Monday, June 30, 2014

Resahku

Pagi ini aku bangun dan mendengar suara kicau burung dari jendela. Sudah lama rasanya aku tak mendengar kicauan merdu itu.  Jakarta memang tidak ramah. Orang senang membangun rumah tapi tidak gemar menanam pohon. Bagi orang Jakarta setiap jengkal tanah adalah uang, maka akan tak bermanfaat bila hanya ditumbuhi pepohonan rindang, karena tidak menghasilkan uang. Malah pohon rindang hanya mengumpulkan para pedagang kaki lima yg suka berteduh bila sedang kepanasan dihantam kejamnya dan panasnya udara ibu kota.

Kemana pun mata memandang maka mata akan melihat gedung-gedung tinggi yg menjulang menantang langit.  Seolah-olah mereka berlomba ingin mencapai langit. Bahkan mereka tak peduli meskipun Jakarta selalu dilanda banjir dan banjir. Penduduk Jakarta itu reseh, cerewet, bawel, menyebalkan, dan tak beradab. Mereka familiar dengan gadget termahal, mereka hobbi bermedsos ria, bahkan semua medsos mereka ikuti, tapi jangan berharap mereka paham dan mau berpartisipasi menjaga kebersihan Jakarta. Mereka berhak menuntut ini dan itu kepada pemerintah tapi tidak punya rasa tanggungjawab untuk menjalankan kewajibannya sebagai warga Jakarta. Mereka pemalas, jorok dan tidak malu tidur nyenyak di antara gunungan sampah yg menjulang. Mereka berharap ada superman yg datang membuat semuanya menjadi rapi, bersih dan tidak macet dan tidak banjir. Itulah kondisi penduduk jakarta.

Pemerintahnya pun setali tiga uang. Rajin banget memungut pajak dari rakyat. Katanya untuk membangun sarana  dan infrastruktur dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Tapi rakyat yg mana aku tak pernah tahu. Mereka hanya menggunakan kekuasaan mereka menarik pajak secara semena-mena tanpa pernah bertanggungjawab atas penggunaan pajak tersebut. Jalan selalu rusak di mana-mana. Listrik mati tanpa pemberitahuan kepada warga. Mereka tak peduli kerugian yg mereka timbulkan kepada warga tapi kalau telat bayar listrik mereka berhak memberlakukan denda keterlambatan. Luar biasa. Jangan bicara sarana air sehat dan bersih, air Pam selalu terlihat keruh dan mengalir kecil.  Itulah Jakarta yg katanya ibukota RI dan etalase Indonesia.

Kotor, sumuk dan horornya kota Jakarta dan juga kota-kota besar di Indonesia membuat aku  berharap ada manusia seperti superman yg punya hati yg baik dan jujur dan selalu berpihak kepada rakyat datang menyulapnya menjadi indah seperti  Jepang atau minimal seperti Singapore.


Tapi kapan ya? Ada Jokowi yg mengusung Revolusi Mental  tapi belum apa-apa sudah dicaci-maki dan dituduh dengan berbagai macam tuduhan yg menyakitkan. Memang bangsa ini suka lupa ingatan. Sudah pernah dibodohi dan dipasung selama 32 tahun tapi kog masih rindu dengan masa lalu yg penuh dengan sejarah hitam yg memilukan hati para orang tua yg kehilangan putra-putrinya yg mencoba bersuara lantang menentang kezaliman penguasa orba. 

Tapi hari ini tiba-tiba  ramai-ramai orang yg dulu menghujat penguasa masa lalu malah hari ini berteriak sama kerasnya mengagung-agungkan penguasa yg dulu menindas, menyiksa dan memasung setiap orang yg mencoba bersuara, kini dibopong dan diarak-arak dan diagung-agungkan bak raja besar nan  agung, suci dan penuh keadilan dan yg mampu membawa negeri ini keluar dari kemiskinan, ketidakadilan dan kebodohan. Ckckck bener-bener negeri ini penuh dengan manusia yg amnesia. Kalau yg amnesia hanya kalangan akar rumput mungkin aku masih maklum karena keterbatasan informasi dan pengetahuan, tapi yg saat ini banyak amnesia justru para pendidik, para aparat dan kalangan atas yg notabene memiliki pendidikan
 terbaik pun ikutan amnesia dan bicara omong kosong kayak orang mabuk laut dan membuat perut mual pengen muntah dengan omongannya yg kotor dan memalukan mencoba membodohi orang banyak dengan memutarbalikkan fakta yg ada. Bener-bener sakit. Bener-bener rusak. Quo vadis Indonesia?

nuchan@02072014
resah

No comments:

Post a Comment