Thursday, November 17, 2011

From drama to drama

Saya sedang bingung mau memulai kisah saya dari mana. Sejak perpindahan saya ke Business Development Group, hampir bisa dipastikan bahwa no day without drama. Saya pun kurang tahu, apakah saya harus mensyukuri semua drama ini atau justru memakinya. Mungkin sisi baiknya, drama demi drama ini membuat saya bertumbuh pesat tentang dunia pekerjaan saya yg baru. Sisi negatifnya emosi saya up and  down kayak roller coaster. Saya sebenarnya selalu berniat untuk tetap tenang dan sabar. Setiap pagi sebelum berangkat bekerja saya mulai rajin berdoa kepada Tuhan supaya memberikan saya hikmat dan kesabaran. Tapi pada saat kejadian-kejadian konyol itu datang bertubi-tubi dan tak berhenti, saya tiba-tiba kehilangan kesabaran saya. Saya sering tak habis pikir, bagaimana mungkin pekerjaan yg sangat mendasar sekali pun tidak berjalan dengan benar. 

Contoh paling mendasar sekali, pada saat terima barang pesanan dari pihak luar, pasti yg dicek itu jenis barang yg dipesan itu sama tidak dengan PO yg sudah diterbitkan. Kedua,  jumlahnya sama tidak dengan PO yg sudah diterbitkan. Ketiga, kualitas barang yg dipesan, sama tidak dengan kualitas yg disepakati, harus sesuai sample yg sudah ditandatangani atau yg sudah disepakati kedua belah pihak. Ini kayaknya sangat-sangat mendasar. Tapi anehnya pekerjaan seperti ini, tidak dilakukan dengan bener oleh petugas yg sudah bertahun-tahun bekerja di sini. Bagaimana bisa hal ini terjadi. Sehingga barang yg sudah dipesan sekian lama baru diketahui ternyata tidak sesuai kualitas yg disepakati. Bener-bener konyol.

Adalagi yg lebih konyol, untuk staff yg sudah cukup lama bekerja di bidangnya, bisa-bisanya saat dikasih tugas yg jelas, batas waktu yg jelas, standar prosedur pekerjaan yg jelas, tapi saat selesai melakukan sesuatu tugas tidak segera melaporkan tugasnya kepada atasannya. Semuanya menunggu ditanya dulu. Tak punya inisiatif  pula untuk melaporkan kalau ada masalah. Kalau sudah masalah besar baru ngomong muter-muter bikin habis waktu mendengarkannya. Bener-bener kacau. Kalau staff baru ya masih bisa dimaklumi juga. Tapi staff yg sudah lama bekerja, masak sih nga tahu pengetahuan mendasar begini. Ampun dah.

Drama berikutnya, semula saya pikir bahwa yg sering lelet,lambat,lemot,oon itu cuma sebagian orang Indonesia saja. Secara di dunia internasional, orang Indonesia itu cukup dikenal sebagai koruptor kelas wahid, shopaholic, kurang etos kerja,dll. Saya sering berpikir bahwa mind-set sebagian orang Indonesia itu bermasalah berat. Sampai akhirnya saya harus sering berhubungan dengan beberapa orang asing di beberapa negara. Saat itu saya baru menyadar bahwa orang asing pun ada yg superlelet,lambat,lemot,oon, dan sebagainya yg terkait dengan kebodohan, kelalaian dan ketololan. Mungkin aib mereka sebagai orang asing tertutupi dengan beberapa orang asing yg memang memiliki kualitas yg superbaik dan negara mereka terbilang sebagai negara maju. Sehingga sebagian dosa-dosa ketololan bangasa asing tertutupi.

No comments:

Post a Comment