Sunday, May 29, 2011

Mr.Young, Seoulwise Guesthouse & The City of Love

Perjalanan menuju Seoul yg berliku-liku membuat saya dalam hitungan bulan saja  bisa mendapatkan pelajaran moral yg sangat berarti dan mungkin juga salah satu unforgettable memory in the rest of my life. Mengingat semua perjalanan itu,  kadangkala mataku memanas ingin menangis. Mungkin bukan tangis kesedihan tapi lebih kepada tangis haru bahwa hidup ini selalu penuh kejutan dan unpredictable.

Dulu memang saya tak pernah bermimpi untuk bisa jalan-jalan ke Negeri Ginseng ini. Saya kenal negara Korea melalui buku, televisi atau media lainnya, tapi tak pernah secuilpun dalam benakku ada keinginan  akan pergi atau berkunjung ke negeri ini. Bukan persoalan keuangan yg membatasi mimpiku ke sana, kalau memang ingin ke sana dengan modal menabung bertahun-tahun mungkin masih sangguplah untuk berkunjung ke sana. Yg menjadi soal adalah tak ada satu hal pun yg menghubungkan  saya dengan Negeri Ginseng ini, baik secara pendidikan, pekerjaan atau emosi atau budaya atau apa saja. Malah saya terkesan tak terlalu mengenal negeri ini dengan baik.  Jadi ada benernya juga pepatah ini : Tak kenal maka tak sayang.

Kota impian saya

Dari dulu kalau ada yg bertanya, pengen menjelajahi negara mana? Maka yg segera terlintas dibenak saya itu negara Prancis, kota Paris dengan Menara Eiffel yg megah dan sudah tersohor ke seluruh dunia. Saya bermimpi bahwa suatu hari nanti saya akan berdiri di sana dan menatap dengan mata kepala saya sendiri,  rangkaian baja hitam yg tersusun indah dan kokoh itu. Mungkin buat kamu yg punya uang segudang dan berkantong tebal, apalah artinya Menara Eiffel itu. Dalam hitungan jam, mungkin kamu sudah bisa terbang dan sampai di sana. Tapi bagi saya, yg terlahir sebagai orang Indonesia, dengan penghasilan pas-pasan maksudnya pas dibutuhkan pas lagi cekak, maka Prancis dengan Menara Eiffel  itu terasa bagaikan impian yg sangat jauh buat saya. Bukan hanya butuh waktu untuk menabung uang, tapi juga butuh memiliki visa untuk bisa masuk ke sana. Kebayang nga sich orang Indonesia dengan dana pas-pasan, mengurus visa ke Eropa, ohlala tidak akan semudah yg kamu bayangkan. Paspor ijo saja sudah bikin repot kalau masuk Eropa atau USA. Kecuali kamu terlahir sebagai orang Malaysia, maka urusan visa tinggal di Eropa dan Amerika bukan sebuah masalah besar. Mereka bisa tinggal di Eropa selama 6 bulan tanpa harus repot ngurus visa segala atau tak perlu repot dicurigai sebagai teroris segala.

Berburu tiket murah


Okay back to the topic. Alkisah AA membuka jalur penerbangan ke Seoul dengan harga yg sangat kompetitif, membuat saya tiba-tiba tergerak untuk membeli ticket penerbangan point to point yaitu Jkt-KL-Seoul-KL-Jkt dengan harga yg masih reguler tapi cukup terjangkau kocek saya. Walaupun pas mau beli tiket itu pakai hitung kancing dulu nie. Setelah semalaman hitung kancing, baru saya putuskan beli tiket ke Seoul ini dengan segala resikonya. Resikonya tiket terbeli tapi visa kemungkinan bisa  diterima atau ditolak, saya belum tahu sama sekali. Saya belum pernah  mengurus visa ke Korea.  Saya hanya berlandaskan  dreams building yg pernah saya tulis di laptop saya, bahwa ada nama negara Korea di sana, jadi saya nekat beli tiket PP, padahal belum jelas visa diterima atau ditolak. Yg penting buat saya, beli saja dulu tiketnya. Ntar baru dipikirin gimana caranya mendapatkan visanya. Bahkan setelah beli tiket itu, selama berbulan-bulan saya tak pernah berpikir atau mengingatnya lagi.  Lah saya beli tiketnya  Senin, 09 Agustus 2010 dan berangkat baru bulan May 2011. Kebayang nga jaraknya 9 bulan dari tanggal pembelian tiket itu. Kalau mengandung tuch,  udah keburu beranak dulu kali,  baru berangkat. Ayak-ayak wae. Saking pengen dapat tiket yg terjangkau kocek saya. Duch kasihan banget yah. Kere tapi pengen melanglang buana ke seluruh jagat raya. Yah begitu dech caranya. Semua hal harus disiasati dengan cermat. Nekat dan sungguh repot dan berliku-liku tajam kayak kelok 44 yg di Padang sonolah, bikin pusing dan mual banget. Ampun dah!

Singkat cerita akhir Maret 2011, saya mulai berjibaku mengurus visa Korsel ini dengan segala drama yg mengikutinya. Belum lagi diikuti dengan drama raibnya paspor ijo saya 2 hari sebelum tanggal keberangkatan. (Yg bikin saya tiba-tiba panik dan perasaan saya campuraduk tak karuan, ohlala bener-bener pengen ketawa kalau ingat kejadian itu) Pokoknya kalau dituliskan di sini bisa panjang dan lama kayak coklat nano-nano. Mendingan saya persingkat saja yah. Intinya walaupun berliku-liku dan penuh drama tapi tetap saja saya bisa tiba dengan selamat di Negeri Ginseng ini.

Seoulwise Guesthouse

Selama di Seoul saya pilih menginap di Seoulwise Guesthouse. Karena saya berencana traveling sendirian maka menginap di guesthouse menjadi pilihan yg tepat buat saya. Saya sebut tepat karena harganya relative murah dibandingkan harga nginap di hotel. Kebayang khan kalau nginap di hotel, gila mehong abis boo…Mana di Seoul pula. Biaya hidup sangat tinggi, sama mahalnya kayak di Tokyo. Ohlala  harga ubi goreng aja sepotong 500Won, kalau dirupiahkan 4ribu rupiah sepotong. (Makanya kalau lagi beli makanan, harus stop menggunakan nilai tukar hahahaha…Lah kalau dipikirin nilai tukarnya malah nga bisa menelan makanan deh…Ubi goreng sepotong = sebungkus nasi uduk di Indonesia  hahaha. Ampun dah)

Menginap di guesthouse biayanya bisa patungan dengan para traveler yg lainnya. Saya menginap di dormitory 4 beds, harga per malam sekitar 20ribu Won, dengan berat hati saya sebutkan, masih terjangkau kocek saya. Masih dapat sarapan pagi pula, roti panggang dan susu walapun harus disiapkan sendiri yah hehehe. Jangan harap ada yg meladeni. Serba selfservice.


Seoulwise Guesthouse ini dikelola oleh Mr.Young. Saya pertama kali datang ke Seoulwise Guesthouse ini sangat terkesan dengan keramahtamahan Mr.Young. Beliau menyambut semua tamunya dengan wajah ramah dan sukacita. Saat pertama kali datang, Mr.Young akan menjelaskan dan menunjukkan semua fasilitas yg tersedia disana  sembari menjelaskan aturan-aturan yg berlaku di guesthouse ini.(Ini sich standar yah di semua guesthouse)  Sebagai tambahan yg sangat membantu saya sebagai orang asing adalah dia meminjamkan kartu T-Money selama berada di sana. (T-Money adalah kartu yg bisa kamu gunakan untuk moda transportasi subway atau  train selama berada di Seoul. Menggunakan kartu T-Money ini selama di Seoul sangat menolong sekali, selain praktis, saya pun bisa menghemat biaya transport) Kartu ini sebenarnya bisa kamu beli di bagian information centre  yg ada di subway. Harganya hanya 2,500Won. Bisa digunakan tanpa batas waktu sama sekali. Jadi kalau kamu sering bepergian ke Seoul, sebaiknya beli saja kartu ini. Tapi kalau pun kamu belum tahu kapan akan datang lagi ke Seoul, boleh juga beli kartu ini sebagai kenang-kenangan kalau kamu sudah pernah ke Seoul hahaha. Tetap narsis.

Selama saya menginap di Seoulwise Guesthouse ini, banyak hal yg mencuri hati saya. Saya sangat suka menginap di sana. Bukan saja sikap dan keramahan Mr.Young ini yg membuat tamu-tamunya betah dan merasa nyaman seperti tinggal di rumah sendiri, tapi kondisi kamar tidur yg sangat rapi, tempat tidur yg empuk diberi linen putih yg bersih, selimut atau bed cover yg tebal dan wangi. Yg paling penting kamar mandi berada di dalam kamar, memang ukurannya kecil tapi sangat bersih.Wall paper di kamar pun sangat sejuk dan menyenangkan. Saya pikir harga yg ditawarkan dengan kualitas pelayanan yg diberikan sangat pantas. Ini Seoul, semuanya mehong abis. Harga 20ribu Won masih setengah harga tas abal-abal yg dijual di Myeongdong Market seharga 40,000Won.Ampun dah.

Setelah 2 malam menginap, saya mulai melihat dengan jelas kenapa Mr.Young begitu berhasil mengelola guesthouse ini nyaris sempurna. Seoulwise guesthouse ini baru berdiri tahun 2010 tapi sudah begitu terkenal di kalangan backpacker yg sedang berlibur di Seoul. Bila kamu memesan online via http://www.hostelbookers.com/hostels/south-korea/seoul/57410/, maka kamu akan melihat bahwa Seoulwise ini menduduki rating pertama dengan reviews dari para pengunjung yg rata-rata menulis bahwa guesthouse ini sangat layak dicoba hehehe.

Mr. Young adalah owner dari guesthouse ini. Beliau pun ternyata seorang traveler sejati yg sangat hobbi fotografi. Photo-photo hasil jepretannya yg menjelajahi berbagai negara di dunia terpampang dengan indah di setiap dinding di dekat tangga. Melalui photo-photo yg dipajang itu, saya baru sadar mengapa Mr.Young bisa mengelola gusthouse ini dengan sangat baik karena memang dia sudah tahu betul apa yg menjadi keinginan dan harapan setiap tamu yg ingin menginap. Dia tahu apa yg diharapkan seorang traveler. Bukan hanya harga kamar dan tempat strategis saja, tapi sentuhan keramahan dan senyum tulus yg menghangatkan hari-hari siapa saja yg singgah di sana. Senyum selamat pagi yg khas darinya, diikuti dengan tanya apa saja acara kita hari itu. Dan beliau  dengan senang hati akan membantu memberikan pengarahan mengenai bagaimana mencapai tempat-tempat  yg akan kita kunjungi hari itu.  Bahkan kadang-kadang kalau beliau tidak sibuk, dia akan mengantarkan kita ke tempat yg kita tuju. Semua dilakukannya dengan rasa sukacita yg tulus sekali. Itu yg membuat guesthouse ini memiliki kenangan tersendiri untuk setiap tamu yg singgah di sana. Sentuhan pribadi pemiliknya,Mr.Young.

Sikap beliau yg sungguh hangat membuat saya sangat terkesan. Dan senyum tulusnya itu telah memberikan sebuah inspirasi buat saya. Bekerja dengan hati memang selalu menjadi impian setiap orang. Alangkah nikmatnya bekerja dan menggeluti bidang yg sangat kita sukai. Semua yg ada di guesthouse ini merupakan rangkaian dari pengalaman hidup pribadi beliau yg sudah sangat panjang dalam memaknai asam garam kehidupan.  Saya tiba-tiba terinspirasi dan rasanya pengen menjalani hidup seperti beliau. Melayani semua orang yg kita temui dengan senyum tulus. Merasakan kebahagiaan orang lain seolah-olah itu bagian dari kebahagiaan kita pula. Dulu ada seorang teman saya yg tulis di wall FBnya, bahwa orang yg bisa turut berbahagia dengan tulus dengan kebahagiaan orang lain adalah manusia setengah dewa. Mungkin apa yg ditulis teman saya itu ada benernya, itu sebabnya berita buruk,aib,musibah atau dukacita lebih diminati  orang lain. Mungkin karena sifat manusia memang suka iri dengan kebahagiaan orang lain. Kalau orang lain mengalami musibah, maka kita panjatkan doa syukur karena bukan saya atau kamu yg mengalami musibah itu. Tapi kalau orang lain sedang bahagia atau sedang beruntung, maka kita selalu bertanya : mengapa bukan saya yg beruntung, mengapa dia? Kedengarannya aneh tapi itu fakta.

Mr.Young yg baik dan ramah serta Seoulwise Guesthouse yg hangat di musim semi tahun 2011 telah membangunkan  sebuah inspirasi di pikiran saya. Saya ingin menjadi manusia yg lebih baik seperti Mr.Young. Doakan saya bisa berhasil. Kini Korea Selatan bukan lagi negara asing buat saya, kunjungan saya yg singkat,  telah membuat  saya mengenal dan mengenang Seoul dengan kenangan dan catatan perjalanan yg tak akan pernah saya lupakan di sisa hidup saya. For sure, I will visit you again Seoul soon. Mr.Young, Seoulwise Guesthouse dan kota Seoul yg penuh cinta akan menjadi kenangan indah dan abadi di sepanjang sisa hidup saya. I am in love with you!

nuchan@29052011
From The City of Love

No comments:

Post a Comment