23 May 2012, pukul 5:25 pagi waktu setempat, pesawat D7236
mendarat dengan selamat di Perth International Airport. Mata masih sayu dan
mengantuk banget tapi harus siap-siap untuk turun dari pesawat. Rasanya nyawa
saya belum berkumpul, tapi penumpang kiri-kanan saya sudah mulai mengambil tas
dari bagasi di atas kursi masing-masing. Meskipun pesawat sudah mendarat dengan
mulus, pintu pesawat sudah dibuka dan penumpang sudah dipersilakan turun, tapi
penumpang tetap bergerak tenang,tidak grasak-grusuk kayak dikejar setoran.
Tidak terlihat penumpang yg langsung sibuk menyalakan handphone kayak ketakutan
kehilangan bisnis multi-milyaran hehehe. Semua terlihat tenang dan terkesan
santai sekali. Wuihhhh bagus banget yah. Jarang-jarang saya lihat situasi
begini di negeri saya, negeri antah-berantah hahaha.
Keluar dari pesawat, rasanya tubuh saya seperti disergap
udara yg sangat dingin. Memang sebelum datang ke Perth,
saya sudah dapat info dari salah satu
staff Governor Robinsons Hostel yaitu
Ms. Deanna bilang, suhu udara saat ini di Perth
berubah ekstrim. Siang hari suhu udara 20-22 derajat dengan kondisi matahari bersinar
penuh. Malam hari sampai pukul 9 pagi, suhu udara berkisar 7-9 derajat saja. Berdasarkan
informasi ini, saya sudah mempersiapkan satu set pakaian long john yg berwarna
hitam. Sebelum mendarat di Perth International Airport, di dalam kamar toilet
pesawat, saya sudah memakai long john kemudian dilapisi oleh celana jeans,jaket
hangat,sarung tangan dan topi kupluk. Tapi udara masih terasa dingin di tubuh
saya. Mungkin alat pendingin di ruangan Perth International
Airport ini, dikendalikan
secara sentral, jadi suhu udara di seluruh ruangan sama dinginnya.
Saya berjalan berbarengan bersama penumpang yg lain menuju
ruangan imigrasi. Tapi udara dingin membuat saya jadi sesak pipis. Saya pun
terburu-buru berlari ke toilet. Yeah bukan hanya pipis doang, malah sakit perut
dan akhirnya ngendon lama puff di toilet hahaha. Untung pengen puff saat masih
berada di dalam gedung, gimana kalau udah berada di luar gedung, bisa berabe
deh. Kebayang sepanjang jalan menahan sakit perut hehehe. Ternyata selalu ada
yg patut disyukuri ya, meskipun udara sudah begitu dingin hehehe. Usai pipis
dan puff, saya keluar toilet, para penumpang yg melintasi toilet sudah tidak
ada. Saat saya berjalan mau menuju loket imigrasi, saya sedikit bingung, mana
jalannya yah? Saya mentok ketemu duty free. Daripada malu bertanya sesat di
jalan, saya mencoba bertanya ke petugas yg sedang melayani tamu di duty free,
mana jalan menuju custom imigrasi. Dengan senyum ramah dia menjelaskan, belok
ke kiri dan turun melalui escalator, nanti bisa lihat lokasi baggage claim dan
di dekatnya sudah penuh antrian
imigrasi. Saya pun tersenyum,sambil mengucapkan terima kasih. Benar juga, saat
saya turun sudah penuh dengan antrian di setiap loket. Ohlala panjang benar dan
mengular. Taelah ternyata pagi-pagi begini, banyak pesawat yg landing ya di
sini. Ampun dah!
Saya datang tanpa bagasi alias hanya bawa satu buah ransel
yg isinya tak lebih dari 5 kg saja hahaha..itu ransel doang lo. Tapi saya bawa
tas tangan yg isinya hampir 3 kg hehehe. 2 digicam, 3 buah HP, Samsung tablet
dan 2 Nokia,segala pernak-pernik yg saya perlukan ada di sana, passport, dompet
berisi uang, 4 buah charger ckckck …makanya beratnya sampai 3 kg. Untung, nga
kurang kerjaan bawa laptop bisa gempor deh. Travelling kali ini memang saya
putuskan semua isi tas saya hanya benda yg saya perlukan saja. 1 set baju long
john warna hitam, 1 buah kemeja lengan pendek warna biru, 1 buah kaos lengan
pendek bentuk baby doll warna hijau alpukat, 2 buah sweater high neck warna
coklat dan merah, 1 buah topi kupluk, 1
set sarung tangan coklat, 1 buah scarf
warna ungu muda, satu buah jaket hangat warna merah,selebihnya underwear saja.
Jadi saya bawa yg serba ringan saja. Yg namanya laptop dan tripod sudah saya
putuskan ditinggal saja. Saya tak mau berat dan repot. Makanya saya bisa
lenggang kangkung tak perlu klaim bagasi dan juga nothing to declare. Tadinya
niat hati mau bawa kopi kapal api tapi saya tak mau repot juga,kudu lapor
ini-itu. Jadi saya bisa bawa ransel saya ke bagasi pesawat. Peraturan terbaru
saat ini, maksimun berat tas dan isinya yg bisa dibawa ke dalam pesawat hanya 7
kg, dan benda liquid/cairan maksimun 100ml saja. Jadi memang lebih bijak beli make up,alat mandi dan perfume yg travel size
saja.
Sebelum memasuki antrian di loket imigrasi, seorang petugas
wanita menghadang jalan saya sambil menanyakan apakah ada yg harus saya
‘declare’ ? Saya bilang tidak ada. Lalu dia mempersilakan saya dengan sopan
memasuki antrian loket imigrasi. Suasana pagi itu begitu mengesankan buat saya,
para petugas yg berkulit putih itu begitu baik, ramah dan sopan, tak terlihat
suasana tegang seperti berada di negeri jiran yg kayaknya semua orang yg masuk
negaranya mirip teroris. Saya tak merasakan sama sekali aura seperti itu. Di
sini para petugas imigrasinya ramah dan mengecek data passport saya sangat
cepat dan dengan aura wajah bersahabat dan tersenyum dengan hati. Saya sangat
terkejut sekali. Selama ini beberapa rumor yg beredar di internet yg sudah saya
baca menuliskan bahwa orang Indonesia
kurang bisa diterima di negeri ini. Tulisan itu membuat saya sedikit khawatir
dan rada parno tapi fakta yg kini saya lihat dengan mata kepala saya sendiri
sangat berbeda, semua berbanding terbalik 180°C, mereka sangat sopan dan ramah
sekali. Benar kata pepatah, tak kenal maka tak sayang.
Selesai dari imigrasi saya keluar menuju lobbi. Saya berdiri
mengamati seluruh aktivitas orang-orang yg ada di lobbi, mengamati orang-orang
yg sedang sibuk mencari kendaraan menuju Perth.
Saya sendiri hanya bengong, nga tahu mau ngapain. Saya tak punya informasi yg
jelas bagaimana menuju hostel saya di Ocean Beach Backpackers di Town of
Cottesloe. Karena saat saya akan mengajukan visa, saya hanya mem-browsing hostel di
internet via hostelworld.com dan cari hostel yg paling tinggi ratingnya, harganya sudah tak jadi masalah buat saya,
saya hanya butuh booking room 1 malam saja untuk memenuhi persyaratan di
aplikasi visa saya. Karena saat mengisi aplikasi visa saya, saya wajib
menuliskan alamat tinggal saya selama di Perth.
Sayangnya, 2 hostel yg saya booking via
hostelworld.com, dua-duanya tidak menjelaskan bagaimana menuju dan menemukan
hostel tsb. Betul memang, mereka mencantumkan alamatnya dengan jelas tapi tidak
dituliskan cara menuju ke sana.
Aneh juga sih. Baru kali ini saya booking room via hostelworld.com tapi tidak ada penjelasan cara menuju hostel tsb. Tapi saat itu saya abaikan saja, karena saya butuh booking room segera.
Nah kini saya bengong, mau bagaimana nie? Sayangnya saya nga berani keluar
ruangan juga sih, kebayang dinginnya di luar. Saya hanya mencoba berjalan pelan
mengitari lobbi dan berkutat memilih berbagai buku dan brosur wisata
tentang Perth yg dipajang di sebuah rak di salah satu
sudut ruangan lobbi Perth International Perth. Saya baca satu persatu
brosurnya, sembari berpikir naik apa nie menuju hostel. Hmmm sempat terpikir
sekilas juga di benak saya, kalau ada teman asyik kali yah…Asyik ada teman yg
bisa diajak buat bingung juga maksudya hahaha…
Setelah bosan baca brosur, secara tak sengaja saya membaca
di sebuah dinding yg mengiklankan beberapa hotel dan hostel yg direkomendasikan. Dan lengkap dengan cara
menghubunginya secara gratis. Ada telpon di sana yg tersedia secara
gratis.Tinggal pilih hotel atau hostelnya dan ada 2 angka kode khusus untuk
menghubungi hostel tersebut. Gila praktis banget. Beruntung, ternyata hostel
saya Ocean Beach Backpackers ada di iklan tsb. Saya merasa mendapat jalan
keluar untuk masalah saya hahaha.
Saya memperhatikan seorang bule yg sedang menelpon salah
satu hotel yg ada di iklan tersebut. Dia menanyakan masih ada kamar atau tidak?
Kalau ada, dia minta layanan jemputan dari Perth International
Airport. Wow praktis
sekali yah. Tapi saya pikir, saya tak akan minta layanan seperti itu, saya
hanya ingin tahu bagaimana cara ke Cottesloe
Beach. Sesuai petunjuk yg
ada, saya angkat telpon dan menekan angka 39, segera tersambung dengan OBB.
Saya tanya bagaimana menuju OBB? Si petugas balik tanya, posisi saya saat ini
dimana? Saya jawab di Perth
International Airport.
Dia lalu menyarankan saya naik bus yg biasa mentransfer penumpang dari
international ke domestic, lalu dari domestic saya disarankan naik bus yg
menuju Perth Town. Dari Perth Town, saya disarankan
naik bus No. 102 yg menuju Town of Cottesloe. Hmm lumayan berliku-liku juga ya.
Tapi sudah saya putuskan saya ingin mengenal dan menikmati transportasi mereka
yg katanya superpraktis dan supernyaman. Saya berjanji dalam hati saya, akan
menikmati semua proses ini, secara hari masih pagi banget. Bagus deh. Saya pun
tak niat terburu-buru. Saya masih merasakan gairah memasuki semua yg serbabaru
dan penuh kejutan di negara yg katanya supernyaman ini. Selain negara NZ,
katanya Perth adalah kota berikutnya yg sangat nyaman untuk dihuni
siapa saja. Hmmm saya harus membuktikan pendapat mereka ini. Semoga bukan sekedar
iklan kosong yah…hehehe…
Sebelum keluar ruangan, saya bertanya ke salah satu petugas
bandara, dimana letak halte untuk bus transfer ke domestic? Dua petugas
tersebut serempak bilang di dekat pintu keluar sebelah kiri. Katanya silakan
keluar ruangan saja, di sana ada papan petunjuk yg jelas. Saya
tersenyum sambil mengucapkan terima kasih. Yg namanya baru pertama kali ya,
saya kog lebih rajin bertanya daripada putar-putar mencari sendiri hehehe. Saya
ke luar ruangan, uppsss langsung dihajar udara dingin yg masih berkabut. Hmmm
secara otomatis otak saya langsung kebayang kopi panas, wuihhh nikmatnya kalau
ada kopi panas yah hahaha. Kini otak saya mulai paham, kenapa orang yg tinggal
di daerah yg sangat dingin, senang minum kopi yah. Memang pasti nikmat ya,
dingin-dingin begini menghirup dan menyesapkan kopi di lidah, pasti supernikmat
hahaha
Diluar ruangan sebelah kiri, saya melihat ada 2 bus yg
sedang parkir. Satu rada kecil kayak mobil ¾ di Indonesia. Satu lagi bus besar
kayak Damri. Dua-duanya warna rada orange, bertuliskan CONNECT – Perth Airport
Shuttle atau Perth Connect Airport. Saya lihat beberapa orang sedang antri di
depan shuttle bus yg kecil. Saya pun ikutan antri. Supirnya lalu berteriak
bilang begini : Perth
Town, please stand on the
right, transfer to domestic, please stand on the left. Oh saya khan menuju
domestic, maka saya antri di sebelah kiri. Yg antri di sebelah kiri hanya 4
orang saja, sang supir lalu bilang, yg transfer ke domestic, silakan naik
shuttle bus yg diujung sana,
maksudnya shuttle bus yg besar tadi. Tapi bus kecil ini khan ke Perth Town
yah? Apa saya naik bus kecil ini saja yah. Lalu saya tanya sang supir itu
berapa ongkosnya ke Perth
Town? Katanya 15AUD
sampai tujuan. Hmm mahal juga yah. Akhirnya saya pilih naik shuttle bus yg
transfer ke domestic sajalah. Sekalian saya pengen tahu dimana tuch Domestic Airport. Saya berjalan menuju shuttle
bus yg besar, dan duduk dibangku deretan ke-3. Saya lihat 3 orang pria dari Malaysia juga
ikutan naik ke bus besar ini. Saya tahu mereka dari Malaysia dari cara mereka berbicara
memang dialeknya kental dengan Melayu-Malaysia. Tapi saya sedang tidak ingin
kenalan sama sekali. Saya pilih diam membisu saja. Sambil sibuk memotret
beberapa obyek yg layak dipotret di sekitar bandara ini. Saya menilai bahwa Perth International
Airport ini tidak cukup
besar untuk menampung penumpang yg begitu banyak. Meskipun pelayanannya sangat
rapi dan efisien tapi saya pikir perlu diperbesar kali ya. Dan bangunannya juga
sangat minimalis banget. Bus ini kelihatannya belum juga niat berangkat, karena
saya lihat supirnya menunggu bus kecil tadi selesai mengatur penumpangnya.
Karena sebelum naik ke bus kecil tsb, para penumpang sudah wajib bayar, dan
koper mereka disimpan di bagasi belakang bus tsb. Setelah bus kecil tadi
selesai dan mulai melaju, maka disusul dengan bus besar ini berjalan di
belakangnya. Hmm mungkin sudah menjadi aturan kali yah.
Setelah bus ini melaju, saya mulai menikmati suasana
kiri-kanan jalan yg lebar dan rapi sekali. Dan kelihatannya walaupun sudah
musim gugur, tidak terlihat pohon-pohon yg kering dan meranggas. Semua pohon
masih terlihat hijau. Karena di sini banyak ditanam pohon-pohon cemara dan juga
berbagai jenis pohon palem yg tinggi-tinggi sekali. Jadi sekilas tidak terlihat
bahwa kini sudah musim gugur di Aussie. Udara yg sangat dingin, mungkin
menandakan sebentar lagi akan memasuki musim dingin di Perth-WA. Musim dingin
di Perth memang mulai Juni-Agustus. Kebalikan dari negara-negara 4 musim yg
lainnya. Kalau di Jepang musim gugur itu Sep-Nov, kalau di Aussie itu Mar-Mei.
Saya pun sempat kaget mengetahui hal ini. Saya justru tahu, saat saya
browsing-browsing di internet mengenai suhu udara saat bulan Mei itu berapa
derajat di sana.
Saya biasanya mencari tahu suhu udara di negara yg akan saya kunjungi, untuk
memastikan saya tidak saltum/salah kostum.Berabe khan musim dingin tapi saya
hanya bawa baju yg serbatipis dan tank top pula. Haiya bisa mati kedinginan
dong hahaha. Ayak-ayak wae!
Setelah 15 menit melaju, akhirnya saya sampai juga di halte
bus Perth Domestic Airport. Saya pun turun dari bus. Saya bener-bener sesak pipis
karena udara yg sangat dingin. Akhirnya saya harus masuk dulu ke gedung
domestic ini dan mencari toilet terdekat. Hmm rasanya lega banget setelah
pipis. Setelah keluar dari toilet saya lihat 3 orang pria Malaysia itu
sedang membeli kopi panas di sebuah coffee shop yg ada di gedung domestic ini.
Saya tergoda pengen beli tapi lihat harganya yg 4 AUD, mahal amat, saya
urungkan niat saya buat beli hahaha. Saya balik lagi ke halte bus. Saya coba
mendekati salah satu supir shuttle bus yg sedang parkir di sana. Saya tanya bus mana yg akan akan menuju
ke Perth Town?Dia bilang kalau yg di depan sana, dia menunjuk sebuah bus kecil mirip kayak bus ¾ yg sudah
saya lihat saat di Perth International Airport, itu bus akan ke Perth Town tapi
harganya 15AUD katanya, tapi kalau yg dibelakang sana lihat halte yg ada warna
green katanya itu sekitar 3.8 AUD. Kamu harus tunggu di halte bus yg green
katanya. Saya tersenyum dan menganggukan kepala bilang terima kasih.
Lalu saya berjalan ke arah halte bus yg green. Di sana saya bertemu dengan seorang wanita Australia yg
berkulit hitam. Saya coba tanya dia mengenai bus yg menuju Perth Town.
Lalu dia tersenyum bilang ke saya bahwa dia pun akan menuju Perth Town.
Jadi kalau bus datang, dia akan kasih tahu. Saya menjadi lega mendengarnya.
Saya tanya apakah dia bekerja di sini, dia jawab ya. Dia bekerja di bandara.
Saya mencoba bercakap-cakap dengan dia tentang cuaca yg begitu dingin saat ini.
Dia terlihat begitu lelah sekali. Saya agak sungkan sebenarnya kalau bertanya
banyak hal. Mungkin dia kerja malam dan pulang pagi jadi terlihat sangat lelah.
Setelah 30 menit menunggu, akhirnya bus
kami datang juga. Kalau saya tidak salah, mungkin bus No.37. Saat saya naik ke
bus, saya menyodorkan uang 50AUD ke supirnya karena memang uang terkecil yg
saya punya hanya 50AUD, dengan wajah kurang senang sang supir bilang tidak
punya uang kembalian untuk uang sebesar itu. Dengan sedikit panik saya bilang
saya akan mencoba tukar uang tersebut ke coffee shop. Boleh menunggu tidak,
saya tanya begitu. Dengan tetap wajah jutek, dia bilang tidak bisa janji. Kalau
nanti sudah waktunya jalan, saya belum juga ada, dia akan segera berangkat. Lalu wanita Australia yg tadi saya ajak ngobrol
bilang begini, kalau nanti ini sudah jalan, masih ada bus berikutnya kog yg
sama akan datang. Jadi tunggu saja katanya. Akhirnya saya pasrah saja
mendengarnya. Saya segera buru-buru menuju gedung domestic untuk membeli
secangkir kopi panas seharga 4 AUD. Kini saya mendapat uang kembalian dengan uang receh. Saya segera berjalan
dengan langkah cepat ke bus No.37 tadi. Akhirnya saya bisa naik bus tepat
waktu, dengan menyodorkan 5AUD ke supir,
kemudian supir memberikan uang kembaliannya. Saya lega banget bisa tepat
waktu. Ahhh nga kebayang kalau bus ini
sudah jalan, saya harus menunggu lagi sendirian.
Sepanjang jalan menuju Perth Town,
saya melihat para penumpang naik dan turun dengan tertib di halte yg sudah
ditentukan. Seorang ibu dengan dandanan yg sangat modis naik ke bus sembari
mendorong kereta bayinya ke dalam bus,
di dalam bus ternyata tersedia kursi khusus buat wanita yg membawa bayinya dan
kereta dorong bayinya ke dalam bus, ada satu kavling yg tersedia di dalam bus untuk
ibu dan anak ini dengan judul Priority
Seating, sehingga ibu dan anak bisa duduk dengan nyaman di dalam bus. Supir juga
menunggu dengan tenang sampai para
penumpang duduk tenang dan rapi baru bus berjalan dengan kecepatan yg
normal. Luar biasa bagusnya pelayanan transportasi di sini. Saya pikir sangat
nyaman untuk semua penumpang dari berbagai kalangan, baik yg tua maupun yg
punya anak masih bayi bahkan bagi orang cacat pun mendapatkan pelayanan yg
sangat baik saat menaiki bus. Bus secara otomatis akan mengeluarkan semacam alat
bantu flat steel untuk membantu
orang yg cacat atau butuh bantuan untuk naik ke dalam bus. Sangat nyaman. Saya
hanya bisa terkagum-kagum menikmati pelayanan yg sangat bagus ini.
Selama menuju Perth Town, saya bukan hanya menikmati pelayanan Transperth yg serbanyaman, saya pun
dibuat terkagum-kagum menyaksikan keindahan dan kebersihan kota ini. Semuanya
begitu rapi,bersih dan indah. Tidak ada kemacetan sama sekali. Dan penduduknya begitu ramah dan penuh
senyuman. Munkinkah suasana yg begitu rapi, bersih dan indah ini mempengaruhi
suasana hati para penduduknya? Entahlah! Tiba-tiba saya begitu jatuh cinta
dengan kota
ini. Wajah saya dipenuhi senyum sumringah. Saya menikmati semua suasana
keindahan ini dengan hati yg berbunga-bunga. Saya mendadak merasa melo dan sangat
beruntung karena diberikan kesempatan oleh Sang
Empunya untuk menikmati keindahan kota ini, meskipun dengan berbagai drama
yg terjadi sebelum saya menginjakkan kaki saya di kota ini. Sungguh saya patut bersyukur kepadaNya.
Saya melamun membayangkan kota tempat saya tinggal yg carut-marut,kotor
dan penuh debu. Suara motor yg meraung-raung menimbulkan polusi suara yg luar
biasa, dan asap kelabu kenderaan memenuhi seluruh udara dan menyebabkan
langitnya terlihat suram dan kelabu. Para
penduduknya juga terkesan sangar dan tak sabaran. Sepertinya mereka terlihat
terburu-buru. Betapa semuanya berbanding terbalik dengan kota
Perth ini.
Setelah 45 menit berlalu, saya pun tersadar dari lamunan
saya. Bus No.37 ini sudah memasuki kota Perth. Saya melihat
bangunan-bangunan dengan desain tua tapi sangat indah dan tertata rapi sekali. Bangunan di sini
tidak terlalu menjulang tinggi seperti di kota
saya. Saya memperhatikan berbagai halte bus yg terawat sangat rapi sekali. Bahkan di setiap halte diberikan
petunjuk yg sangat jelas dan juga ada mesin yg menunjukkan bus berikutnya akan
tiba berapa menit lagi. Jadi para penumpang terlihat tenang dan tidak perlu
gelisah, karena semuanya sudah serbajelas. Hmmm saya cuma bisa bergumam
berulang-ulang mengucapkan betapa rapi dan bagus bangetnya kota ini. Salahkah
saya bila merasa iri melihat semua ini?
Bus No.37 sudah memasuki
area St. Georges dan William Street. Lalu
berhenti di sebuah halte dekat perempatan jalan St.Georges dan William Street. Saya
lihat para penumpang turun semuanya di
halte ini. Lalu saya bertanya ke supirnya,
kalau saya mau melanjutkan perjalanan saya ke Town of Cottesloe, saya harus turun di mana? Lalu
supir bilang saya harus turun di sini. Katanya saya harus pergi ke Wellington Street
Bus Station. Menyeberang dari jalan ini, lalu lurus menuju Wellington Street
Bus Station. Walaupun belum paham sepenuhnya, saya tetap menganggukan kepala
saya, sambil mengucapkan terima kasih banyak. Saya segera turun dan mulai
melakukan scanning dengan mata saya, melihat keadaan sekelilingnya. Ada
perasaan hangat di hati saya, dan masih setengah tak yakin bahwa saya sudah
menginjakkan kaki saya di kota Perth yg rapi dan bersih ini. Tiba-tiba saya
sangat menyukai udaranya yg sejuk banget, karena kini matahari sudah nongol
menyinari kota Perth. Langit terlihat biru jernih ditingkahi udara sejuk.
Sepanjang jalan saya melihat para bule-bule yg tinggi-tinggi ini berjalan kaki
dengan gaya santai sambil menenteng se-cup kopi ditangannya. Yah yah saya sudah
paham, memang nikmat minum kopi saat udara sejuk begini.
Sambil jalan, mata saya sibuk mengamati suasana jalanan,
sambil sesekali membidikan kamera saku saya mengambil photo-photo gedung yg ada
di sana. Setiap ketemu perempatan jalan dan lampu merah, saya pasti mencari
orang lain lagi untuk bertanya dimana letak Wellington Street Bus Station.
Sudah 3X ketemu lampu merah kog belum ketemu juga yah. Saya tanya lagi, katanya
lurus dan belok kiri. Tapi sudah berjalan lurus dan belok kiri kog malah tidak
terlihat tanda-tanda bus station ya…Saya malah ketemu pusat perbelanjaan MYER.
Ini dimana ya bus stationnya? Saya tanya seorang pria bule yg sedang sibuk
mengukur jalan, dia hanya bilang salah bukan di sini. Tapi nga kasih ide juga
ada dimana hahaha. Dasar bule sableng, lagian dia lagi sibuk, ujug-ujug gue
datang ngangguin dia hahaha. Sorry ya neng, gue nga minat untuk ramah tamah
saat ini hahaha. Tapi gue nga kesel sih hahaha, gue tahu dia sibuk banget. Saya
malah memilih memotret gedung-gedung di
sana, sambil clingak-clinguk cari orang yg bisa menolong saya hahaha. Akhirnya
saya bertanya ke seorang wanita yg berwajah China sipit lagi duduk di lantai
gedung MYER sedang membaca buku. Dimana letak Wellington Street Bus Station?
Dia tersenyum sembari menjelaskan kalau dia turis juga dari Taiwan katanya.
Tapi dengan senang hati dia menjelaskan kalau melihat peta yg dia pegang
katanya saya harus mundur lagi dekat perempatan jalan tadi, dan tak jauh dari
lokasi Train Station katanya. Saya tersenyum sambil mengucapkan terima kasih.
Yah balik lagi deh ke belakang hahaha
Akhirnya saya jalan lagi deh ke arah Train Station yg
ditunjukkan dua turis Taiwan tadi. Tak lama saya sampai di area Train Station,
tapi tetap nga kelihatan tuch bus stationnya hahaha. Saya tanya lagi seorang
petugas pria yg sudah cukup tua juga, dimana letak bus station? Alamak yg ini
ramah dan baik banget, dengan penuh perhatian dia menjelaskan ke saya, dan
malah dia bantu saya menyeberangi jalan yg seharusnya tidak boleh diseberangi
di situ, dia bilang tenang-tenang, saya bersama kamu. Dan dia berjalan bersama
saya, dan menuntun tangan saya menuju ke arah bus station tersebut. Tidak jauh
dari bus station itu, dia bilang begini, kamu lihat gedung itu, itu adalah
Wellington Street Bus Station. Naik lift dan belok kiri kamu akan melihat
Transperth Information Centre. Silakan bertanya apa saja di sana. Saya pun
tersenyum sumringah melihat kebaikannya hahaha. Terima kasih bapak petugas yg
baik banget hahaha…
Setelah jalan sana putar sini, akhirnya saya memang menemukan Wellington Street Bus Station. Kini rasanya saya udah sesak pipis banget. Saya tanya seorang pemilik kios di sana, di mana toilet? Dia bilang lurus dan belok kiri, ada pas di pojok gedung ini katanya. Oh lala lampu di toiletnya kog warnanya ungu yah? Rasanya wajah jadi rada keungu-unguan kalau sedang bercermin. Lagian saya bukan penggemar Ungu lo..apa hubungannya yah? Aneh. Tapi berhubung sesak pipis banget jadi nga minat berdandan lagi. Saya hanya ingin menuntaskan pipis saya hahaha. Lega rasanya habis pipis. Udara yg sangat sejuk bikin saya sering pipis nih. Ampun dah.
Setelah jalan sana putar sini, akhirnya saya memang menemukan Wellington Street Bus Station. Kini rasanya saya udah sesak pipis banget. Saya tanya seorang pemilik kios di sana, di mana toilet? Dia bilang lurus dan belok kiri, ada pas di pojok gedung ini katanya. Oh lala lampu di toiletnya kog warnanya ungu yah? Rasanya wajah jadi rada keungu-unguan kalau sedang bercermin. Lagian saya bukan penggemar Ungu lo..apa hubungannya yah? Aneh. Tapi berhubung sesak pipis banget jadi nga minat berdandan lagi. Saya hanya ingin menuntaskan pipis saya hahaha. Lega rasanya habis pipis. Udara yg sangat sejuk bikin saya sering pipis nih. Ampun dah.
Kini saya sudah berada
di Transperth Information Centre. Saya melihat dua orang wanita yg bertugas di
sana. Satu wanita wajahnya sangat India banget, saya pikir dia pasti orang
India. Satu lagi wanita bule yg tinggi banget tapi anehnya rambutnya dibuat
hitam legam dan panjang terurai. Saya sedang antri menunggu dua orang turis yg
sedang bertanya soal timetable dan informasi tentang bus di Perth. Setelah dua
turis itu selesai, saya pun bertanya tentang bus mana yg akan menuju Town of
Cottesloe. Dan dimana saya harus naik, dan bisakah saya membeli smartrider di
sini. Petugas wanita India ini menjelaskan semuanya secara jelas dan rinci
sekali. Wah ini baru namanya Information Centre. Bahkan dia tanya ke saya,
berapa lama akan tinggal di Perth. Dia mulai memberikan rincian yg baik,
bagaimana menghemat biaya selama berada di Perth. Dia bilang sebenarnya tidak
perlu saya beli smartrider kalau tinggal di Perth hanya kurang dari sebulan.
Lebih baik beli tiket normal saja dan juga bisa memakai consession ticket,
kalau memang mau. Dan dia memberikan saya plan A dan plan B. Tapi saya tetap
pengen beli smartrider, karena saya tidak mau repot mengeluarkan uang kecil
setiap kali mau bayar bus, tidak praktis. Dan
dia akhirnya menyerahkan semuanya ke saya. Saya pilih beli smartrider
saja seharga 20AUD. Kemudian dia memberikan secarik kertas, tentang bagaimana
menuju Cottesloe Beach dan juga brosur timetable bus khusus daerah Town of
Cottesloe dan juga kota Perth. Saya diminta sama dia menuju stand no.7 dan naik
bus No.102 yg akan menuju Town of Cottesloe. Akhirnya saya akan menuju hostel
saya nie. Yihaaa sebentar lagi saya akan tiba di hostel saya Ocean Beach
Backpackers hehehe. Senang banget.
Sebelum tiba di negeri ini, saya memiliki rasa gamang untuk
menjalani traveling ini. Saya selalu gamang di hari pertama saat memasuki
negara baru. Walaupun saya cukup sering traveling ke luar negeri sendirian,
tapi tidak lantas menghilangkan rasa gamang ini. Mungkin semua orang pasti
memiliki rasa ini ya, saat bertualang sendirian. Hari ini saya sedang berdiri
di Wellington Street Bus Station di Stand No.7 sedang menunggu bus No.102 yg
akan membawa saya ke Town of Cottesloe, tepatnya ke penginapan saya di OBB
Ocean Beach Backpackers. Tak berapa lama bus No. 102 sudah datang. Saya antri
naik ke dalam bus. Kini saatnya saya mencoba melakukan tag on untuk kartu
smartrider saya hehehe. Ada rasa nyaman yg menyelusup di dada saya. Senang
rasanya menggesekan kartu smartrider ini ke mesinnya hahaha. Rasanya praktis
banget. Tak perlu saya repot merogoh-rogoh dompet saya, mencari uang receh.
Sedap.
Bus melaju menuju Cottesloe. Saya mulai menikmati kembali
suasana kota Perth dari dalam bus. Saya melewati taman-taman kota yg ada air mancur dan pohon-pohon yg sedang
menguning daunnya dan juga melewati Swan
River yg terkenal itu. Saya masih saja disuguhkan pemandangan kota yg sangat
nyaman dan bersih. Ah betapa saya sangat menyukai perjalanan ini. Indah dan
bersih, udara yg sangat enak hanya 22 derajat, langit Perth yg biru jernih.
Ahhh semuanya melengkapi kenikmatan perjalanan ini. Saya melihat para penumpang
yg bercengkrama di dalam bus dengan
sangat santai sekali. Tak ada tanda-tanda kalau mereka sedang resah atau khawatir.
Saya memuja kota ini karena selama ini saya hidup di kota yg berbeda sekali
dengan kota Perth ini. Kota saya setiap hari menyajikan menu yg sama
macet,kotor, debu,panas dan penduduknya banyak yg ganas dan sanggar-sangar di
jalan raya. Salahkah saya memuja kota ini? Norakkah saya karena terlalu
menganggap kota ini indah dan layak huni? Entahlah.
Setelah berjalan lebih dari 25 menit, saya mulai membuka
peta kota Cottesloe yg ada di tangan saya. Peta ini saya ambil saat ada di
Perth Information Centre tadi dan juga buka buku tentang wisata Hello Perth yg
saya ambil di rak buku wisata yg ada di Perth International Airport. Saya pikir
sebentar lagi bus ini akan tiba di depan hostel saya. Jadi apa salahnya saya
cek dulu alamatnya di peta ini. Ketika saya mulai membaca peta sepertinya pria
bule yg di sebelah saya menyadari kalau saya adalah turis di sini. Dia
memperhatikan saya dengan seksama sedang menelurusi urutan jalan menuju Marine
Parade & Eric St Cottesloe Beach. Lalu pria bule ini bertanya dengan ramah
ke saya, mau ke mana katanya? Saya lalu dengan sigap mengambil selembar kertas
printout yg bertuliskan booking no. dan juga alamat lengkap Ocean Beach
Backpackers. Dia lalu mengecek dengan teliti di peta yg saya pegang. Lalu dia
bilang nga jauh lagi sih. Sudah dekat, paling 5 menit lagi. Ini kalau lihat di
peta ini paling 3 kali belokan lagi. Tapi saya mau turun di blok depan ini.
Nanti saya pesankan ke supirnya supaya kamu diturunkan di Marine Parade and
Eric Street katanya. Saya tersenyum sambil bilang terima kasih. Sesuai petunjuk
pria bule ini saya mulai mengamati peta ini sambil memperhatikan papan nama
jalan. Mendekati area Cottesloe, rumah-rumah yg ada di sana besar-besar dan
bagus banget. Semua jalan terlihat luas dan lebar sekali. Pedestrians roadnya
juga sangat lebar. Sepanjang jalan ditumbuhi pohon cemara yg tinggi-tinggi
banget. Saya melihat rumah-rumah di sana dicat
dengan warna putih bersih. Dan kebanyakan rumah yg ada di daerah Cottesloe ini
terlihat menanam bunga mawar yg bunganya besar banget dan pohon mawarnya
tumbuh tinggi dan rimbun sekali. Aneh ya. Saya biasanya lihat bunga mawar di
tanam di negeri saya pendek dan di dalam pot bunga. Tapi di sini, Perth, langsung ditanam di tanah. Batangnya
besar dan pohonnya tinggi pula. Terlihat indah menghiasi taman-taman di depan
rumah mereka.
Sudah berlalu 5 menit dan 3 kali belokan tapi masih belum
melihat nama jalan Marine Parade, saya jadi sedikit khawatir. Lalu saya
mendekati sang supir dan bilang saya mau turun di Marine Parade & Eric Street.
Supir bilang sebentar lagi, kalau sudah sampai akan saya beritahu kamu. Dia
melihat gurat resah di mata saya. Tapi sambil tersenyum dia bilang sudah dekat
kog, nanti kamu bisa turun di depan sana katanya. Benar saja, tak lama kemudian
saya melihat sebuah halte di depan saya. Di dekat halte itu terlihat hamparan
laut Indian Ocean yg luas dan besar sekali. Indah sekali. Persis seperti yg
digambarkan di website yg saya baca. Aura yg saya rasakan tenang dan sunyi sekali.
Saya turun di Marine Parade & Eric Street. Entah kenapa
nama jalan ini pun memberikan ingatan tersendiri di benak saya. Saat turun saya
baru memahami kenapa nama jalan ini digabungkan jadi satu. Ternyata OBB tempat
saya menginap ini berada dipersimpangan jalan Marine Parade yg menghadap ke
Indian Ocean dan sebelah lagi persis di Eric Street.Sehingga papan nama
jalannya pun memang ditulis bergandengan Marine Parade & Eric Street. Sekarang mata saya coba menyisir Eric Street ini. Saya
melihat sebuah café yg ramai pengunjung sedang bersantai menikmati matahari yg
bersinar sangat penuh. Langit biru jernih menyatu dengan pemandangan laut
Indian Ocean yg luas dan sangat biru. Jalan raya yg sangat lebar tapi mobil
atau bus jarang terlihat melintas di sana sehingga terkesan tenang dan sunyi.
Hanya para pengunjung yg sedang minum bir atau kopi duduk-duduk di sana sambil
bercengkrama mereka tertawa ria.Bener-bener tenang dan santai banget.
Mata saya pun mencoba mencari-cari di mana hostel saya. Tak
lama mata saya terpaku melihat sebuah tulisan Ocean Beach Hotel. Saya coba cek
booking room saya tapi di sana tertulis jelas Ocean Beach Backpackers bukan
Ocean Beach Hotel. Saya coba berjalan lagi melewati café tadi, dan sekarang
saya melihat sebuah gedung dengan tulisan Receptionist Ocean Beach Hotel. Dari
pada bingung saya coba masuk dan bertanya ke sang petugas resepsionisnya,
sambil menunjukkan kertas booking room saya. Dengan ramah dia menjelaskan bahwa
saya harus menuju gedung di belakang hotel ini, nanti kamu lihat OBB.
Saya pun
pergi lewat belakang gedung OBH, lalu saya ketemu gedung kayak mini market, tak
ketemu OBB. Lalu saya mengintip masuk mini market ini, tiba-tiba petugas
muncul, lalu saya tersenyum dan bilang saya lagi cari OBB. Pria bule berbadan gempal
ini, mempersilakan saya masuk lewat pintu utama saja. Katanya belok kiri dari
mini market ini nanti kamu melihat pintu masuk OBB. Saya pun berjalan belok kiri, betul saja
ternyata saya baru sadar dan melihat dengan jelas tulisan di pintu masuk Ocean Beach
Backpackers. Ya ampun dari tadi saya melihat para pengunjung yg lagi leyeh-leyeh
di teras OBB ini dan juga di café tadi itu adalah persis bersebelahan OBB.
Karena tak paham saya jadi berputar mengitari gedung ini. Ohlala ternyata ini
OBB. Cape deh.
Meskipun merasa geli dengan kejadian ini, tapi saya senang
karena akhirnya menemukan OBB ini dalam waktu yg relatif singkat hahaha.
Biasanya ada hostel yg menyebalkan susah dicari hahaha. Tapi yg ini tempatnya
sangat strategis sekali. Di jalan raya dan kalau mau ke Costtesloe Beach cuma
jalan kaki satu menit saja. Udah persis di depan mata. Dari sini terlihat
pantai dan laut yg biru sekali. Hmmm pantesan hostel ini cukup diminati ya.
Saya disambut oleh seorang resepsionis wanita muda dengan senyum ramah. Saya lalu menyodorkan kertas booking room saya. Tapi karena masih jam 12 siang, dia bilang belum bisa check in. Jadi saya harus menitipkan tas ransel saya dulu di ruang penitipan. Hostel ini terlihat sangat sederhana tapi rapi. Setelah membayar uang deposit dan biaya menginap satu malam, saya pun keluar menuju Cottesloe Beach yg tak jauh dari hostel ini. Saya sudah tak sabar pengen duduk-duduk di pantai melihat birunya laut dan indahnya langit yg biru jernih. Saya ingin menghirup udara Town of Cottesloe yg bersih, dan ringan dihirup menyusup ke dalam dada saya.
Matahari yg bersinar penuh di pantai, tapi tak menimbulkan rasa gerah atau panas. Karena suhu udara musim gugur di Perth ini memang unik sekali, matahari bersinar sangat terang tapi udaranya sangat sejuk, hanya 20-22 derajat. Tak ada angin sama sekali. Semuanya indah sekali berpadu dengan suasana tenang dan nyaman. Saya pun gemes segera mengambil kamera saku saya, ingin mengabadikan semuanya. Berkali-kali saya bergumam bahwa saya jatuh cinta dengan tempat ini. Ahhh saya berpikir bahwa Tuhan sudah mengabulkan mimpi saya untuk menginjakkan kaki saya di Perth. Rasanya kalau kilas balik lagi, saat saya beli tiket AA itu dengan pikiran bahwa ini hanya usaha saya menghambur-hamburkan uang saya. karena saat itu,saya yakin banget kalau saya pasti sulit mendapatkan visa Aussie ini. Tapi kini fakta itu terbalik. Saya rasanya kayak berjudi dan hasilnya menang hahaha. Saya jatuh cinta dengan pantai ini, Cottesloe Beach. Saya jatuh cinta dengan Town of Cottesloe yg bersih dan tertata rapi sekali. Saya menikmati indahnya barisan pohon cemara yg tinggi-tinggi. Saya menikmati pedestrians road yg lebar banget dan di sisi pantai tersedia bangku besi yg dibuat untuk mengenang orang-orang yg mereka kasihi. Kamu bisa duduk di sana berjam-jam menikmati pantai dan langit yg indah di musim gugur sambil mengenang orang-orang yg telah tiada dan dulu mereka juga mencintai pantai Cottesloe yg indah ini. Saya melihat kenangan itu diukir melalui lantai batu yg berhias cap jari tangan mereka yg disusun rapi di pinggir pedestrians road di Cottesloe Beach. Cara yg sangat cerdas untuk mengenang orang-orang yg istimewa dalam hidup kita. Cottesloe Beach, Je t'aime!
Saya disambut oleh seorang resepsionis wanita muda dengan senyum ramah. Saya lalu menyodorkan kertas booking room saya. Tapi karena masih jam 12 siang, dia bilang belum bisa check in. Jadi saya harus menitipkan tas ransel saya dulu di ruang penitipan. Hostel ini terlihat sangat sederhana tapi rapi. Setelah membayar uang deposit dan biaya menginap satu malam, saya pun keluar menuju Cottesloe Beach yg tak jauh dari hostel ini. Saya sudah tak sabar pengen duduk-duduk di pantai melihat birunya laut dan indahnya langit yg biru jernih. Saya ingin menghirup udara Town of Cottesloe yg bersih, dan ringan dihirup menyusup ke dalam dada saya.
Matahari yg bersinar penuh di pantai, tapi tak menimbulkan rasa gerah atau panas. Karena suhu udara musim gugur di Perth ini memang unik sekali, matahari bersinar sangat terang tapi udaranya sangat sejuk, hanya 20-22 derajat. Tak ada angin sama sekali. Semuanya indah sekali berpadu dengan suasana tenang dan nyaman. Saya pun gemes segera mengambil kamera saku saya, ingin mengabadikan semuanya. Berkali-kali saya bergumam bahwa saya jatuh cinta dengan tempat ini. Ahhh saya berpikir bahwa Tuhan sudah mengabulkan mimpi saya untuk menginjakkan kaki saya di Perth. Rasanya kalau kilas balik lagi, saat saya beli tiket AA itu dengan pikiran bahwa ini hanya usaha saya menghambur-hamburkan uang saya. karena saat itu,saya yakin banget kalau saya pasti sulit mendapatkan visa Aussie ini. Tapi kini fakta itu terbalik. Saya rasanya kayak berjudi dan hasilnya menang hahaha. Saya jatuh cinta dengan pantai ini, Cottesloe Beach. Saya jatuh cinta dengan Town of Cottesloe yg bersih dan tertata rapi sekali. Saya menikmati indahnya barisan pohon cemara yg tinggi-tinggi. Saya menikmati pedestrians road yg lebar banget dan di sisi pantai tersedia bangku besi yg dibuat untuk mengenang orang-orang yg mereka kasihi. Kamu bisa duduk di sana berjam-jam menikmati pantai dan langit yg indah di musim gugur sambil mengenang orang-orang yg telah tiada dan dulu mereka juga mencintai pantai Cottesloe yg indah ini. Saya melihat kenangan itu diukir melalui lantai batu yg berhias cap jari tangan mereka yg disusun rapi di pinggir pedestrians road di Cottesloe Beach. Cara yg sangat cerdas untuk mengenang orang-orang yg istimewa dalam hidup kita. Cottesloe Beach, Je t'aime!
to be continued!
nuchan@ 15062012
Dear Nuchan...trimakasih atas info Perthnya..terutama info mengenai bus ke kota Perth dari bandara..selama ini info yg ada hanya taksi, ternyata ada bus murah jg ya..
ReplyDeleteMaya
Sama-sama mba Maya..semoga berguna yah..GBU!
DeleteBus dr international airport ke domestic airport bayarnya berapa ya ?
ReplyDeleteRichie
salam kenal mbak, rencana juni 2014 ini saya sama anakku mau ke perth juga, trims infonya cukup detail tentang bus ke pusat kota perth. cuma yang saya mau tanya, dulu kamu naik pesawat apa ? lalu apa pas pulang lagi ke Indonesia pesawatnya malam atau pagi, sebab saya berencana ga mau bermalam di hostel lagi kwatir ketinggalan check in skitar jam 3 pagi. kira2 boleh ga ya, malam menjelang pagi nunggu di bandara international perth ?
ReplyDelete