Thursday, September 23, 2010

Impian yg berubah


Ibuku adalah seorang ibu rumah tangga biasa yg sehari-hari menghabiskan waktunya untuk mengurus suami dan anak-anaknya. Dari sejak bangun pagi sampai malam hari menjelang tidur, dia sibuk mengatur seluruh isi rumah dan kebutuhan anak-anaknya. Semasa kecil aku bisa menangis histeris bila pulang sekolah, aku tak menemukan ibuku sedang menunggu kepulanganku di depan pagar rumah. Kebiasaan  yg berlaku adalah ibuku akan menanti aku di depan pagar. Dan bila kebiasaan  itu dilanggar maka aku akan menangis ketakutan.

Satu kali saat masih duduk dibangku SD kelas 2 aku pernah mendapatkan nilai 10 untuk ujian matematika. Maka dengan dada yg dipenuhi rasa bangga, aku tak sabar ingin segera mengabarkan berita baik ini. Aku berlari sekencang-kencangnya pengen segera bertemu ibuku. Karena ceroboh, kakiku tersandung batu dan aku terjatuh. Lututku terluka dan mengeluarkan darah. Tapi rasa sakit  itu aku abaikan. Aku hanya ingin bertemu ibuku. Ketika sampai di depan pagar rumahku  aku tak melihat ibuku berdiri di sana. Tiba-tiba hatiku galau. Aku berlari ke dalam rumah, tapi ibuku tak ada. Aku berlari dari satu kamar ke kamar lainnya, sambil berteriak memanggil-manggil ibuku tapi ibuku tak ada. Kini aku panik dan ketakutan. Aku mulai menangis meraung-raung memanggil-manggil ibuku. Aku lupa berapa lama aku menangis, akhirnya  kelelahan dan tertidur.

Ketika ibuku kembali ke rumah dan membangunkan aku untuk makan siang. Aku melihat ibuku dengan amarah yg meledak-ledak, sambil menangis. Kenapa ketika aku pulang ibu tidak ada. Dan aku ngambek tidak mau makan siang. Ibuku berusaha membujukku dengan sepenuh kasih sayangnya. Tapi aku tak bergeming sama sekali. Aku sembunyi di kamarku. Kini ibuku tahu bahwa aku bener-bener marah. Dan dengan lembut dia mengangkat tubuhku ke dalam pelukannya. Dan menceritakan alasan kenapa dia tak berdiri menunggu kepulanganku di depan pagar rumahku. Tadi pagi tante yg tinggal di sebelah rumahku mengalami pendarahan hebat sehingga ibuku ikut membantu melarikan tante sebelah ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan segera. Karena suaminya sedang bekerja. Itu sebabnya ibuku tak keburu untuk menanti kedatanganku. Otak kecilku tak dapat mencerna penjelasannya dengan baik. Tapi cukup untuk membuat aku mau makan siang dan tidak ngambek lagi. Setelah makan siang aku mengambil tas sekolahku dan memperlihatkan ujian matematikaku mendapat nilai 10. Dan juga memamerkan lututku yg terluka karena berlari-lari pulang dan tersandung batu, hanya karena ingin segera memperlihatkan angka 10 itu. Ibuku menangis. Dan kini beliau paham mengapa aku marah dan menangis. Lalu dengan lembut dia berkata di telingaku bahwa dia tak akan mengecewakan aku lagi. Dia berjanji akan menunggu aku bila aku pulang sekolah.

Dan sejak saat itu, aku mendapatkan kemewahan yg luar biasa, karena ibuku tak pernah ingkar janji. Dia selalu ada ketika aku membutuhkannya. Aku memuja ibuku seperti memuja dewi cinta. Ibuku bagaikan malaikat pelindung yg selalu ada buatku. Momen itu yg kemudian mendorongku untuk mengucapkan janji  bahwa kalau aku besar nanti, aku bercita-cita ingin menjadi seperti ibuku. Siapapun yg bertanya : “Apa cita-citamu,nak? “ Maka dengan lugas aku jawab : “ Aku ingin menjadi seperti ibuku.”
***
Waktu berlalu begitu cepat dan aku pun sudah menjadi dewasa. Lulus SMA, aku harus melanjutkan kuliah di kota. Jaraknya lumayan jauh, kira-kira 5 jam naik bus  dari kampung halamanku menuju kota tempat aku kuliah nanti. Aku merasa enggan berpisah dengan ibuku. Tapi suka atau tak suka, aku harus berpisah. Dan perpisahan ini kelak yg akan mengubah impian masa kecilku.

Hidup sendiri membuat aku bingung memulai hidup baru. Rasanya serba gamang. Aku harus mengatur sendiri semua pengeluaran uangku. Aku harus beli makanan sendiri. Aku harus makan sendiri. Semuanya harus aku lakukan sendiri. 6 bulan pertama aku bener-bener merasa kesepian dan tak kuat menjalaninya sendiri. Aku mengalami rindu yg teramat hebat. Aku rindu semua yg terkait ibuku. Aku rindu dekapannya yg membuat aku tidur lelap. Aku rindu masakannya yg terasa super lezat di lidahku.  Aku rindu wangi tubuhnya. Aku menjadi sakit dan tak punya selera makan. Aku hanya menginginkan  ibuku. Dan aku tergeletak sakit, memeluk bantalku sambil menangis.
***
Hari-hari kuliah yg semakin sibuk, membuat aku mulai melupakan kesepianku. Aku mulai punya teman-teman baru. Dan berbagai kesibukan baru yg menyita waktuku. Setelah satu tahun hidup sendiri aku mulai terbiasa dengan kesendirianku. Aku mulai tahu bagaimana mengelola uangku. Aku mulai menikmati cara hidupku yg baru. Hidupku menjadi lebih berwarna. 

Kini aku sudah punya sahabat dekat 5 orang. Masing-masing punya keunikan tersendiri. Secara akademis semuanya pintar-pintar. Untuk bisa menyamai prestasi mereka aku harus berjibaku. Sering aku harus berpikir ulang tentang sesuatu hal, tapi bagi mereka semuanya serba mudah hehehe. Pesona itu membuat aku senang berada di antara mereka. Karena aku bisa menyerap ilmu mereka. Dan latar belakang kehidupan keluarga kami yg berbeda, membuat aku menjadi memiliki pandangan lain tentang kehidupan keluarga sahabat-sahabatku.

Salah seorang sahabatku memiliki ibu seorang wanita karier. Ibunya bekerja sebagai sekretaris umum di sebuah perusahaan asing ternama di Sumatra. Pertama kali aku berjumpa dengan ibunya, aku kaget dan terpesona luar biasa. Dandanannya yg sangat modis dan gaya bicaranya sangat gaul banget. Ibunya terlihat sangat supel bergaul, awet muda dan cantik. Ibunya bisa bicara dengan santai dan rileks di tengah-tengah kami berlima, seolah-olah dia sedang bercengkrama dengan sahabat yg sepantarannya.  Pandangan pertama ini  membuat aku terkesan dan mulai mengagumi ibunya.

Aku suka menghabiskan banyak waktuku di rumah sahabatku. Hanya karena ingin berjumpa dengan ibunya. Aku tahan berjam-jam mendengarkan ibunya bicara apa saja dan menikmati setiap kisah pengalaman-pengalaman unik yg diceritakannya. Buat aku ini pengalaman luar biasa. Ibunya memang sering sibuk. Kadang-kadang bisa tugas ke luar kota atau ke luar negeri sampai berminggu-minggu. Tapi ibunya selalu memberikan kabar dan komunikasi dengan anak-anaknya sangat lancar via telepon. Dan kalau sudah pulang dari bepergian, ibunya selalu membawa oleh-oleh yg beragam. Dan aku pun akan dengan sangat antusias ingin mendengarkan oleh-oleh cerita tentang pengalaman perjalanan ibunya ke berbagai kota dan negara yg dikunjunginya.

Gaya hidup ibunya yg sangat berwarna membuat aku kini melihat impian baru yg sangat mempesona. Begitu besarnya rasa kagumku terhadap ibu sahabatku ini, membuat aku mulai berpikir bahwa aku ingin seperti ibu sahabatku.  Menjadi wanita karier yg sukses. Punya penghasilan sendiri. Bisa bebas membeli apa saja yg aku inginkan. Bebas bepergian ke mana saja, tanpa ketergantungan sedikit pun sama suaminya. Aku senang melihat ibunya kalau sedang berdiskusi dengan ayahnya. Kelihatannya kedudukan mereka sangat setara. Mereka berbincang2 seperti dua orang sahabat. Wah aku bener-bener mengagumi ibunya. 

Aku bandingkan dengan ibuku yg sangat sederhana, ibuku tak pernah mengemukakan pendapat pribadinya di depan ayahku. Ibuku selalu percaya, apa yg diputuskan ayahku adalah yg terbaik. Ibuku dengan sukarela mengabdikan sepenuh hidupnya mendukung ayahku. Ibuku mendukung ayahku dalam segala hal, baik susah maupun  senang. Ibu ayahku selalu klop,berjalan seiring sejalan. Tak ada konflik yg berarti. Adem ayam. Tak ada gelombang dan dinamika hidup yg meletup-letup. Menurutku ibuku sangat sempurna menjadi istri dan pendamping yg setia dan sepadan  buat ayahku. Aku mengagumi dan mencintai ibuku dengan segala kesederhanaannya. Tapi kini pesona ibu sahabatku ini begitu kuat mengenggam hati dan pikiranku. Sejak saat itu, aku memutuskan untuk mengubah impian masa kecilku. Kini aku bercita-cita ingin menjadi wanita karier yg sukses dan mandiri seperti ibu sahabatku.

***
Waktu berlalu begitu cepat. Tak terasa kini aku sudah bekerja. Sudah punya penghasilan sendiri. Sudah bisa membeli benda-benda yg aku inginkan dengan hasil keringatku sendiri. Sudah bisa bepergian jauh, jauh sekali dari impian sederhana masa kecilku. Aku bahkan sudah lama lupa  dengan impian sederhana masa kecilku itu.

Setelah sekian lama terkubur dalam, kini impian itu seperti menari-nari di pelupuk mataku. Deringan telpon dari ibuku yg menanyakan dengan halus kapan aku akan mengakhiri masa lajangku membuat aku kaget. Dengan lembut dia berkata : Nak, kapan kau akan mengenalkannya pada ibu? Dengan wajah bingung aku balik bertanya? Mengenalkan siapa bu? Ibuku tertawa halus, Yah perkenalkan calon pasanganmu..Hah, aku kaget dan tertawa lepas bilang bahwa aku belum memutuskan siapapun yg akan  jadi pendampingku hehehe. Tapi pertanyaan ibuku itu, tak urung membuat aku jadi resah dan gelisah. Bagaimana kalau ibuku bertanya lagi. Apa yg harus kujawab. Bagaimana aku akan menjelaskan situasi ini padanya. Aku resah.

Ibuku tak pernah tahu bahwa aku sudah lama melupakan impian masa kecilku. Yg dia tahu bahwa aku bercita-cita ingin menjadi ibu rumah tangga yg baik seperti dia.Membahagiakan suami dan anak-anak yg kelak akan aku lahirkan.  Tak lebih tak kurang.

Kenyang mengenyam dunia pendidikan, bertemu,bergaul dan berinteraksi dengan bermacam-macam orang dari berbagai latar belakang kehidupan, membuat aku sadar bahwa hidup ini sangat berwarna. Dan aku dihadapkan dengan berbagai pilihan hidup yg sangat menggiurkan. Hidup tidak lagi sesederhana yg dilakoni oleh ibuku. Semua liku-liku dan perjalanan hidup itu membuat aku menjadi berubah. Berubah total. Tapi ibuku tak pernah tahu. Dia hanya tahu, aku sangat ingin seperti dia. Bagaimana kalau ibuku tahu bahwa aku sudah berubah. Aku tak berani membayangkannya. Aku tak punya keberanian untuk mengemukakan segala impianku saat ini. Bukan karena khawatir ibuku akan marah. Tapi karena aku tahu, ibuku tak pernah membantah dan tak pernah juga menentang keinginanku. Setuju atau tidak setuju, ibuku lebih banyak diam.Dan diam ibuku bisa bermacam-macam artinya. Dan aku pun tak mau membuat ibuku sedih dan kecewa, apabila jalan hidup yg kupilih berbeda dengan yg diharapkannya. Aku jadi  resah.


Saat ini aku tak berani mengambil keputusan. Bagiku, ini menjadi dilema : Mau segera menikah atau justru betah melajang. Maraknya perceraian di kalangan pasutri saat ini membuat aku bimbang. Takut salah mengambil keputusan. Aku takut terjebak dalam pernikahan yg membosankan dan ruwet. Kebebasan hidup dan kemampuan mengambil keputusan tunggal atas hidupku membuat aku tak nyaman harus mengkomunikasikan semua hal dengan pasangan hidupku kelak. Tak terbayangkan repotnya kalau setiap kali melangkah harus didiskusikan secara jelas dan tuntas dengan pasanganku. Iyah kalau keputusannya bisa klop dan sejalan. Bagaimana kalau tidak sesuai atau melenceng jauh dari yg aku harapkan. Kekhawatiran2  seperti ini membuat kepalaku mumet memikirkannya. Hatiku mendua. Antara tetap pengen bebas lepas atau terikat. Maunya terikat pernikahan tapi masih bisa bebas lepas kayak semasa lajang. Terlalu banyak pilihan hidup malah bikin aku jadi bingung dan bimbang. Alangkah nikmatnya kalau tidak terlalu banyak pilihan.(bingung.com)


Sampai detik ini aku tetap mengagumi kesederhanaan pola pikir ibuku. Tapi entah kenapa,  begitu sulitnya untuk memutuskan mengikuti jejak ibuku. Nuraniku selalu berbisik bahwa aku akan mengikuti jejak ibuku. Tapi di saat yg bersamaan otak dan pikiranku berteriak kencang : Apakah betul aku sanggup hidup dalam kesederhanaan, kepatuhan dan keikhlasan dalam menjalani hidup seperti ibuku. Aku lahir dari rahim perempuan yg sangat sederhana tapi kenapa aku berpikir hidup ini tidak sederhana. Terlalu banyak impian yg ingin aku raih. Dan impianku saat ini selalu  bergerak secara eksponensial. Terus bertambah dan bertambah tak ada habis-habisnya. Aku merasa terpenuhi satu tapi muncul impian baru 10. Begitu terus dan terus. Lalu sampai kapan ini akan berakhir? Kenapa tak pernah terpuaskan. Kenapa jadi rumit? Kalau sedang resah begini aku jadi rindu menjadi seperti ibuku. Tidak ruwet. Sangat sederhana. Tak neko-neko.

Ahhh andai aku bisa memutuskan dengan cepat, untuk kembali ke impian masa kecilku dulu…Tiba-tiba dadaku sesak dan rindu yg teramat hebat merajai hatiku..I miss you Mom!



Catatan :

Untuk keluar dari kerumitan ini, seharusnya aku menyederhanakan impian-impianku. Dan melakoni hidupku dengan penuh keikhlasan dan berserah diri pada rancanganNYA.

Ibuku ibu rumah tangga yg sederhana dan memiliki impian yg sangat sederhana. Dia hanya ingin membahagiakan suami dan anak-anaknya. Dia melakoni hidupnya dengan cara sederhana tanpa ada pamrih dan keinginan yg neko-neko. Dan dia telah menjadi ibu yg terhebat di dalam hidupku. Ibuku adalah malaikat  hidupku di dunia ini. Dan nuraniku kembali berbisik bahwa aku ingin seperti dia. Tapi kapan? Entahlah. Biarkan waktu yg akan menjawab dan mengubah kembali hatiku.

Setiap kali resah itu datang. Maka aku akan memutar lagu Ave Maria oleh Beyonce. Dan lagu itu terus berputar dan berputar untuk meredam rasa galau dihatiku.

I found heaven on earth
You are my last, my first
And then, I hear this voice inside.....
Ave Maria

nuchan@23092010
copyright


No comments:

Post a Comment