Mengapa
harus solo travel? Perempuan pula. Bahaya tidak? Apakah cukup berharga untuk
melakukan solo travel? Pertanyaan seperti ini pasti akan muncul saat kamu akan melakukan
solo travel, apalagi ke luar negeri. Hmm tambah dicecar banyak pertanyaan.
Kalau
saya pribadi ditanya, kenapa sich harus repot-repot solo travel. Sepi lagi.
Garing banget, jalan sendiri. Tidak punya teman ngobrol atau ngerumpi atau
apalah. Apa nga jadi bisu tuch jalan sendiri. Mungkin tidak semua orang bisa
memahami hal ini. Tapi jangan kecil hati, nga usah pusing juga memikirkan jalan
pikiran atau sudut pandang orang lain yg tidak bisa memahami hal ini. Karena
memang bukan tugas kamu membuat mereka mengerti. Kalau saya pikir lebih baik
berprinsip : Anjing menggongong, kafilah berlalu hehehe..EGP! Emang gue
pikiran!
Kenapa
saya harus solo travel?
Dulu
saya termasuk kategori perempuan paling penakut. Tidur sendirian saja saya
ketakutan, bisa semalaman saya tak bisa tidur kalau tidak ada teman tidur. Dari
sejak kecil, saya selalu tidur satu ranjang dengan kakak perempuan saya. Jadi
praktis selama ¼ abad hidup saya, tidur bareng kakak saya.
Saya
mulai belajar tidur sendirian sejak kakak saya memutuskan menikah dan mengikuti
suaminya hidup di luar Pulau Jawa. Saat itu saya sempat mengalami depresi dan
susah tidur. Selama 3 bulan saya selalu tidur ketakutan, seperti ada
bunyi-bunyi yg aneh saat saya mau tidur. Dan kerapkali tengah malam saya
terbangun dan memeriksa ulang semua jendela dan pintu rumah, terkunci atau
tidak. Dan itu sungguh sangat menyiksa sekali buat saya. Saya malah sempat
diopname seminggu di RS Jakarta karena terserang penyakit typus. Katanya
kecapean dan kurang tidur. Yah iyahlah gimana nga kurang tidur, wong tiap hari
saat tengah malam pasti terbangun.
Bener-bener edan!
3
bulan lamanya tidur malam adalah menjadi ajang penderitaan buat saya. Plus
bonus opname di RS. Saat itu saya pikir ini bener-bener gila. Saya harus
berubah, kalau tidak mau hidup saya bak di neraka. (Belum tahu juga sih hidup
di neraka kayak apa hahaha) Tapi intinya saya harus memutuskan bahwa saya harus
berani. Mind-set saya harus segera dirubah.
Momen
yg paling penting kenapa saya berubah adalah saat kontrak rumah saya di Bulak
Rantai Kramat Jati Jakarta Timur sudah habis. Dan saya harus segera memperpanjang
dan membayar biaya kontrakan setahun penuh. Saat yg sama juga rumah yg sudah saya
beli di Mutiara sudah bisa dipakai tapi penduduk di sekitar perumahan itu masih
sepi banget. Dua hal ini membuat saya harus segera memutuskan sikap saya, mau
meneruskan perpanjangan kontrak rumah atau pindah rumah segera ke Mutiara tapi
resikonya hidup di daerah yg masih sepi dan jauh dari pusat keramaian. Malah di
perumahan saya ini, suara jangkrik masih bisa terdengar jelas hehehe.Setelah
diperhitungkan dengan matang, akhirnya saya putuskan pindah rumah segera.
Keputusan
ini adalah awal di mana saya mulai belajar berani menghadapi kenyataan bahwa
saya harus berani tidur sendiri. Aneh bin ajaib, setelah seminggu saya tinggal
di rumah saya sendiri, lambat laun saya tidak parno lagi saat tidur malam hari.
Bahkan setelah berjalan setahun penuh, saya pikir saya sudah sembuh total. Saya
tidak takut lagi tidur sendiri. Bahkan saya mulai menikmati betapa asyiknya
tidur sendirian. Saya bebas melakukan aktivitas di kamar saya tanpa ada yg
mengganggu. Tempat tidur yg luas 2x2m membuat saya bebas tidur berguling ke
mana saja. Tak ada yg mengganggu. Saya bebas bangun menurut kemauan saya. Tidak
ada yg menyuruh saya harus bangun, atau tidak ada yg memerintah saya harus
melakukan apa. Saya bener-bener bebas dan menikmati kesendirian saya yg menurut
saya membuat saya jadi tenang dan bahagia banget. Top! Saya tak pernah menduga
kalau saya bisa sembuh dan tidak phobia lagi tidur sendiri. Begitu mudah
obatnya. Saya hanya memutuskan di otak dan hati saya bahwa saya harus berani
dan tidak boleh takut. Hebat. Mungkin kalau kamu penakut kayak saya, boleh coba
tips saya tadi. Memutuskan menjadi berani di hati dan pikiran kamu, meskipun
terpaksa. Pasti bisa sembuh.
Tahun
2005, saya dan sahabat saya mulai belajar travelling ke luar negeri. Itupun karena dapat penawaran tiket murah
banget dari AA. Saya senang banget. Travelling bareng sahabat saya dengan rute KL-Penang-Hatyai-BKK-KL-JKT.
Waktu itu saya bahagia banget. Walaupun banyak suka-dukanya tapi saya pikir itu
adalah proses pembelajaran yg manis buat saya.
Perjalanan
itu bener-bener memberikan kenangan yg manis buat saya. Dan saya mulai tertarik
bahkan cenderung terbius pengen mengulangi kenikmatan saat traveling tersebut.
Tapi kendala utama, saya sulit mengatur antara cuti saya dan cuti sahabat saya.
Karena sahabat saya bekerja di perusahaan yg beda dgn saya. Aturan cutinya pun
sangat beda dengan kantor saya. Acapkali ada penawaran tiket murah dari AA tapi
ketika saya kemukakan hal ini dengan sahabat saya , selalu akhirnya terbentur
jadwal yg berbeda. Awalnya saya frustrasi juga dengan keadaan ini. Pengen jalan
dengan tiket murah tapi nga ada sahabat yg bisa diajak bareng. Mau jalan
sendiri kog kayaknya janggal dan kurang nyaman juga.
Penawaran
tiket AA yg datang bertubi-tubi membuat saya tak sanggup menahan godaan untuk
segera travelling. Akhirnya saya putuskan untuk melakukan solo travel saja.
Saya tak mau kehilangan kesempatan hanya karena harus tergantung ada teman
jalan bareng atau tidak. Tahun 2006, saya putuskan untuk jalan sendiri lagi.
Dengan rute JKT-Medan KL-Kuala Trengganu-KL-Malaka-KL-BKK-KL -JKT. Itu pertama
kalinya saya melakukan solo travel. Banyak suka-duka yg saya alami selama
perjalanan sendirian. Dan travelling ini
menjadi turning point untuk melakukan solo travel berikutnya dan berikutnya.
Setiap
saat akan muncul pertanyaan yg sama : Mengapa harus solo travel?
Ketika
saya memutuskan untuk solo travel, maka semua hal akan menjadi tugas dan
tanggung-jawab saya pribadi. Saya harus mengandalkan segala kemampuan saya
untuk memastikan perjalanan saya ini berjalan lancar. Karena saya tak punya
teman untuk berbagi tugas.
Yg
menarik bagi saya saat sudah memutuskan untuk solo travel adalah saya
benar-benar harus mempersiapkan :
1. Mental
Ada
sebagian orang yg berpikir bahwa kalau sudah sering travelling sendirian, maka
lantas saya sudah memiliki mental baja dan pasti semua serba mudah. Sepertinya
dugaan itu sedikit berlebihan atau kurang tepat. Saya tetap punya kekhawatiran
sendiri. Memasuki negara lain yg belum pernah saya kunjungi sebelumnya, pasti
punya kesulitannya sendiri. Untuk mempersiapkan mental saya dan rasa percaya
diri saya memasuki negara tersebut, biasanya saya harus melakukan observasi
sendiri melalui buku, website, mass media, atau berbagai blog-blog apa saja yg
terkait dengan kondisi negara tersebut. Saat observasi ini, justru membuat saya
belajar banyak dan sering menemukan
hal-hal yg unik dari negara tersebut. Kadang-kadang informasi di website ini
memberikan saya perspective baru tentang negara tersebut. Bak kata orang bijak,
tak kenal maka tak sayang. Mau tak mau saya harus belajar tentang membaca peta di dalam kota yg akan dituju, belajar tentang wisata kuliner dan makanan khas negara
tersebut, mencari tahu souvenir-souvenir yg unik yg dijual di negara tersebut, memastikan
dengan baik kondisi cuaca atau musim-musim yg dianjurkan saat mengunjungi
negara tersebut, mempelajari ikon wisata yg paling popular dan wajib dikunjungi
serta highlights yg ada di sana, menganalisa biaya hidup,konversi mata uangnya,
pakaian yg harus disesuaikan dengan musim di negara tersebut, moda-moda transportasi
umum yg ada disana, tingkat keamanan bagi traveller wanita, berbagai lokasi
guest houses,hostels dan tempat penginapan yg murah dan terjangkau yg umum
dikunjungi para backpacker dari seluruh dunia. Semua proses persiapan ini justru yg menjadi momen terbaik
buat saya menambah pengetahuan-pengetahuan baru tentang negara lain. Semakin
banyak saya menguasai tentang negara tersebut, maka semakin percaya diri saya
memasuki negara tersebut. Dan ini yg akan membuat mental saya semakin teruji
dan terasah, apakah saya sanggup bertahan di negeri orang sendirian.
2. Jadwal
yg paling efisien
Saat
memutuskan kapan berangkat, berapa lama akan tinggal di negara tujuan, kapan
pulang, dan moda transportasi apa saja yg akan saya gunakan. Hal ini semua terkait
erat dengan cara menyusun budget yg paling hemat dan efisien dan menetapkan
jadwal yg sistematis sehingga budget yg dirancang tidak meleset terlalu jauh.
Sehingga secara keseluruhan plan dan actual tidak terlalu banyak gap-nya.
Sebelum menyusun jadwal, maka perlu dilakukan observasi melalui buku atau
internet, sehingga saya bisa menentukan jadwal yg efisien. Dan ini bener-bener
harus mengecek semuanya, mulai dari letak bandara, letak guest house, moda
transportasi dan daerah-daerah yg akan dikunjungi berikutnya harus saya kuasai
dengan bener. Agar bisa membuat travel plan yg efisien dan efektif.
3. Pakaian
yg paling praktis dan minim
Berhubung
jalan-jalan ini ala backpacker, maka seluruh pakaian yg disiapkan harus praktis
dan tidak terlalu banyak. Semua jenis pakaian yg dibawa kalau bisa memang
sangat ringan dan tidak terlalu tebal, biar tidak berat dan menyusahkan. Pastikan
semua pakaian yg dibawa memang bener-bener diperlukan. Alagkah baiknya juga,
kalau sebelumnya sudah mengecek kondisi cuaca di negara tujuan, agar tidak
salah kostum. Khan gawat kalau datang saat musim dingin tapi lupa bawa warm
clothes, bisa mati kedinginan atau justru budget meledak karena kudu beli baju
dingin hehehe
4. Kondisi cuaca di negara tujuan
5. Cara menemukan lokasi lokasi yg akan dituju
6. Menyiapkan gadget dan alat bantu electrical type yg sesuai dgn negara tsb
7. Mata uang ...belajar cara praktis ngitung konversinya diluar kepala..biar nga mumet
8. Cara mengatur uang maupun dokumen penting sejenis passport biar aman
9. Jenis alat alat mandi dan make up yg pas dgn cuaca di negara tsb.
10. Menahan gairah untuk shopping berlebihan dll
to be continue,
nuchan@20052012
No comments:
Post a Comment