Sumber : CJ Kompasiana
Panggil saja namaku Ayu. Aku dan adikku sejak kecil tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu. Kata ayahku, ibu pergi meninggalkan kami karena terbuai dengan laki-laki lain. Aku pun tidak pernah mempersoalkan aku punya ibu atau tidak, yang penting ayah dan nenekku menyayangiku. Aku rasa itu sudah cukup.Setiap hari ayah bekerja sebagai sopir angkot miliknya sendiri.
Seiring berjalannya waktu aku tumbuh menjadi gadis yang dewasa. Karena kesibukan ayah bekerja dan nenek sibuk dengan dagangan di tokonya, aku sering lepas dari awasan mereka. Aku sering keluyuran dengan teman-temanku yang ga bener. Bahkan mereka mengajariku bagaimana memakai barang-barang terlarang tanpa sepengetahuan ayahku. Kadang aku jengkel kalau melihat ayah pulang dalam keadaan mabuk. Tapi aku dan adikku serta nenek tidak dapat berbuat banyak dengan kebiasaan ayah itu. Bahkan aku sendiri semakin terjerat pergaulan bebas.
Suatu ketika ayahku mengutarakan keinginannya untuk menikah lagi dengan seorang janda kaya tetangga desaku. Aku pun mengiyakanya. Toh..ayah sudah hampir lima belas tahun lebih tidak mau cari pengganti ibuku. Aku berharap ibu tiriku dapat merubah sikap ayah yang suka mabuk-mabukan. Dan benar saja, Ibu tiriku ternyata orangnya baik dan penyayang. Dia menyayangiku dengan adikku seperti anaknya sendiri. Dan ayahpun semakin rajin bekerja mengelola tambak ikan milik istrinya serta tidak pernah mabuk-mabukan lagi.
Setelah lulus smp aku engan meneruskan sekolah lagi. Sepertinya ibu tiriku mulai mengetahui kenakanlanku. Suatu hari dia memanggilku dan memintaku untuk membantu bekerja di restauran miliknya. Aku tidak bisa menolak permintaanya. Sejak saat itulah aku mulai tertarik dengan usaha restoran ibuku. Karena ingin mempunyai usaha restoran sendiri akhirnya aku memutuskan pergi ke Hongkong dengan tujuan mencari modal. Ketika ku utarakan niatku , ayah menolak mentah-mentah keinginanku. Aku terus menyakinkan ayah bahwa aku mampu menjaga diri disana.
Akhirnya ayah merelakan aku pergi kenegeri beton. Aku bersyukur setelah sampai di Hongkong aku mendapatkan majikan yang baik sekali. Bahkan mereka berangkat kerjapun masih membiarkan aku terlelap bersama dua anaknya yang aku asuh. Genap empat tahun tepatnya kontrak keduaku selesai aku meminta ijin cuti pulang keindonesia kepada majikanku. Aku meminta ijin kepada mereka untuk menikah dengan cowok teman sepermainanku dulu. Sebenarnya kami pacaran hanya lewat kawat maksudku pacaran lewat telpon saja.
Singkat cerita aku menikah dengan teman sepermainanku sebut saja namanya Andy. Dia anak seorang kyai yang menurutku orangnya baik. Karena kontrak kerjaku di Hongkong sudah kutanda tangani aku harus kembali berangkat menjadi tkw lagi dan berpisah dengan suamiku yang baru menikahiku tiga minggu. Rasanya sedih tapi aku ingin mewujudkan cita-citaku. Walau sebenarnya tabunganku sudah bisa dibuat modal buka rumah makan kecil-kecilan tapi aku berfikir ingin mempunyai rumah sendiri.
Suatu ketika mertuaku melarangku membeli rumah dan disuruh membangun rumah yang dia tinggalinya karena suamiku anak terakhir. Mereka juga bilang rumah itu diberikan kepada kita berdua. Akhirnya aku mulai membangun rumah mertuaku. rumah yang biasa-biasa saja itu telah kusulap menjadi rumah berlantai dua serta di garasi telah kubelikan mobil dengan hasil kerjaku selama sepuluh tahun. Sedangkan setiap bulan gajiku ku kirimkan kepada suamiku tanpa curiga sedikit pun.
Siang itu aku menelpon suamiku dan mengabarkan bahwa satu minggu lagi aku akan pulang. Tetapi dari seberang kudengar jawaban suamiku yang kurang suka dengan keinginanku itu. Aku mencoba menepis perasaanku dengan menghibur hatiku sendiri. Saat yang aku tunggupun telah tiba. Pesawat yang aku tumpangi telah mendarat di bandara juanda sekitar pukul delapan malam. Senyum bahagia dari wajahku melihat suamiku telah menjemputku dengan keluarganya.
Tapi kebahagianku itu tidak berlangsung lama. Dalam waktu seminggu semua telah berubah ketika suatu siang datang seorang gadis muda kerumah mertuaku dan mengaku telah mengandung anak suamiku. Ya Allah , aku benar-benar lemas serta kecewa mendengar pengakuan suamiku yang mengiyakan kabar itu. Dunia serasa berhenti berputar. Demi anak yang dikandung gadis selingkuhan suamiku aku menuntut cerai suamiku. Tapi yang lebih menyakitkan lagi rumah yang aku bangun dan modal usaha suamiku dari hasil keringatku tak diakuinya dan tidak mau membagi denganku. Mereka mengusirku bahkan meminta aku mengembalikan semua biaya pernikahanku dulu.
Perjuanganku selama sepuluh tahun dinegeri orang terasa sia-sia dengan mempercayai suamiku dan kelurganya yang hanya memperalatku. Bahkan waktu liburku dulu di Hongkong ku buat berjualan kartu telpon serta alat-alat kosmetik demi mancari modal tambahan kini hilang tak dapat kunikmati sedikitpun. Sekarang hanya lelah jiwa dan ragaku.
* Demikian cerita dari sahabatku ”S” yang mungkin juga banyak di alami para tkw yang di zalimi suaminya. Untuk sahabatku “S” tetaplah bersabar ya sayang karena tuhan tidak pernah tidur. Semoga para istri yang berjuang demi keluarga menjadi tkw di luar negeri tidak mengirimkan semua hasil keringatnya kepada suami dirumah. Karena kebanyakan mereka terlena dengan gaji yang anda kirim tiap bulan. So di tabung sendiri aja biar suami yang dirumah cari duit sendiri* Nama dalam cerita diatas sengaja penulis samarkan!
No comments:
Post a Comment