Wednesday, December 28, 2011

Atas nama cinta

Entah kenapa teman saya yg sudah menikah rajin sekali mengirimkan artikel via email saya, tentang seseorang  yg suka memilih-milih calon pasangannya dan karena pilih-pilih tebu akhirnya malah tak pernah mendapakan pasangan yg diinginkan alias jomblo abadi deh. Saya yg mendapat email ini sering geli dan  tak habis pikir, untuk apa dia mengirimkan email ini ke saya? Mau menyindir kalau saya terlalu pemilih? Atau mau bilang kalau saya terus menerus memilih, maka akan berakhir sebagai jomblo abadi? Entahlah.

Satu kali karena jengkel bolak-balik dikirimin email begituan, maka saya jawab dengan lugas bahwa hidup bukan hanya seputar pernikahan saja. Betapa cetek dan dangkalnya cara pikir kita kalau hidup hanya dibatasi seputar pernikahan saja. Saya pun tak pernah tertarik hidup dengan aturan yg sudah umum berlaku di masyarakat. Buat sebagian masyarakat Indonesia ini bahwa hidup itu mestinya sesuai kodrat saja, jangan pernah menyimpang, jangan pernah melawan tradisi, jangan pernah mendobrak adat-kebiasaan atau jangan pernah berbeda dengan yg lainnya, kalau tak mau Anda akan dijadikan bahan pergunjingan hangat di kalangan manusia yg sangat puas bila hidup sesuai pakem atau kodrat yg sudah digariskan nenek-moyangnya. Entahlah.

Secara bercanda teman saya pernah bilang begini ke saya  : Lo, tumben hari ini kamu jadi cewek normal? Lalu saya jawab, emang cewek normal itu gimana sich? Oh jadi saya akan disebut abnormal karena saya punya opini sendiri? Atau karena saya berani memilih untuk menjadi wanita jomblo dan tidak merasa aneh atau risih karena saya single? Atau karena saya lebih suka menjadi wanita mandiri dan tak tertarik mengikuti aturan umum yg berlaku? Entahlah. Tapi saya dengan lugas bilang ke teman saya, saya lebih suka disebut wanita abnormal kalau karena alasan di atas. Saya ingin menjalani hidup saya dengan cara yg saya suka dan saya merasa bisa menjalaninya dengan senang. Untuk apa saya berusaha membahagiakan orang lain, kalau saya sendiri tak bahagia. Saya bisa berbagi kebahagiaan dengan orang lain kalau saya sendiri bisa bahagia tho? Bener nga? Baiklah, anggap saja itu opini pribadi saya. Biarkan kita berbeda dalam cara menjalani hidup ini. Saya sudah memilih cara saya sendiri. Dan saya pun tak akan menghakimi cara yg Anda pilih.

Saya ingin berbagi kisah tentang beberapa orang yg saya kenal dan berada di sekitar kehidupan saya, dengan berbagai kisah kasih dan cinta yg pernah mereka jalani. Rumit bin ruwet. Dua orang teman yg saya kenal dekat, saling jatuh cinta, satu pria beragama Khatolik, satu wanita beragama Muslim. Dua-duanya taat beragama. Yg wanita rajin sholat bahkan rajin pula puasa Senin-Kamis.Yg pria aktif di berbagai organisasi keagamaan Nasrani, dan rajin pula ke gereja. Sedari awal jurang perbedaan di antara mereka berdua sudah terlalu dalam, tapi yo kog nekat juga buat dijalani. Saya yg jadi pengamat dadakan dalam hubungan asmara mereka, lebih memilih cuek-bebek aja sih. Secara itu bukan hidup saya, bukan pula urusan saya. Meskipun banyak yg gonjang-ganjing dalam urusan asmara mereka yg cenderung menyimpang dan melawan tradisi yg berlaku, saya pilih netral saja. Tak melarang dan tak juga menyetujui. Masuk wilayah arsiran abu-abu. Namanya kalau lagi jatuh cinta ya, apa saja kog terlihat serbamungkin yah. Angin badai puting-beliung seolah-olah bisa dihadang atas nama cinta.

Walaupun banyak komentar miring tapi mereka tetap jalan terus dan pantang mundur. Tahun demi tahun mereka lalui dengan suka-cita dan merenda cinta dan mereguk madunya asmara terlarang ini. Saya pun turut bahagia, atas usaha mereka berdua yg tak tergoyahkan oleh perbedaan yg ada. Baguslah. Saya memang butuh figur-figur teman yg punya prinsip dalam menapaki hidup. Di saat saya sangat yakin dengan segala keteguhan cinta mereka berdua, justru rumor tak sedap beredar dan sampai ke telinga saya. Bahwa teman saya ini sudah memutuskan untuk berpisah secara baik-baik katanya. Yg pria bosan ditolak lamarannya sampai 3X oleh pihak keluarga sang wanita. Orang tua sang wanita tak bersedia bila putrinya harus menikah dengan pria yg berbeda agama. Apa kata dunia, kalau putrinya yg cantik itu harus menjual keyakinannya demi seorang pria? Ayah-ibunya menolak mentah-mentah. Ditolak satu kali, teman saya masih bisa bertahan. Hitung-hitung sebagai usaha uji-nyali saja. Ditolak kedua kalinya pun masih sabar dan tawakal. Beliau yakin sekali, cinta memang butuh perjuangan yg luar biasa. Ditolak ketiga kalinya, nyalinya sudah mulai ciut dan tampaknya masa depan menjadi sedikit buram.

Tak ada pilihan lain yg bisa dia lakukan selain melakukan ultimatum kepada sang pujaan hatinya. Maka muncullah ide gila dari dia. Pilih orang tua kamu atau pilih ikut saya? Dan jawaban itu harus diberikan kepada teman saya ini, tepat saat dia berulang tahun yg kesekian.  Usia sudah bertambah, libido juga sudah meningkat, keinginan untuk segera beristri dan memiliki keturunan pun tak bisa dipungkiri menjadi faktor pemicu munculnya ide gila itu. Dengan harap-harap cemas dia menunggu jawaban saat ulang tahunnya tiba. Saat hari bersejarah itu tiba, tak ada satu pun yg diinginkannya selain sebuah jawaban yg pasti atas hubungan mereka,  yg selama ini terus-menerus mengambang nga jelas, mau dibawa kemana hubungan ini?

Dengan perasaan campur-aduk tak karuan dia menunggu jawaban dari sang kekasih. Jawaban yg dinantinya itu pun tiba, bahwa kekasihnya tak sanggup memilih. Kekasihnya hanya diam seribu bahasa. Diam tak berkata-kata. Sang pria sudah kehilangan kesabaran, sudah 5 tahun dia menunggu tanpa kepastian, maka malam itu dengan tegas dia bilang, kalau kamu diam saja, tak memberikan jawaban malam ini, maka saya simpulkan bahwa kamu memilih orang tua kamu. Maka mulai malam ini, mari kita melanjutkan hidup kita masing-masing. Kamu bebas berteman dengan pria mana pun yg kamu suka, saya pun bebas mencari wanita lain yg saya suka. Terima kasih untuk semua cinta dan kebaikan yg pernah kamu berikan ke saya. Mari kita menjadi sahabat saja. Maka sejak malam itu, mereka resmi berpisah, bukan sepasang kekasih lagi. Kisah cinta yg dimulai dengan segala perbedaan itu,akhirnya kandas di tengah jalan. Cinta yg penuh bara itu padam tergilas waktu. Akhirnya mereka harus kalah kepada sang waktu. Atas nama cinta mereka berpisah dan terluka. Mereka terluka. Mereka menangis. Mereka menjerit. Mengapa mereka harus terlahir berbeda? Dunia serasa tak adil bagi mereka.

Perpisahan mereka ini, menimbulkan pro dan kontra di kalangan teman-teman saya. Beberapa teman lain bersyukur atas perpisahan ini, karena kalau dilanjutkan maka akan banyak keluarga yg tersakiti. Menikah dengan beda agama, memang harus saya akui masih menjadi hal yg tabu di Indonesia. Memang beberapa selebritis ada yg melakukan pernikahan beda agama, seperti Jamal Mirdad dan Lydia Kandow, tapi semua orang tahu bahwa hal itu tidak mudah dijalani. Apalagi kita sebagai orang awam, maka menikah beda agama ini, kadangkala malah dikucilkan oleh pihak keluarga masing-masing. Ditambah  lagi menikah beda agama belum diakui secara hukum di Indonesia. Pokoknya urusannya bisa jadi rumit bin ruwet. Kudu menikah di Australia atau di Singapore. Itupun hanya di catatan sipil saja. Artis yg saat ini nekat melakukan hal ini adalah Titi Kamal dan Christian S.

Okay back to the topic. Setelah putus dengan pacar Muslimahnya, teman pria saya ini memilih berpacaran dengan seorang gadis Batak dan beragama Protestan. Tapi zaman sekarang beda aliran agama Khatolik dan Protestan ini tidak terlalu dipermasalahkan yah. Kalau zaman dulu, yah bisa gagal menikah hanya gara-gara yg satu Khatolik dan yg satunya lagi Protestan. Sekarang yg begini-begini sih dicuekkin ajalah. Secara cari jodoh yg seiman saja sudah sulitnya setengah mati, jadi kalau hanya beda aliran saja yah, harap maklum aja yah hahaha.

Singkat cerita, kisah kasih asmaranya dengan sang gadis Batak ini tampaknya berjalan sangat lancar. Kedua orang tua mereka setuju dan sepakat bila hubungan mereka segera ditingkatkan ke jenjang pernikahan saja. Sebenarnya kalau diteliti secara jeli, hubungan teman saya ini justru lebih ruwet ya, karena beda budaya. Yg satu gadis Batak, yg satunya pria Jawa tulen euy. Alamak bedanya kayak bumi dan langit saja. Tahu sendiri adat Batak itu superrumit. Banyak ritual yg bisa bikin kantong sang pria terkuras habis atas nama Hepeng Sinamot alias uang mahar yg super duber mahal banget. Pokoknya gila abis nek. Adat Jawa, buat saya lebih tidak masuk diakal lagi sih. Banyak aturan yg nga masuk diakal yah. Aduh adat Jawa itu buat saya mirip kayak percaya sama klenik aja sih. Segala-galanya ada primbon-nya. Bikin tanggal pernikahan saja bisa ruwet mencari tanggal yg cocok sesuai dengan tanggal lahir kedua mempelainya. Ayak-ayak wae. Ini pandangan saya, sebagai gadis Batak yg minim pengetahuan tentang adat Jawa hahaha. Kalau Anda nga terima dengan pemikiran saya tentang adat Jawa ini, sebaiknya Anda jelaskan dengan baik dan buat saya mengerti hahaha.

Kalau perempuan  Batak itu sedari kecil sudah diajarkan kalau mereka itu putri raja. Jadi bisa dibayangkan tho, kalau jadi putri raja itu, ya dia punya hak yg hampir sama dengan pria. Sejajar dalam segala hal. Jadi jauh sebelum negara Barat ngomongin kesetaraan gender, dalam adat Batak justru perempuan sudah dianggap setara dengan pria sih hahaha. Jadi jangan berharap perempuan Batak itu disuruh melap sepatu suaminya atau disuruh bangun pagi-pagi menyiapkan sarapan pagi buat suaminya ya. Kayaknya itu bukan bagian dari kebiasaan gadis Batak yah. Duh kebiasaan putri raja itu ya memerintah. Yah boleh dibilang perempuan Batak itu cenderung dominan di dalam keluarga dalam hal mengelola rumah tangganya. Jadi pasangannya harus siap-siap dengan situasi ini. Diharapkan sang suami pun harus punya leadership yg kuat dalam mengendalikan rumah tangganya, kalau tak mau sang istri nantinya akan lebih berkuasa, dan mau tak mau akan muncul istilah unik yaitu suami-suami takut istri. Betul tidak?

Tampaknya teman pria saya ini, sudah tahu jelas dengan kebiasaan orang Batak ini. Jadi semua adat  Batak yg superrumit ini sudah diperhitungkan dengan baik oleh beliau. Teman saya ini patut bersyukur juga, kalau calon mertuanya ternyata orang Batak yg sudah lama tinggal di P.Jawa, jadi teman saya tidak perlu mengikuti ritual adat Batak yg rumit ini. Calon mertuanya membebaskan teman saya dari aturan uang mahar yg supermahal itu, pokoknya jangan terpaku dengan adat Batak. Bagi camernya yg penting adalah menikah secara Kristiani saja sudah cukup. Maka teman saya, sepakat dengan camernya menikah di gereja Khatolik di kampung halaman  teman saya ini, nun jauh di P.Jawa dengan segala adat Jawa yg sudah umum berlaku di kampungnya. Saya cukup salut dengan urusan asmaranya yg supersingkat ini. Hanya dalam waktu 6 bulan saja, semuanya serbacepat, serbaringkas, serbapraktis, dia berhasil mempersunting gadis Batak yg beragama Protestan tapi sang gadis Batak rela pindah aliran menjadi Khatolik dan bersedia pula menikah di rumah pengantin pria dengan segala ritual adat Jawa yg diinginkan oleh camernya yg memang sesepuh di kampung halamannya.

Oh peristiwa ini membuat saya menjadi sangat yakin bahwa doa-restu kedua orang tua memang bisa memperlancar segala hal dalam hidup kita. Pernikahan mereka berjalan baik dan lancar. Banyak doa dan restu yg diterima mereka berdua dari semua sahabat dekat, teman sekerja, teman segereja, teman di lingkungan tempat tinggal juga. Begitu banyak rintangan, begitu banyak perbedaan yg ada, tapi ATAS NAMA CINTA, semua rintangan dan perbedaan itu bisa kalah dan tahluk di dalam NAMA CINTA. Banyak yg bilang cinta itu bisa membuat kita bahagia tapi bisa juga bikin kita terluka. Tapi saya sebenarnya kurang setuju dengan pernyataan itu. Buat saya cinta adalah alat perekat segala perbedaan dan senjata yg ampuh untuk  meruntuhkan segala rintangan. Cinta tak pernah memecah-belah dan tak pernah pula melukai. Cinta adalah kasih. Yg menaburkan segala kebaikan dan kebahagiaan.

Saya pun turut berbahagia dengan pernikahannya ini. Semoga semua kisah dan cerita yg sangat berwarna yg dilalui teman pria saya ini, bisa menjadi pelajaran buat semua yg membaca kisah ini. Teman saya memilih jalan hidupnya untuk menikah, dan berharap mereka bisa memiliki momongan secepatnya sebagai bagian dari siklus kehidupan.  Saya memilih jalan hidup yg berbeda dengan dia. Saya memilih masih setia menjadi wanita jomblo yg tetap bahagia. Hidup buat saya bukan hanya soal pernikahan saja. Banyak hal yg bisa saya lakukan. Dan saya memilih menikmati hidup saya dengan cara saya sendiri. Sebaiknya teman-teman yg lain pun belajar menghormati pilihan hidup orang lain. Tak usah repot-repot mengurusi pilihan hidup orang lain ya. Belajarlah untuk berbahagia dalam segala keadaan, mau nikah atau jomblo, berbahagialah! Life is so beautiful.


nuchan@28122011
atas nama cinta

No comments:

Post a Comment