Sunday, November 18, 2012

How Perth Surprised Me

Birunya  Indian Ocean dan indahnya pasir putih di Cottesloe Beach mampu menahan kakiku untuk tidak beranjak dari sana. Hilir mudik berbagai pasangan di sepanjang pantai sambil bermain dengan anjing mereka yg berlari dan menari-nari di sepanjang pasir putih membuat aku hanya diam terpaku di bangku besi yg tersedia di sepanjang pedestrian road yg ada di pinggir Cottesloe Beach. Aku bahkan tak bisa mengambarkan perasaanku saat itu. Aku terlalu hanyut dengan semua keindahan alam yg terhampar di depan mataku.



Suasana sunyi dan damai di sepanjang pantai  ini akan terus membiusku. Langit nan biru bersanding dengan Indian Ocean yg sangat biru. Bukankah sebuah keindahan yg nyaris sempurna menyaksikan langit biru, laut biru, matahari yg bersinar penuh dan disempurnakan udara yg sangat sejuk 22 derajat di musim gugur May 2012. 

Aku bahkan tak pernah bermimpi akan menyaksikan semua ini di Perth-WA. Aku tak pernah merencanakan akan melabuhkan perjalananku sampai di sini. Aneh memang. Buat aku Aussie itu bukan  sebuah negara yg menjadi negara impianku. Bukan karena negara ini tak menarik buat aku tapi lebih kepada isu-isu yg tersebar di dunia maya bahwa orang Aussie itu tidak begitu ramah terhadap orang Asia. Bahasa Inggris orang Aussie pun katanya sulit dipahami oleh orang asing yg tidak menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa ibunya. Berita-berita itulah  yg membunuh keinginanku untuk traveling ke negeri kangguru ini. Tapi itu hanya bagian dari bagaimana nasib sering berkata lain.

Siapa sangka, kini aku sedang duduk dalam damai menikmati kesunyian yg indah dan terasa masih aneh di benakku. Bukan hanya menikmati laut dan langitnya nan biru,alamnya yg indah tapi juga  penduduknya yg ternyata sangat ramah. Dan betapa wajah mereka selalu berhias senyuman nan  bersahabat  saat berusaha membantu orang asing yg sedang menikmati negerinya. Betapa anehnya hidup ini.

Kalaupun akhirnya kakiku mendarat di sini, semua dimulai dari sebuah keisengan. AA menawarkan harga yg super-kompetitif saat itu. Dan kebetulan saat promo itu ada, aku belum punya rencana liburan di tahun 2012. Ditambah aku punya uang yg cukup juga saat itu, maka hasrat ingin membakar uang saat itu muncul secara mendadak. Tanpa berpikir panjang aku langsung beli tiket online dan menggesek credit card aku. Setelah semua tiket terbeli baru ada sebersit rasa penyesalan, khawatir bahwa aku akan menemukan kesulitan mendapatkan visa. Sesal sesaat. Tapi  sesudah itu aku berusaha melupakan kejadian itu. Anggap saja uangnya sudah hilang hahaha. Tiket sudah terbeli tak bisa disesali lagi. Aku cuma mengabarkan pembelian tiket ini ke seorang sahabatku saja. Dan aku minta dia ikutan tapi kayaknya dia belum minat karena terbentur jadwal cuti.

Diawali  dari sebuah keisengan itu, siapa menduga bahwa semuanya bisa berjalan lancar. Visa diterima, meskipun sedikit berliku-liku saat akan mendapatkannya. Apakah ini sebuah kebetulan? Ataukah semuanya sudah ada yg mengaturnya? Aku pernah baca sebuah novel Andrea Hirata – Edensor pada halaman pertama :
Hidup dan nasib, bisa tampak berantakan, misterius, fantastis, dan sporadis, namun setiap elemennya adalah subsistem dari sebuah desain holistik yang sempurna. Menerima kenyataan bahwa tak ada hal sekecil apa pun terjadi karena kebetulan. Ini fakta penciptaan yang tak terbantahkan.
( Diinterpretasikan dari pemikiran agung Harun Yahya)


Every breath counts, every moment matters. Life is God's gift to our planet. A lifetime is not enough for us to know ourselves. Yet we waste time in perverse pleasures, unmindful of our own beauty. If you are not living your life to the fullest, you are missing something.

nuchan@052012

No comments:

Post a Comment