Friday, August 17, 2012

Okonomiyaki in Chitose's Resto - Osaka

Perut gue sudah lapar berat. Saran petugas Toyo Hotel yg menyarankan gue makan siang di resto kecil yg tak jauh letaknya dari hotel tersebut gue terima sepenuhnya. Gue hanya ingin makan siang yg serbamurah dan cepat. Setelah menitipkan tas dan ransel gue ke resepsionis, gue jalan kaki menuju resto itu. Baru jalan 5 menit, gue udah bingung dengan banyaknya jalan dan perempatan di sekitar sini, yg mana jalan menuju resto ini? Saat begini, gue semakin menyadari kalau gue kurang bisa baca peta dengan baik. Malas terjebak kebingungan gue menghampiri seorang petugas hotel lain yg ada di sekitar area ini, gue melihat begitu banyak bangunan hotel di sekitar sini. Hampir semuanya hotel.ckckck. Bahkan masih banyak hotel yg menawarkan harga yg lebih murah daripada Toyo Hotel ini. Padahal hasil pelacakan gue di website, gue hanya menemukan Toyo Hotel ini yg memberikan harga yg sangat kompetitif. Nyatanya di sini banyak yg lebih murah. Ampun dah.

Gue lalu menunjukkan peta dan nama restonya. Dia tersenyum manis sambil memberikan petunjuk, jalan mana yg harus gue tuju. Gue meneruskan jalan lagi menyusuri jalan kecil ini. Satu dua orang penduduk lokal saya temui sedang asyik berleyeh-leyeh di gang  tersebut . Tempat ini lumayan sepi di siang hari. Gue melihat gedung yg berjajar rapat sekali dengan jalan-jalan yg tidak terlalu lebar. Ini bener-bener pertama kalinya gue menyusuri gang-gang yg ada di Osaka. Gue melihat sisi lain dari kehidupan penduduk lokal di sini. Tiba-tiba gue merasakan pengalaman lain yg berbeda. Gue memang berharap melihat lebih banyak aktivitas sehari-hari penduduk lokal di sini. Supaya gue tahu apa yg mereka lakukan sehari-hari, tidak hanya sekedar mencari daerah turis saja. Rasanya lebih menarik kalau gue bisa melihat langsung kebiasaan penduduk lokalnya. Gue suka saat bertanya dan mereka dengan mimik penuh perhatian menolong dan menjelaskan ke gue. Mungkin ada untungnya gue bisa bahasa Jepang jadi tak ada perasaan khawatir saat memulai komunikasi dengan penduduk lokalnya. Mereka pun merasa nyaman karena gue bisa bahasa Jepang, sehingga mereka bisa menolong lebih mudah tanpa kendala bahasa sama sekali.  Ini perjalanan yg relatif tidak menimbulkan debaran yg terlalu banyak karena gue merasa yakin dan nyaman tak memiliki kendala bahasa saat berada di sini. Saat gue butuh dan pengen bertanya semuanya berjalan lancar saja. Akhirnya setelah 2X bertanya, gue tiba juga di sebuah resto kecil ini yg bernama Chitose.
Resto Chitose ini hampir sama saja dengan umumnya resto kecil yg ada di Jepang yg saya temui. Kecil dan efisien penataan kursi-kursinya. Saat gue masuk ke dalam ruangan resto ini tak ada seorang tamu pun di sana. Gue hanya sendiri. Pemiliknya seorang pria setengah baya tersenyum manis menyambut gue. Mungkin dia aneh melihat perempuan asing berkulit sawo matang memasuki restonya. Gue pun tersenyum manis mengimbangi keramahannya. Gue bilang mau mengecek menu dulu. Beliau lalu menyerahkan menu ke tangan gue. Ada beberapa menu dengan nama Jepang tapi tak jelas isinya apa ya? Satu persatu nama menu dan isinya gue tanya ke ownernya,dia lalu menjelaskan isinya dan rasanya. Beberapa saat gue ragu-ragu mau memilih menu yg mana ya, setelah dipertimbangkan maka gue memilih makan ”modan yaki” yg isinya campuran beef dan noodle beserta bumbu lainnya yg dibuat sendiri recipenya sama sang owner. Sembari beliau memasak, gue malah sibuk menonton acara drama siang yg ada di TV saat itu. Soalnya posisi gue duduk itu persis menghadap layar TV dan juga dekat dengan tempat memasak okonomiyaki itu. Sang owner sembari memasak, mengajak gue bercakap-cakap.

”Datang dari negara mana?”
”Indonesia”.
”Di kota mana?”
”Jakarta. ”
”Anda kenal negara saya?Indonesia.”
”Yeah, saya tahu negara Anda Indonesia dari TV. Saya melihat beberapa kali tentang Indonesia di TV.”
”Yeah, biasanya orang Jepang kenal negara saya karena Pulau Bali.
Apakah Anda pernah dengar Pulau Bali?”
”Yeah, orang Jepang senang berlibur ke Bali. Katanya indah sekali.”
”Ya, saya pikir Pulau Bali memang indah. Anda pernah ke Bali?”
”Belum.”
”Saya harap Anda harus coba berlibur ke sana.”
”Yeah. Saya sangat ingin berlibur. Tapi sulit rasanya meninggalkan resto ini karena kalau tutup terlalu lama pelanggan akan kesulitan.”
”Berapa lama Anda akan tinggal di Osaka? Apakah Anda bekerja di sini atau belajar?”
”Oh tidak. Saya hanya berlibur selama 2 minggu saja.”
”2 minggu? Singkat sekali.”
”Apakah Anda sendiri?”
”Ya, saya sendirian.”
”Oh Anda sangat berani.”
”Hahaha ya, itu biasa untuk beberapa wanita di Indonesia. Sekarang banyak wanita dari berbagai negara yg travelling sendirian.”
”Ya..banyak yang sudah berubah saat ini.”
”Tapi kenapa Anda bisa bahasa Jepang?Anda belajar di mana?”
”Karena saya bekerja di perusahaan Jepang di Indonesia. Saya memang pernah belajar bahasa Jepang. Dan atasan saya hampir semuanya orang Jepang. Kami biasanya berkomunikasi pakai bahasa Jepang. Jadi mungkin saya sedikit terlatih karena mereka.”
”Oh,pantesan Anda bisa bicara lancar sekali. Saya suka mendengarnya.
Bagaimana menyebutkan ”Anata ga suki desu. Matawa Ai shite iru” dalam bahasa Indonesia?”
”Aku cinta padamu.”
”Oh kalau begitu Aku cinta padamu!”

Mimik wajahnya yg serius saat menyebutkan ”Aku cinta padamu” ini dengan lafal yg pas, membuat gue tertawa terpingkal-pingkal. Gue bener-bener tersenyum karena dia begitu lucu. Gue sangat senang karena dia ramah sekali. Gue menyaksikan tangannya yg lincah menari-nari membuat campuran bumbu modan yaki ini. Lalu gue bilang biasanya orang Jepang menyukai rasa yg sangat datar ya, tidak suka dengan rasa dengan bumbu yg sangat kuat. Di negara saya, kami sangat menyukai makanan dengan bumbu yg sangat kuat dan pedas. Kadang-kadang lidah saya, serasa kayak terbakar sesaat saat memakan cabe atau bumbu yg sangat pedas. Kadang karena terlalu pedas, saya sampai menangis hahaha.  Dia tersenyum mendengar cerita saya. Lalu dia menawarkan untuk membagi dua modan yaki saya dengan dua rasa yg berbeda. Setengah dengan rasa yg original di Osaka ini dan setengahnya lagi dia akan menambahkan bumbu dengan rasa dan bumbu yg lebih kuat. Saya menjawab, ”Oh terima kasih banyak, kalau itu bisa dilakukan. Saya akan senang sekali. Silakan.” Akhirnya dia membaginya menjadi dua rasa yg berbeda. Oh gue begitu terharu dengan kemurahan hatinya melayani gue. Saat kami berbincang-bincang, ada seorang pria masuk dan kelihatannya dia pun ingin makan siang di sini. Gue lihat dia memesan Asahi Beer dan memesan okonomiyaki juga. Gue  meliriknya sejenak, dia terlihat sibuk sedang membaca koran yg ada di tangannya. Kami meneruskan berbincang-bincang. Dan sesekali pria itu melirik kami berdua. 
Setelah asyik berbincang, tak terasa menu modan yaki gue sudah matang dan siap disantap. Aduh air liur gue sudah mau menetes melihat modan yaki ini. Lalu gue tanya ke sang owner gimana cara memakannya, karena ini pertama kalinya gue makan modan yaki. Jadi nga punya clue sama sekali. Lalu dia mengajarkan saya cara memotong dan mengunakan sendoknya. Katanya kudu dimakan saat panas jadi rasanya bisa terasa di lidah gue.Hmmm semoga gue berhasil melakukannya. Pelan-pelan gue potong modan yaki yg rasanya kuat, dan mendekatkannya ke mulut gue sambil menghembuskan nafas gue ke modan yaki ini, untuk mengurangi rasa panasnya, perlahan-lahan masuk ke mulut gue dan rasa bumbunya memang sangat kuat, rasa noodle-nya yg digoreng juga terasa gurih dan ada slice beef-nya ini pun terasa nikmat ditambah taburan cheese yg menempel di sana menimbulkan sensasi rasa yg baru di lidah gue.Gurih dan enak. 

Rupanya melihat mimik muka gue yg coba menikmati modan yaki ini, dia, sang owner ini penasaran dan ingin mendengar komentar gue. Dia tanya, bagaimana rasanya? Gue tersenyum bilang ”weenak” Dia balas tersenyum. Kelihatannya dia puas mendengar komentar  gue. Pasti dia takut kalau gue tak menyukai rasanya hehehe. Walaupun ini pertama kalinya gue makan modan yaki dan masih merasa kagok dengan rasanya tapi gue yakin ini memang gegar budaya baru buat gue. Gue tetap suka dengan rasanya yg gurih. Gue mencoba mencicipi  kedua rasa yg disajikannya, dua-duanya memang enak. Masing-masing punya kenikmatan sendiri. Gue meneruskan makan modan yaki gue, sembari kadang-kadang kami berbincang-bincang. Gue merasa nyaman berada di sana. Gue bener-bener menikmati makan siang yg nikmat dan ketemu dengan sang owner yg menyajikan masakannya dengan resep sendiri dan juga memasak dengan hati tulus. Gue bisa lihat di matanya. Resto ini kecil banget tapi bersih dan menyajikan okonomiyaki yg enak sekali. Gue bener-bener jatuh cinta dengan resto ini. Berulang-ulang gue tersenyum melihat sang owner yg sedang sibuk meracik bumbu di dekat dapur ini. Tak terasa waktu berlalu begitu cepat karena jam tangan gue sudah menunjukkan pukul 14:00 siang. Gue harus balik ke Toyo Hotel dan check in. Gue lalu permisi minta tagihannya berapa. Dia lalu bilang semuanya 700 yen. Gue menyerahkan uang seribu yen ke tangannya. 
Ketika mengembalikan uang kembaliannya ke gue, dia tiba-tiba bilang ingin kasih hadiah kipas tangan ke gue. Dia menyerahkan sebuah kipas tangan yg masih baru dan terbungkus rapi. Gue kaget dan tak tahu harus bilang apa ya. Gue hanya tersenyum sumringah dan bilang terima kasih banyak untuk kebaikan Anda.  ”Saya suka dengan okonomiyaki yang Anda masak. Enak sekali. Terima kasih banyak ya.” Aduh mimpi apa saya diberikan kipas tangan sebagus ini. Dia bilang lagi ” Aku cinta padamu” hahaha Gue balas tersenyum juga hahaha ”Yah yah aku cinta padamu juga” hahaha. Ini memang kejadian yg gue tak pernah duga sebelumnya. Lalu gue tanya nama Anda siapa? Dia jawab, ”Hideki Maeda” Terima Kasih Maeda-san. Saya akan ingat terus nama Anda. Terima kasih ya Anda sangat ramah sekali. Mungkin bukan harga kipasnya atau keindahan kipasnya yg membuat gue terharu sekali, tapi pemberian itu memang tulus dari beliau. Mungkin dia juga bahagia berbincang-bincang dengan gue. Selalu memang mengharukan kalau kita bertemu dengan seorang  asing di negara lain dan mereka bisa pakai bahasa ibu kita sendiri, akan memberikan kebahagiaan dan kesenangan tersendiri. Seperti ada kedekatan emosional tersendiri. Dan kita menjadi merasa dekat karena dijembatani bahasa yg sama. Ahhh hidup memang penuh kejutan.


Gue lalu mencoba memotret dia kembali dengan kamera Canon gue. Gue merasa terharu dengan semua kebaikannya ini. Gue hanya bisa memberikan senyuman manis saja. Gue masih surprise, jadi hanya bisa senyum saja. Gue pun pamit pisah dan mau balik ke hotel. Maeda-san bilang "sampai bertemu lagi dan hati-hati di jalan.Gue pun bilang terima kasih banyak. Dan kami pun harus berpisah. Mengapa setiap kali kita jatuh cinta dengan sebuah tempat dan kemudian harus diakhiri dengan perpisahan.  Rasanya berat tapi memang harus dilakukan. Gue akan membawa kenangan ini sepanjang jalan bertamasya di Jepang.

Hari pertama di Osaka, gue sudah diberkati dengan kebaikan seseorang yg baru gue kenal. Bukankah ini sering membuat kita jatuh cinta dan mencintai hidup ini karena diberikan kesempatan bertemu dengan orang-orang yg baik hati. Ini pula yg gue sukai dari travelling, gue selalu punya kesempatan bertemu dan menemukan berbagai kebaikan dari seseorang dari berbagai belahan dunia dengan cara yg sangat mengejutkan. Gue tak pernah menduga bahwa gue akan bisa berjumpa dengan segala keajaiban yg ada di muka bumi. Life is beautiful indeed. Aku cinta padamu Maeda-san. Kamu memang baik sekali! hahahaha. Artikel ini khusus gue tulis untuk mengenang kebaikan,keramahan dan nikmatnya masakan okonomiyaki buatan kamu. Sampai jumpa lagi di lain hari! Osaka, I am in love.

nuchan@072012
Osaka, I am in love.

No comments:

Post a Comment