Minggu lalu saya pilih ibadah sore hari karena lebih adem buat saya dan paginya saya masih bisa bermalas-malasan di tempat tidur sambil menonton Oprah Show. Ibadah sore itu selalu adem dan umat yg beribadah pun tidak terlalu penuh jadi saya bebas memilih kursinya.
Ditengah ibadah yg sedang khusuk tiba-tiba hape saya berdering sangat kencang sekali, saya jadi panik buru-buru mematikannya. Entah kenapa saya lupa memindahkannya ke silent mode. Alamak bikin kacau saja. Sebelum saya matikan, saya sempat lihat nama abang saya muncul di layar hape saya. Karena penasaran, saya coba menyalakan hape saya kembali sambil mengecilkan volumenya sampai sisa segaris saja. Lalu saya sms ke abang saya, menanyakan apakah ada yg urgent banget? Saya sedang ibadah sore di gereja. Aneh, kenapa abang saya tiba-tiba telepon ke saya? Rasanya sudah setahun lamanya dia tak berkomunikasi dengan saya. Tiba-tiba jantung saya berdegup kencang sekali, khawatir ada berita buruk dari kampung halaman saya. (seminggu yang lalu, memang saya dapat kabar dari kakak perempuan saya bahwa kakak ipar saya sedang operasi batu empedu.)
Pikiran buruk segera menari-nari dibenak saya, jangan-jangan ada masalah ya? Sekejab saya dilanda galau yg sangat hebat. Tapi saya berusaha menepis pikiran buruk itu. Maka saya sms dengan terburu-buru, menanyakan ada apa? Ada kabar apa? ( Maaf Nuchan masih ibadah)
Tak lama abang saya reply dan hanya bilang : Apa kabar? Sehat semua?
Lalu saya jawab : Saya sehat dan baik-baik saja. Tapi adik saya yg tinggal serumah dengan saya masih kurang sehat karena habis menjalani operasi hemorrhoid. Abang saya cukup kaget juga dan langsung bilang nanti kalau selesai ibadah dan sudah tiba di rumah telpon ya katanya. Saya jawab ok.
Pukul 21:00 malam abang saya telpon lagi, masih bertanya panjang lebar tentang penyakit adik saya. Saya jawab sebisanya saja. Dan tidak berapa lama telpon sudah berpindah ke kakak ipar saya, katanya kakak ipar saya pengen ngobrol. Lalu kakak ipar saya masih bertanya hal yang sama juga tapi lebih detail. Kakak ipar saya juga bicara kalau dia habis menjalani operasi batu empedu. Mumpung belum pensiun katanya dioperasi saja. Kebayang khan biaya operasi di rumah sakit swasta di RI ini sangat-sangat mahal. (walaupun antara harga yg mahal tak sebanding dengan pelayanan yg kita terima hehehe Indonesia gitu lo hehehe) Jadi tak salah juga kalau kakak ipar saya lebih memilih operasi batu empedu ini dengan ditanggung biayanya oleh perusahaan tempat dia bekerja. (tapi saya pikir biaya operasi itu nga ada apa-apanya buat perusahaan kakak ipar saya yg sudah berkiprah berabad-abad yg lalu. Lonsum gitu lo..Taukan perkebunan karet ternama itu..hehehe) Katanya dia sudah berpikir untuk pensiun saat usia 50 tahun. Sudah cukup katanya mengabdi selama 30 tahun. Kakak ipar saya pengen fokus mengurusi bisnis toko obatnya yg sudah semakin besar katanya. (Hmm bagus juga sich,retire young retire rich hehehe)
Setelah puas bercerita tentang bisnis dan penyakitnya, tiba-tiba topik pembicaraan berubah drastis ke urusan pribadi saya. Dengan suara yg sedih dan berkeluh-kesah, kakak ipar saya begitu prihatin melihat saya, yg tak kunjung menyudahi masa lajang. Katanya betapa resahnya dan khawatir dia dengan keadaan ini. ( Bingung khan seolah-olah status I'm Single and I'm Happy itu kayak sejenis penyakit kusta di mata kakak ipar saya hahaha )
Hampir setiap malam dia memanjatkan doa, agar saya dan adik saya segera menemukan jodoh. Kalimat klasik yg sudah sering saya dengar dari tahun jebot sampai detik ini belum berubah juga yaitu : Jangan pilih-pilih lagi dek! Kamu sih masih pilih-pilih juga. Jangan bikin standar terlalu tinggi. Tak baik perempuan hidup sendiri. Sudah kodrat perempuan harus menikah. Untuk apa mengejar karier. Hidup itu jangan ngoyo, cari uang melulu. Kepuasan itu tak ada habisnya. Makin dicari makin jauh dan kita tak pernah mencapai titik kepuasan. Sudahlah, belajar berhenti mengejar segala bentuk kesenangan duniawi. Sampai kapan kamu mau sendiri? ( Nah lo diserang habis-habisan saya hanya melongo saja. Diam membisu seribu bahasa )
Setelah kakak ipar saya, puas ceramah dan kotbah panjang lebar, saya hanya tertawa terpingkal-pingkal. Untuk menenangkan hatinya yg galau, saya kasih penghiburan dan bilang begini : Sabar saja kak! Semuanya akan indah pada waktuNya hahaha. Sambil ngakak-ngakak. Dengan suara yg semakin resah, dia bilang begini : Dek, dek. Kamu kalau dikasih tahu ketawa terus. Kasihanlah sama kakak dan abang ini. Apa kata orang dek? ( Kalau tahun lalu saya dengar kalimat-kalimat ajaib ini maka bisa dipastikan hape akan langsung saya matikan atau kakak ipar saya sudah saya maki-maki sepuas hati saya. Bahkan mungkin dia saya ceramahin ulang. Apa urusannya kakak mengatur dan mengurusi hidup saya. Jangan sok-sok kayak peduli deh. Ngapain kakak ngurusin yg bukan urusannya. Urus saja hidup kakak. Emang menikah kayak mau beli baju apa. Kalau kesempitan tinggal disedekahkan saja ke tetangga atau kalau kebesaran tinggal dikecilkan saja ke tukang jahit. Ini bukan baju. Ini hidup saya. Susah senang saya yg rasa. Bukan kalian. Jadi tutup mulut kalian semua. Berhenti mengurusi yg bukan urusan kalian. Duh kebayang nga sih kalau sampai saya ceramah juga kayak gitu hahaha Betapa sakit hati dan terlukanya hati kakak ipar saya)
Tapi tak secuil pun kalimat itu meluncur dari bibir saya. Saya hanya tersenyum dan tertawa. Saya berusaha menenangkan kakak ipar saya. Kalimat-kalimat yg dikemukakan kakak ipar saya itu memang membosankan dan mengelikan di telinga saya. Tapi saya memilih berdamai dan mencoba memahami posisi kakak ipar saya. Tentu dia memang khawatir karena dia yg menjadi tokoh sentral atau kakak ipar pertama yg dituakan dan dihormati di keluarga saya. Dia bertanggungjawab atas semua hidup adik-adik iparnya. Suka atau tidak suka, kakak ipar saya sudah memikul beban itu sejak dia menikah dengan abang kandung saya yg pertama. Di dalam adat Batak yg benar, mereka berdua adalah Ama dohot Ina ( Bapak dan Ibu sebagai pengganti orang tua saya yg sesungguhnya ) untuk semua keluarga besar saya. Dan kakak ipar saya memang masih memegang teguh adat-istiadat Batak yg benar. Dan saya pun tak bisa menyalahkan pola pikirnya saat ini. Untuk menghiburnya saya hanya tersenyum saja. (Andai saya jadi kakak ipar saya, apakah saya akan bertindak dan berpikir yg sama? Entahlah. Saya kurang tahu.)
Tapi saya masih maklumlah dengan pola pikir kakak ipar saya, yg dibesarkan dan dididik beda zaman dengan saya. Itu sangat bisa dimaklumi. Anda jangan heran, teman saya yg sudah bermukim di negara maju saja dan yg nota bene pendidikannya jauh lebih tinggi dan pengalamannya tentang hidup di negara maju sudah segudang, tapi masih tetap sama pola pikirnya dengan kakak ipar saya. Jenis pertanyaannya pun masih persis sama. ” Kapan menikah?” Indonesia banget gitu lo... Bagi sebagian orang Indonesia yg sangat religius ini, hidup itu sudah ada pakemnya. Mulai dari lahir, dibesarkan,bersekolah, bekerja, menikah,punya putra-putri, langgeng pernikahan punya anak cucu bahkan sampai cicit, sakit menua,meninggal dunia, masuk ke liang kubur dan kembali ke haribaan Sang Pemberi Hidup. Itu pakem yg umum yg berlaku di Indonesia. Bila ada yg keluar dari pakem ini, maka bisa dipastikan Anda harus siap-siap dicecar habis dengan pertanyaan yg sangat standar itu ” Kapan menikah?”. Suka atau tidak suka, Anda harus siap. ( Seolah-olah menikah itu adalah tujuan hidup. Seolah-olah kalau sudah menikah, langsung semuanya berubah. Hidup jadi lebih mudah. Hidup jadi happy forever ever after bak dongeng Pangeran dan Putri hidup bahagia selamanya di istananya )
Saya tidak anti pernikahan. Saya juga bahagia melihat mereka yg bahagia setelah menikah. Tapi saya hanya mau bilang begini : Berhenti mengunci pikiran Anda dengan rumusan : Kalau saya menikah, saya akan bahagia. Kalau saya punya anak, saya akan bahagia. Kalau saya punya anak laki-laki dan perempuan lengkap, saya akan bahagia. Kalau dan kalau dan kalau...yg tak ada habisnya. Berhenti untuk membuat syarat-syarat yg berat untuk kebahagiaan Anda sendiri. Ganti dengan : saya akan bahagia walaupun tanpa bla bla bla...Putuskanlah untuk selalu bahagia dalam keadaan apapun. Jangan biarkan keadaan dan orang lain mendikte kebahagiaan Anda. Berbahagialah!
Saya tidak bilang kalau rumusan bahagia itu bahwa Anda hidup dalam keadaan bebas masalah. Bukan. Bukan itu maksud saya. Berbahagialah dalam setiap detik perjalanan hidup yg Anda jalani. Bahkan ketika Anda diterpa badai persoalan. Hidup ini terlalu singkat untuk dimaknai dengan segala tetek bengek yg kurang penting dan keresahan yg sia-sia. Bukankah ada tertulis di sebuah buku suci : 1 Peter 5:7 ( 7 Casting all your care upon him; for he careth for you.) 7 Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu.
Saya tidak bermaksud sok religius bawa-bawa kitab suci segala atau menggurui Anda sekalian. Tapi buat saya hidup itu terlalu berharga untuk dimaknai hanya seputar urusan pernikahan. Jangan jadikan pernikahan itu sebagai sebuah tujuan hidup. Hiduplah seperti air, mengalir dan mengalir dan mengalir. Itu saja sudah cukup. “Water can carve its way, even through stone. And when trapped, water makes a new path”.
Aduch kayaknya sudah panjang lebar kali tinggi nie saya cerita. Mendingan saya sudahin saja ya..Betewe belum terlalu basi khan kalo saya katakan bahwa I'm Single and I'm Happy ...hahhahaha...Ciaooo!
Ditengah ibadah yg sedang khusuk tiba-tiba hape saya berdering sangat kencang sekali, saya jadi panik buru-buru mematikannya. Entah kenapa saya lupa memindahkannya ke silent mode. Alamak bikin kacau saja. Sebelum saya matikan, saya sempat lihat nama abang saya muncul di layar hape saya. Karena penasaran, saya coba menyalakan hape saya kembali sambil mengecilkan volumenya sampai sisa segaris saja. Lalu saya sms ke abang saya, menanyakan apakah ada yg urgent banget? Saya sedang ibadah sore di gereja. Aneh, kenapa abang saya tiba-tiba telepon ke saya? Rasanya sudah setahun lamanya dia tak berkomunikasi dengan saya. Tiba-tiba jantung saya berdegup kencang sekali, khawatir ada berita buruk dari kampung halaman saya. (seminggu yang lalu, memang saya dapat kabar dari kakak perempuan saya bahwa kakak ipar saya sedang operasi batu empedu.)
Pikiran buruk segera menari-nari dibenak saya, jangan-jangan ada masalah ya? Sekejab saya dilanda galau yg sangat hebat. Tapi saya berusaha menepis pikiran buruk itu. Maka saya sms dengan terburu-buru, menanyakan ada apa? Ada kabar apa? ( Maaf Nuchan masih ibadah)
Tak lama abang saya reply dan hanya bilang : Apa kabar? Sehat semua?
Lalu saya jawab : Saya sehat dan baik-baik saja. Tapi adik saya yg tinggal serumah dengan saya masih kurang sehat karena habis menjalani operasi hemorrhoid. Abang saya cukup kaget juga dan langsung bilang nanti kalau selesai ibadah dan sudah tiba di rumah telpon ya katanya. Saya jawab ok.
Pukul 21:00 malam abang saya telpon lagi, masih bertanya panjang lebar tentang penyakit adik saya. Saya jawab sebisanya saja. Dan tidak berapa lama telpon sudah berpindah ke kakak ipar saya, katanya kakak ipar saya pengen ngobrol. Lalu kakak ipar saya masih bertanya hal yang sama juga tapi lebih detail. Kakak ipar saya juga bicara kalau dia habis menjalani operasi batu empedu. Mumpung belum pensiun katanya dioperasi saja. Kebayang khan biaya operasi di rumah sakit swasta di RI ini sangat-sangat mahal. (walaupun antara harga yg mahal tak sebanding dengan pelayanan yg kita terima hehehe Indonesia gitu lo hehehe) Jadi tak salah juga kalau kakak ipar saya lebih memilih operasi batu empedu ini dengan ditanggung biayanya oleh perusahaan tempat dia bekerja. (tapi saya pikir biaya operasi itu nga ada apa-apanya buat perusahaan kakak ipar saya yg sudah berkiprah berabad-abad yg lalu. Lonsum gitu lo..Taukan perkebunan karet ternama itu..hehehe) Katanya dia sudah berpikir untuk pensiun saat usia 50 tahun. Sudah cukup katanya mengabdi selama 30 tahun. Kakak ipar saya pengen fokus mengurusi bisnis toko obatnya yg sudah semakin besar katanya. (Hmm bagus juga sich,retire young retire rich hehehe)
Setelah puas bercerita tentang bisnis dan penyakitnya, tiba-tiba topik pembicaraan berubah drastis ke urusan pribadi saya. Dengan suara yg sedih dan berkeluh-kesah, kakak ipar saya begitu prihatin melihat saya, yg tak kunjung menyudahi masa lajang. Katanya betapa resahnya dan khawatir dia dengan keadaan ini. ( Bingung khan seolah-olah status I'm Single and I'm Happy itu kayak sejenis penyakit kusta di mata kakak ipar saya hahaha )
Hampir setiap malam dia memanjatkan doa, agar saya dan adik saya segera menemukan jodoh. Kalimat klasik yg sudah sering saya dengar dari tahun jebot sampai detik ini belum berubah juga yaitu : Jangan pilih-pilih lagi dek! Kamu sih masih pilih-pilih juga. Jangan bikin standar terlalu tinggi. Tak baik perempuan hidup sendiri. Sudah kodrat perempuan harus menikah. Untuk apa mengejar karier. Hidup itu jangan ngoyo, cari uang melulu. Kepuasan itu tak ada habisnya. Makin dicari makin jauh dan kita tak pernah mencapai titik kepuasan. Sudahlah, belajar berhenti mengejar segala bentuk kesenangan duniawi. Sampai kapan kamu mau sendiri? ( Nah lo diserang habis-habisan saya hanya melongo saja. Diam membisu seribu bahasa )
Setelah kakak ipar saya, puas ceramah dan kotbah panjang lebar, saya hanya tertawa terpingkal-pingkal. Untuk menenangkan hatinya yg galau, saya kasih penghiburan dan bilang begini : Sabar saja kak! Semuanya akan indah pada waktuNya hahaha. Sambil ngakak-ngakak. Dengan suara yg semakin resah, dia bilang begini : Dek, dek. Kamu kalau dikasih tahu ketawa terus. Kasihanlah sama kakak dan abang ini. Apa kata orang dek? ( Kalau tahun lalu saya dengar kalimat-kalimat ajaib ini maka bisa dipastikan hape akan langsung saya matikan atau kakak ipar saya sudah saya maki-maki sepuas hati saya. Bahkan mungkin dia saya ceramahin ulang. Apa urusannya kakak mengatur dan mengurusi hidup saya. Jangan sok-sok kayak peduli deh. Ngapain kakak ngurusin yg bukan urusannya. Urus saja hidup kakak. Emang menikah kayak mau beli baju apa. Kalau kesempitan tinggal disedekahkan saja ke tetangga atau kalau kebesaran tinggal dikecilkan saja ke tukang jahit. Ini bukan baju. Ini hidup saya. Susah senang saya yg rasa. Bukan kalian. Jadi tutup mulut kalian semua. Berhenti mengurusi yg bukan urusan kalian. Duh kebayang nga sih kalau sampai saya ceramah juga kayak gitu hahaha Betapa sakit hati dan terlukanya hati kakak ipar saya)
Tapi tak secuil pun kalimat itu meluncur dari bibir saya. Saya hanya tersenyum dan tertawa. Saya berusaha menenangkan kakak ipar saya. Kalimat-kalimat yg dikemukakan kakak ipar saya itu memang membosankan dan mengelikan di telinga saya. Tapi saya memilih berdamai dan mencoba memahami posisi kakak ipar saya. Tentu dia memang khawatir karena dia yg menjadi tokoh sentral atau kakak ipar pertama yg dituakan dan dihormati di keluarga saya. Dia bertanggungjawab atas semua hidup adik-adik iparnya. Suka atau tidak suka, kakak ipar saya sudah memikul beban itu sejak dia menikah dengan abang kandung saya yg pertama. Di dalam adat Batak yg benar, mereka berdua adalah Ama dohot Ina ( Bapak dan Ibu sebagai pengganti orang tua saya yg sesungguhnya ) untuk semua keluarga besar saya. Dan kakak ipar saya memang masih memegang teguh adat-istiadat Batak yg benar. Dan saya pun tak bisa menyalahkan pola pikirnya saat ini. Untuk menghiburnya saya hanya tersenyum saja. (Andai saya jadi kakak ipar saya, apakah saya akan bertindak dan berpikir yg sama? Entahlah. Saya kurang tahu.)
Tapi saya masih maklumlah dengan pola pikir kakak ipar saya, yg dibesarkan dan dididik beda zaman dengan saya. Itu sangat bisa dimaklumi. Anda jangan heran, teman saya yg sudah bermukim di negara maju saja dan yg nota bene pendidikannya jauh lebih tinggi dan pengalamannya tentang hidup di negara maju sudah segudang, tapi masih tetap sama pola pikirnya dengan kakak ipar saya. Jenis pertanyaannya pun masih persis sama. ” Kapan menikah?” Indonesia banget gitu lo... Bagi sebagian orang Indonesia yg sangat religius ini, hidup itu sudah ada pakemnya. Mulai dari lahir, dibesarkan,bersekolah, bekerja, menikah,punya putra-putri, langgeng pernikahan punya anak cucu bahkan sampai cicit, sakit menua,meninggal dunia, masuk ke liang kubur dan kembali ke haribaan Sang Pemberi Hidup. Itu pakem yg umum yg berlaku di Indonesia. Bila ada yg keluar dari pakem ini, maka bisa dipastikan Anda harus siap-siap dicecar habis dengan pertanyaan yg sangat standar itu ” Kapan menikah?”. Suka atau tidak suka, Anda harus siap. ( Seolah-olah menikah itu adalah tujuan hidup. Seolah-olah kalau sudah menikah, langsung semuanya berubah. Hidup jadi lebih mudah. Hidup jadi happy forever ever after bak dongeng Pangeran dan Putri hidup bahagia selamanya di istananya )
Saya tidak anti pernikahan. Saya juga bahagia melihat mereka yg bahagia setelah menikah. Tapi saya hanya mau bilang begini : Berhenti mengunci pikiran Anda dengan rumusan : Kalau saya menikah, saya akan bahagia. Kalau saya punya anak, saya akan bahagia. Kalau saya punya anak laki-laki dan perempuan lengkap, saya akan bahagia. Kalau dan kalau dan kalau...yg tak ada habisnya. Berhenti untuk membuat syarat-syarat yg berat untuk kebahagiaan Anda sendiri. Ganti dengan : saya akan bahagia walaupun tanpa bla bla bla...Putuskanlah untuk selalu bahagia dalam keadaan apapun. Jangan biarkan keadaan dan orang lain mendikte kebahagiaan Anda. Berbahagialah!
Saya tidak bilang kalau rumusan bahagia itu bahwa Anda hidup dalam keadaan bebas masalah. Bukan. Bukan itu maksud saya. Berbahagialah dalam setiap detik perjalanan hidup yg Anda jalani. Bahkan ketika Anda diterpa badai persoalan. Hidup ini terlalu singkat untuk dimaknai dengan segala tetek bengek yg kurang penting dan keresahan yg sia-sia. Bukankah ada tertulis di sebuah buku suci : 1 Peter 5:7 ( 7 Casting all your care upon him; for he careth for you.) 7 Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu.
Saya tidak bermaksud sok religius bawa-bawa kitab suci segala atau menggurui Anda sekalian. Tapi buat saya hidup itu terlalu berharga untuk dimaknai hanya seputar urusan pernikahan. Jangan jadikan pernikahan itu sebagai sebuah tujuan hidup. Hiduplah seperti air, mengalir dan mengalir dan mengalir. Itu saja sudah cukup. “Water can carve its way, even through stone. And when trapped, water makes a new path”.
Aduch kayaknya sudah panjang lebar kali tinggi nie saya cerita. Mendingan saya sudahin saja ya..Betewe belum terlalu basi khan kalo saya katakan bahwa I'm Single and I'm Happy ...hahhahaha...Ciaooo!
nuchan@29032011
Berbahagialah!
No comments:
Post a Comment