan keputusan atas CAFTA ini masih saja bisa berkelit dan bersilat-lidah. Ciri khas pemimpin Indonesia, bukan hanya jago pencak-silat saja tapi juga bersilat-lidah. Malah penguasa tertingginya masih sempat curhat gajinya belum pernah naik selama 7 tahun berkuasa, belum lagi beliau mengeluhkan jalanan menuju istana merdeka selalu macet, saat beliau pulang dan pergi tugas, sehingga perlu dipikirkan sebuah helikopter buat beliau dan para pengawalnya. Ohlala betapa ironisnya dengan nasib rakyat, yg hanya menuntut kebutuhan primer mereka harus berteriak-teriak berdemo dijalanan yg sangat terik dan panas. Oh akan kemanakah kau kini pergi para buruhku?
Nasibmu terjungkal di tangan para anggota dewan yg kebanyakan tidur dan bertengkar bak anak TK kata Gus Dur dan ditangan para penguasa yg suka berdendang riang. Kebanyakan bikin album daripada ngurusin negara yg sudah di ujung tanduk. Koruptor sudah bak semut banyaknya tapi para penguasa keadilan ikut-ikutan bermain petak-umpet juga. Setiap koruptor tertangkap, alih-alih diadili malah tiba-tiba sakit dan lupa ingatan pula. Ampun dah. Bangsa ini makin hari makin bejat saja moral penguasanya.
Ratusan tahun yg lalu bangsa kita dijajah Belanda. Dipaksa kerja rodi membangun jalan-jalan raya, jembatan-jembatan, menara atau mercu suar di pantai-pantai yg ada di Indonesia, membangun gedung-gedung pemerintahan tuan penjajah VOC, dipaksa kerja siang malam tanpa gaji, hanya diberikan makan secukupnya seperti anjing saja. Orang Indonesia yg lahir dan dibesarkan di tanah airnya yg kaya-raya dan subur bagaikan surga yg berlimpah susu dan madu, tapi justru rakyatnya hidup melarat dan terpinggirkan. Kita menjadi buruh dan babu di negeri sendiri.
Dibutuhkan seorang pemimpin yg visioner untuk membebaskan negeri ini dari perbudakan bangsa penjajah Belanda. Sukarno-Hatta dan para pahlawan yg tidak bisa lagi kita sebutkan namanya satu persatu telah membebaskan negeri ini dari ganasnya para penjajah dari luar. Ditengah krisis dunia, Sukarno-Hatta memproklamirkan kemerdekaan RI , 17 Agustus 1945.
Tapi tengoklah 65 tahun kemudian, apa yang terjadi? Rakyat kembali terjajah. Kali ini justru dijajah oleh bangsa sendiri. Para penguasa itu menjajah rakyatnya sendiri.Menghisap darah rakyatnya sampai titik darah penghabisan. Kalau dulu mereka menjajah dengan mencambuk tubuh-tubuh yg malang itu sampai mati. Tapi kini mereka tak butuh cambuk betulan untuk membunuh rakyatnya. Cukup dengan duduk manis di sebuah bangunan mewah ber-AC di Senayan sana, mereka menggodok UU yg sangat pahit dan beracun buat rakyatnya. Produk UU Perburuhan yg terbaru yg melukai dan meracuni seluruh buruh ini. Mereka dipaksa bekerja tanpa jaminan apa-apa. Mereka dipaksa kerja rodi dengan sebuah produk UU yg menyesatkan dan mematikan. Mereka mati terkulai ditangan bangsa sendiri. Oh akan kemanakah nasibmu buruhku?
Lalu saya mulai bertanya, apakah betul kita telah merdeka? Merdeka dalam arti yg sesungguhnya. Ataukah hanya kemerdekaan semu saja, merdeka secara fisik tapi terjajah secara pikiran? Entahlah. Saya sedang bingung. Bingung menyaksikan para tuan penguasa dan para wakil rakyat yg duduk di dewan sana, mereka setiap hari ribut bertengkar gara-gara gedung dewan yg saat ini kurang canggih, kurang nyaman, kurang elit, kurang kurang kurang...tak ada hentinya para penguasa dan para dewan terhormat ini menghisap darah rakyat demi kenyamanan mereka sendiri. Jangan tanyakan hati nurani mereka. Saya yakin mereka sudah tak punya hati nurani lagi. Oh akan kemanakan nasibmu kini negeriku?
Kemana gaung ”Indonesia, gema ripah loh jinawi” itu lenyap dan terbang tertiup angin padang? Kemana perginya semboyan ”gotong-royong”? Entahlah. Negeri ini sakit keras. Rakyatnya sudah sekarat, tapi penguasa masih saja berdendang riang. Oh akan kemanakah nasibmu kini negeriku? Oh akan kemanakah nasibmu buruhku? Kini kita hanya menunggu keajaiban dan angin segar di bulan Juni 2011.
nuchan@062011
Catatan Jumat 10-06-2011
No comments:
Post a Comment